Mohon tunggu...
Renita Yulistiana
Renita Yulistiana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

I wish I found some better sounds no one's ever heard ❤️😊

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melarung Luka dengan Bijaksana dari Seorang Inggit

25 Mei 2022   14:33 Diperbarui: 25 Mei 2022   14:47 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tertegun, ketika mendengar alunan musik dalam ruangan teater. Hasil kerja keras Teater Titimangsa yang akhirnya melakukan pertunjukan kembali dengan judul: Teater Musikal Monolog Inggit, Tegak setelah Ombak - 21 Mei 2022. Ini adalah kali pertama, saya menonton sebuah monolog dan tidak membuat kantuk. Monolog ini bak sebuah pertunjukan yang mewah; saya mendapatkan perspektif soal peran perempuan, memaknai cinta, dan sejarah kemerdekaan. Inggit Garnasih adalah istri kedua dari presiden Ir. Soekarno yang jarang dibahas untuk publik. Diperankan oleh Happy Salma, monolog ini dibuka oleh cerita pertemuannya dengan Soekarno yang sedang menempuh pendidikan di Technische Hoge School (THS) Bandung, sekarang kita kenal dengan  Institut Teknologi Bandung (ITB). Inggit dianggap sebagai Ibu Kos kala itu, karena Soekarno menumpang di rumahnya.

Hubungan mereka semakin dekat, setelah menceritakan kehidupan rumah tangganya, yang kala itu dianggap tidak ideal. Kisah cinta Soekarno dan Utari layaknya friendzone, pun Inggit dan Kang Uci yang tidak memiliki komunikasi baik sebagai pasangan. Kekosongan; membuat mereka merasa saling mengisi. Hingga akhirnya mereka menikah, setelah Kang Uci menyerahkan Inggit kepada Soekarno dengan syarat; "Tidak boleh menyakiti hati Inggit." Pada momen ini, saya menilai Inggit adalah perempuan yang sangat berprinsip, hingga disayangi dua laki-laki secara tulus. Sekalipun menyakiti hati yang lain.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Dalam monolognya, Inggit bahagia betul hidup dengan Soekarno; Kusno panggilan sayangnya, ditambah kehadiran Omi dan Kartika, dua anak angkat Soekarno. Usia Inggit yang lebih tua dibanding Kusno bukan kendala yang berarti. Meskipun ia harus menopang biaya rumah tangga dan hidup Kusno yang kala itu masih menjadi mahasiswa. Inggit menjual apa saja; jamu, alat bertani, dan kerajinan tangan. Rumah mereka juga selalu ramai, banyak kerabat Kusno sering berkunjung untuk berdiskusi tentang kemerdekaan Indonesia. Akibat gagasan dan diskusi inilah, Kusno sering dilempar ke pembuangan. Salah satunya, Bengkulu. Kota yang membuatnya jatuh cinta kepada Fatimah; Fatma; Fatmawati.

Pada bagian ini, saya melihat sebuah kepasrahan sekaligus kekuatan dari seorang perempuan bernama Inggit. Kala Kusno berkata, "Aku sangat mencintaimu, tapi aku tetap ingin mengawini Fatma, aku ingin memiliki keturunan dariku sendiri." Inggit yang berdikari, saat itu telak mengaku payah. Ia sembunyikan sedih, dengan hal yang ia bisa; melangitkan doa kepada Tuhan. Hingga ia akhirnya memilih bercerai dengan Kusno, daripada harus dimadu. Pada pertengahan monolog, ia mengingat kenangan bersama Kusno yang orang tidak ketahui. Ia rela berjalan kaki karena tidak cukup uang, untuk menemui Kusno di penjara. Ia juga sering mengosongkan perut, agar bisa selundupkan buku-buku untuk Kusno di dalam kebayanya. Ia pernah menghabisi tabungan untuk membiayai sanggar Teater inisiasi Kusno. Juga membiayai pendidikan Kusno hingga jadi Insinyur. Katanya, "tak apa, asal Kusno senang."

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Ingin rasanya menjadi perempuan seperti Inggit,
Ia tahu apa yang diinginkan tanpa harus mendendam, pun membenci kepahitan...
Ingin rasanya menjadi perempuan seperti Inggit,
Selalu mendekap Kusno dengan hangat, hingga muncul Pledoi: Indonesia Menggugat...
Ingin rasanya menjadi perempuan seperti Inggit,
yang menyimpan rapi segala duka, dan bijaksana melarung luka...
Ingin rasanya menjadi perempuan seperti Inggit,
Ikhlas melerai lara, hanya dengan melangitkan doa...

***

Dua tahun lalu, ia mengirimkan pesan kepada saya lewat sebuah direct message. "Penasaran deh mau nonton ini", sambil menautkan sebuah link dari akun Titimangsa, berisi poster teater. Saya hanya respons seadanya, karena sangsi pertunjukan ini bisa terlaksana, akibat kasus covid-19 yang terus melonjak. Kini kami sudah tidak bersama, tapi sebagai pecinta teater saya tetap menontonnya. Sama seperti Inggit yang senang melihat Kusno berhasil memerdekakan bangsa. Pun saya, ketika mendapati kabar, ia telah mendapat pekerjaan baru dengan orang yang sejiwa. Mungkin tulisan ini bisa membantunya mengurangi penasaran. Jika suatu saat, ia membacanya.

Citayam, Mei 2022
Sebuah opini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun