"Tim, kita sudah di tengah resesi dunia, ini akan lebih parah dari 2008. Pengurangan SDM sudah mulai di mana-mana. Pastikan semua berhemat... Tetap semangat!"
Sebuah pesan yang membuat saya menunda makan hingga jam 15.30. Ditambah lagi, semalam saya baru menonton video The Lockdown One Month in Wuhan.
Ini kali ketiga saya menulis karena terinspirasi oleh pandemi COVID-19. Terhitung, dua hari semenjak saya bekerja dari rumah. Yang justru membuat saya semakin bingung, karena tidak adanya interaksi langsung. Ini sungguh lebih buruk, daripada menetap 8--10 jam di balik meja untuk mengolah data nasabah perbankan. Meskipun, saya rutin mengkampanyekan aksi solidaritas #dirumahaja
Juga teman saya. Siang tadi, dia izin membuka beberapa koleksi komik komunitas kami yang masih terbungkus plastik. Dia mengaku agak stres menghadapi pandemi ini. Selain itu, dia mengabarkan bahwa Dollar sudah mendekati Rp16.000. "Berat banget, Re. Kita bisa gak ya lewatin 2020 ini? Emak Bapak gua udah sakit-sakitan."
Pandemi ini sangat nyata dan mengkhawatirkan. Tidak hanya segi kesehatan tapi juga masa depan. Jika keruh, saya suka berpikir. Apakah ini yang dimaksud kiamat dalam film 2020? Mungkin beberapa hari ke depan, kita masih bisa menganggap baik-baik saja.
Saling menyuarakan "jangan panik dan jaga kesehatan juga kebersihan". Meskipun sebenarnya dunia akan semakin memburuk. Jumlah pasien positif pasti akan terus bertambah. Bisa jadi saya atau mereka yang saya kenal, menjadi salah satunya.
Hal ini, membuat saya untuk menggantungkan mimpi. Bijak memasrahkan sesuatu di sebuah dasar yang teramat dasar. Saat ini, bermimpi memang bukanlah waktu yang tepat. Menanyakan kabar mereka--memastikan tetap sehat. Berkata I Love Indonesia atau sekadar mengkhayal membacakan sebuah dongeng, sebelum dunia atau saya terjadi apa-apa. Bisa menjadi salah satunya.
Semoga--mereka tidak bosan.