Mohon tunggu...
Kepompong Pijar
Kepompong Pijar Mohon Tunggu... -

Kepompong Pijar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hanya Tulang Belulang

21 Maret 2013   14:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masihkan, aku dan kau menatap sinis siapa saja, hingga semakin rabun bening bola kaca di mata yang kita punya?
Masihkah, aku dan kau mencibir dan bicara umpatan bagi mereka, hingga semakin berbau hembusan nafas yang keluar dari mulut kita?
Masihkah, aku dan kau berburuk sangka, berkerak dan hitam pada hati yang seharusnya merekah merah, hingga nurani mati, sanubari sarat dengki?
Lalu kita rasakan hilang Nur, mata berselaput lumpur hingga merasa gelap hidup di semesta nan terang
Lalu kita rasakan bibir terjahit, nyeri pedih pada setiap ucapan kata tajam menyakitkan berhamburan keluar tanpa mampu menekan pedal rem, hingga membusuknya kalam
Lalu hati kita berserpihan serbuk pecahan sampah di tempat akhir pembuangan, hingga hati terselubung asap hitam, gosong dan kosong tak mampu lagi terkucuri kebaikan
Sebenar-benarnya neraka dunia, bila laku itu masih terus bertahta
Sebenar-benarnya surga dunia, bila itu semua tak ada dibenak kita
Mungkinkah berwahana neraka dunia mengharap surga
Aku, kita, dan kalian adalah jiwa-jiwa yang diberikan keleluasaan
Aku, kita, dan kalian adalah jasad di mana harta, tahta dan kuasa tiada guna
Aku, kita dan kalian adalah sama akhirnya, hanyalah seonggok tulang belulang
#dini hari dalam renungan
KP-6/2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun