Mohon tunggu...
Renita Yulistiana
Renita Yulistiana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

I wish I found some better sounds no one's ever heard ❤️😊

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendampingi Anak dengan Sepenuh Hati dan Sepenuh Tubuh

16 September 2020   15:22 Diperbarui: 16 September 2020   15:25 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu, 12 September 2020. Saya membaca berita tentang "Ibu Membunuh Anak karena Susah Diajari Belajar Online". Bulan lalu, Agustus 2020 ada juga berita tentang "Ayah di Garut Curi Ponsel demi Anak Belajar Online"Dua hari lalu, salah satu murid saya bertanya, "Kak, kenapa sih ibu tuh gak sabar? Aku udah bilang, aku gak bisa ngerjain soal ulangan. Aku gak ngerti. Tapi, kenapa aku harus selesain cepet? Kenapa ibu bukan salahin bu guru yang gak ajarin aku?"

Dari kasus tersebut, siapakah yang salah? Anak? Orangtua? atau Keduanya? Hubungan anak dan orangtua menurut saya adalah hubungan yang sangat personal. Bukan hanya sebuah kegiatan balas budi, karena sudah berjasa mengurus anak sejak kecil. Tapi, juga merupakan refleksi. Dulu, saya sering menghakimi jika mendengar atau membaca berita kriminal. Namun, selama proses belajar dan beranjak dewasa. Saya mulai melihat sesuatu dari latar belakang, minimal saya tahu kenapa ya dia melakukan itu?

Sebagai referensi pekerjaan. Semalaman saya jadi banyak membaca dan menonton beberapa hal mengenai: pentingnya komunikasi orangtua terhadap anak. Simpulannya, komunikasi sangatlah penting untuk dilakukan. Jangankan antara orangtua dan anak. Dalam kehidupan, saya rasa komunikasi menduduki tingkat teratas-sebagai perantara maksud dan tujuan dapat dipahami.

Salah satunya, seperti gambaran Teori Newcomb dalam jurnal (journal/actadiurna/volume/3/nomor/4/tahun/2014). Model komunikasi ini bekerja dalam format segitiga atau sistem "ABX", yaitu:
A - Sender (Pengirim)
B - Receiver (Penerima)
X - Matter of Concern (Masalah Kepedulian)

Model ini mengembangkan bahwa peran komunikasi sangatlah penting, dengan ditunjukkannya keterkaitan dan ketertarikan antara dua orang yang terhubung oleh komunikasi yang menggunakan objek atau bahasan. Hal ini untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial yang terjadi antara dua individu. Menurut Newcomb, bentuk situasi komunikasi paling sederhana digambarkan oleh situasi dimana Mr. A berbicara dengan Mr. B tentang sesuatu hal yang dilabeli X. Model ini juga dikenal sebagai teori keseimbangan.

Dalam bayangan saya. Sederhananya, komunikasi akan terjadi jika ada pengirim (orangtua/anak), penerima (anak/orangtua), X (objek/bahasan). Oleh karena itu, jika hanya ada pengirim tanpa penerima = satu pihak. Maka, komunikasi tidak akan terjadi dengan baik-karena, objek atau bahasan tidak akan tersampaikan. Bahkan, tidak bisa menuju ke tahap pencarian solusi.

Secara pribadi, saya bukanlah anak yang memiliki komunikasi baik dengan orangtua. Namun, saya tidak ingin melihat lebih banyak yang seperti saya. Hubungan anak dan orangtua yang baik tentunya akan membawa keharmonisan dan kebahagiaan jangka panjang. Sehingga, warisan hal-hal yang positif dapat terus berkelanjutan ke generasi berikutnya.

Lalu, bagaimana komunikasi yang efektif dalam keluarga? Dari video Najeela Shihab dalam Seri Pendidikan OrangtuaSaya mengambil pelajaran, bahwa menjadi orangtua yang ramah anak, paling mungkin dilakukan. Ramah dari bahasa tubuh, pemilihan kata, dan bersedialah untuk mendengar pendapat anak-hadir dengan sepenuh hati dan sepenuh tubuh. Sejajarkanlah diri kita, jika ingin berkomunikasi dengan anak-agar anak merasa lebih nyaman dan tidak merasa khawatir untuk terbuka dalam berbagai hal.

Tapi, jika komunikasi efektif sulit untuk dilakukan. Apakah orangtua sepenuhnya salah atas hal buruk yang terjadi kepada anak? Menurut saya, orangtua tidak sepenuhnya salah. Karena komunikasi adalah soal kerja sama. Kita seringkali menyalahkan orangtua tanpa mau tahu apa beban yang sedang dideritanya. Pun anak, keduanya mungkin dan berhak melakukan kesalahan.

Menurut saya, akan menjadi salah jika kita tidak melakukan koreksi. Sebab, peran menjadi orangtua butuh persiapan dan kesediaan untuk melakukan proses belajar selamanya. Bukan sebuah peran yang cukup diselesaikan sehari atau beberapa hari.

Renita Yulistiana
Jakarta, 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun