Mohon tunggu...
Kenzo Mansula
Kenzo Mansula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "Veteran" YOGYAKARTA,Prodi Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia sebagai Negara Bebas-Aktif di Tengah-Tengah Konflik Rusia-Ukraina

7 Desember 2024   23:59 Diperbarui: 8 Desember 2024   00:04 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia, sebagai negara dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif, menghadapi tantangan besar dalam merespons konflik Rusia dan Ukraina yang dimulai pada Februari 2022. Prinsip ini mengharuskan Indonesia untuk tidak terikat pada blok mana pun dan berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia.

Dalam konteks perang ini, kebijakan luar negeri Indonesia diuji oleh dinamika geopolitik global yang rumit serta dampak konflik terhadap stabilitas ekonomi dan keamanan dunia.Prinsip bebas-aktif merupakan pijakan dasar kebijakan luar negeri Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999.

Prinsip ini memungkinkan Indonesia untuk mengambil keputusan secara independen tanpa terikat pada ideologi atau kepentingan kekuatan besar, tetapi tetap berperan aktif dalam mencari solusi atas permasalahan global. Dalam konflik Rusia dan Ukraina, prinsip ini diterapkan dengan sikap netral yang tidak memihak salah satu pihak.

Namun, kebijakan ini juga memunculkan tantangan. Sebagai negara yang mendukung resolusi PBB yang mengecam agresi Rusia, Indonesia menunjukkan komitmen terhadap norma-norma internasional seperti penghormatan terhadap kedaulatan negara.

Di sisi lain, dukungan ini dianggap sebagian pihak bertentangan dengan sikap bebas-aktif, karena dapat terlihat sebagai keberpihakan pada aliansi Barat.Perang Rusia-Ukraina memicu dampak global yang signifikan, termasuk pada Indonesia.

Konflik ini mengganggu jalur perdagangan internasional, memicu inflasi, dan memperburuk krisis pangan akibat blokade ekspor gandum dan energi dari wilayah konflik. Indonesia, sebagai negara yang mengimpor sejumlah komoditas strategis seperti gandum dan pupuk dari kedua negara tersebut, terkena imbas langsung dari lonjakan harga dan keterbatasan pasokan.

Dari perspektif ekonomi, dampak tersebut memaksa Indonesia untuk bersikap lebih proaktif. Pemerintah Indonesia, melalui berbagai forum internasional seperti G20, menyerukan penghentian perang dan pembukaan kembali jalur perdagangan global.

Presiden Joko Widodo, dalam kunjungan diplomatiknya ke Rusia dan Ukraina, membawa misi damai sekaligus mengupayakan kestabilan pasokan pangan dunia.Sebagai negara presidensi G20 tahun 2022, Indonesia memainkan peran strategis dalam mengupayakan penyelesaian konflik ini.

Forum G20, yang berfokus pada isu-isu ekonomi dan keuangan, menjadi platform bagi Indonesia untuk mendorong dialog dan diplomasi di antara para pihak yang bertikai. Dalam hal ini, Indonesia menunjukkan bagaimana prinsip bebas-aktif dapat diwujudkan melalui pendekatan diplomatik yang inklusif.

Indonesia menghadapi dilema strategis dalam menavigasi tekanan dari blok Barat untuk mengecam Rusia, di satu sisi, dan menjaga hubungan baik dengan Rusia, di sisi lain. Sebagai presiden G20 pada 2022, Indonesia menolak tekanan untuk mengecualikan Rusia dari pertemuan G20, namun juga mengundang Ukraina sebagai tamu.

Langkah ini mencerminkan kemampuan Indonesia menjaga keseimbangan antara berbagai kepentingan geopolitik, sekaligus memastikan fokus forum tetap pada isu ekonomi global seperti ketahanan pangan dan energi.Keputusan Indonesia untuk abstain dalam beberapa resolusi PBB, seperti pencabutan keanggotaan Rusia di Dewan HAM PBB, menunjukkan pendekatan integratif yang lebih condong pada penyelesaian konflik melalui dialog daripada isolasi.

Pendekatan ini sejalan dengan budaya diplomasi Indonesia yang menekankan kekeluargaan dan negosiasi damai.Kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia dan Ukraina merupakan langkah konkret untuk meredakan ketegangan dan mendorong solusi damai.

Selain itu, Indonesia juga menawarkan bantuan kemanusiaan kepada Ukraina yang sedang menghadapi krisis akibat invasi. Pendekatan ini mencerminkan strategi soft power Indonesia, di mana dukungan moral dan kemanusiaan diberikan tanpa harus melibatkan diri dalam konflik secara langsung.

Meskipun demikian, kebijakan Indonesia tidak luput dari kritik. Beberapa pengamat menilai bahwa sikap netral Indonesia dapat dianggap tidak tegas dalam menghadapi pelanggaran terhadap kedaulatan negara.

Indonesia dituntut untuk lebih vokal dalam mengecam agresi Rusia, terutama karena prinsip non-intervensi yang diusung selama ini dapat meredupkan kredibilitas Indonesia di mata dunia.Selain itu, ada tekanan dari kekuatan besar, seperti Amerika Serikat dan sekutunya, yang mengharapkan Indonesia untuk lebih berpihak pada Ukraina.

Namun, Indonesia memilih untuk menjaga keseimbangan dengan tetap menjalin hubungan baik dengan kedua pihak yang bertikai, mengingat hubungan historis dan ekonomi yang telah lama terjalin dengan Rusia maupun Ukraina.Indonesia telah menunjukkan bagaimana prinsip politik luar negeri bebas-aktif dapat diterapkan dalam situasi konflik yang kompleks seperti perang Rusia dan Ukraina.

Melalui pendekatan diplomatik yang berfokus pada dialog, bantuan kemanusiaan, dan solusi damai, Indonesia berusaha memenuhi kepentingan nasionalnya tanpa kehilangan peran aktif di kancah internasional.Namun, tantangan untuk mempertahankan posisi netral sekaligus memberikan dampak nyata dalam penyelesaian konflik tetap menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia.

Dalam situasi dunia yang semakin multipolar, fleksibilitas dan konsistensi dalam menerapkan prinsip bebas-aktif akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk terus berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas global.

Dalam menghadapi konflik Rusia-Ukraina, Indonesia telah menunjukkan peran sebagai "penyeimbang tengah" yang menonjolkan nilai-nilai multilateral, hukum internasional, dan pragmatisme diplomasi. Pendekatan ini bukan hanya konsisten dengan doktrin bebas-aktif, tetapi juga mencerminkan adaptasi Indonesia terhadap realitas geopolitik yang terus berkembang.

Ke depan, Indonesia perlu terus memperkuat posisinya sebagai mediator netral di kancah internasional, dengan fokus pada pembangunan perdamaian global dan perlindungan kepentingan nasional. Diplomasi berbasis nilai ini akan memperkokoh peran Indonesia sebagai kekuatan menengah yang dihormati di dunia internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun