Mohon tunggu...
Renita Yulistiana
Renita Yulistiana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

I wish I found some better sounds no one's ever heard ❤️😊

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Can (I) do This?

1 Mei 2022   21:25 Diperbarui: 1 Mei 2022   21:39 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak ekspektasi hidup dihancurkan tangan penulis populer, menulis menjadi aktivitas menakutkan. Proyeksi kesenangan yang timbul dari hati agaknya menganggu keseharian pun pekerjaan, akibat harapan buram. Demi menghindari pola pikir apriori, saya menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan mendengar. 

Usai 47 hari mencerna kekecewaan struktural, di penghujung Ramadhan dan sambut Hari Pendidikan, saya ingin mencoba menulis kembali. Dalam proses belajar, membaca, dan mendengar, saya dominan memilih topik pendidikan, sosial, dan kesehatan mental. 

Satu sisi saya mendapat temuan menarik yang membangkitkan inovasi ini ber-progress. Satu sisi, saya harus terima bahwa krisis kepercayaan diri juga ikut membuncah, dan memantik beberapa pertanyaan. "Saya hidup buat apa ya?", "Saya harus ngapain lagi nih?", "Saya bisa gak ya bertahan?", dan segala kecemasan lainnya.

Saya coba tarik untuk mendalami pendidikan. Dari puluhan diskusi dan bacaan yang saya temui, mayoritas memiliki kemampuan yang solid. Jika diurai, mereka adalah orang-orang keren pilihan bumi. 

Bagi saya, mereka punya semuanya: dukungan keluarga, materi, bahasa asing, lulusan kampus bergengsi, penalaran teknologi yang mumpuni, dan ide brilian. Lalu, saya kembali melihat diri yang bukan siapa-siapa (re: untuk menyuarakan pendidikan). Bisa dilihat dari beberapa video ini:

Maudy Ayunda: Kartini Modern Berani Tantang Status Quo | Endgame S3E25
Sabda PS: Tanpa Standar Intelektual, Peradaban Bisa Celaka | Endgame S3E05
Buka Jalan Menuju Mimpi dan Pengetahuan - Ketty Lie | Endgame S3E17

Namun, saya mencoba tanamkan afirmasi positif dengan mengimbangi mendengar obrolan ini: Pulang dan Berdayakan Kampung Halaman | Polgov Talks ft Dicky Senda dan menetralisir kecemasan melalui tontonan ini: On Marissa's Mind akhirnya tidak sengaja melatih empati dan syukur, akibat mendengar perbincangan ini: MEMBUKA HALAMAN BARU YANG LEBIH INDAH DI HIDUP AMING - Tonight Show Premiere

Bagi saya, semua video di atas penuh dengan keseimbangan. Ada bagian romantisasi bahwa hidup ini bisa baik-baik saja. Namun, adakalanya manusia memiliki satu waktu yang menjadi titik terjatuh di hidupnya. Tapi, Tuhan menawarkan pilihan untuk kita menyerah, kalut, atau menerimanya dengan bijaksana. Sayang, bijaksana menjadi bagian tersulit dalam proses ini--bagi saya.

Saat ini, saya sedang menjalani hidup yang hanya sekadar hidup, dipaksa menjadi kuat meskipun tidak juga. Dalam konteks ini, saya terbebani persona--setelah semua bekal bahagia, tiada. 

Faktanya, seberapa baikpun menjadi manusia, potensi ketidakidealan hidup itu pasti terjadi: ditinggal orang yang disayang, direndahkan orang sekitar, merelakan mimpi, sulit mempercayai siapapun bahkan diri sendiri. Pada proses mendaku ketenangan, saya sedikit mempelajari stoikisme dan beberapa imbauan para filsuf. Namun, praktiknya tak seindah kupu metamorfosis. Saya tetap tergopoh dan merasa kalah pada poin-poin tertentu.

Belakangan saya sering melamun, apalagi yang harus saya lakukan agar tidak menyerah bukan hanya dalam memperjuangkan pendidikan, tapi juga untuk diri sendiri? Lalu saya kembali bertanya dalam hati "Can I do This?" orang yang bukan siapa-siapa tapi idealis membentuk gagasan yang mungkin hanya satu atau dua orang saja yang mempercayai, akan selamat? "Can I do This?" orang yang bukan siapa-siapa menaruh impian besar memperbaiki pendidikan dengan funding yang minim? "Can I do This?" orang yang bukan siapa-siapa berharap bisa mempresentasikan konsep untuk selaraskan pendidikan? "Can I do This?" orang yang bukan siapa-siapa, bisa membuat inovasi?

"Can I do This?"

Renita Yulistiana
Calon kepsek yang gagal
Citayam, Mei 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun