Pembiayaan pendidikan adalah salah satu aspek krusial yang perlu dibahas karena merupakan kunci untuk mempermudah pengelolaan sistem pendidikan secara keseluruhan. Baik sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah maupun masyarakat harus terus dievaluasi agar dapat dikelola secara efisien, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan optimal. Otonomi daerah yang diberlakukan sejak tahun 2001 telah membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan pendidikan, di mana pembiayaan pendidikan menjadi salah satu komponen yang sangat vital dalam penyelenggaraannya, sehingga potensi sumber daya manusia di Indonesia dapat ditingkatkan. Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang menjelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia berusia tujuh sampai lima belas tahun. Ketentuan khusus juga diberlakukan untuk Perguruan Tinggi, di mana pasal 24 ayat (2) memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk mengelola lembaganya sendiri sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Otonomi daerah memberikan wewenang dan hak kepada setiap daerah untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan dan masyarakat sesuai dengan UU yang berlaku. Pada tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, pengelolaan otonomi daerah berada di bawah kendali pemerintah daerah. Perbaharuan UU No. 22 tahun 1999 dengan keluarnya UU No. 32 tahun 2004 mengatur jalannya Pemerintahan Daerah dengan baik, terutama dalam memisahkan fungsi Pemerintah Daerah (Eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Pembiayaan pendidikan bertujuan untuk memperoleh dana yang diperlukan untuk membiayai berbagai program pendidikan yang telah disetujui dan ditetapkan. Dana tersebut diterima dan dipergunakan sesuai dengan rencana yang telah disusun, sehingga pendidikan dapat terus berkembang dan mencapai standar yang diinginkan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan.
Terjadinya reformasi pada tahun 1998 membuat negara Republik Indonesia alami perubahan yang signifikan, terutama pada bidang fundamental sistem pendidikan nasional. Perubahan pada sistem pendidikan yang awalnya sentralistik dan kini menjadi desentralistik sekarang dikenal dengan otonomi pendidikan. Adapun kebijakan otonomi nasional itu sesuai dengan sistem pendidikan Indonesia. Kebijakan otonomi di bidang pendidikan (otonomi pendidikan) bisa memperbaiki sistem Pendidikan pendidikan di Indonesia pada era mendatang. Akan tetapi tulisan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana otonomi daerah dan pembiayaannya dan pengaruhnya terhadap kinerja pendidikan.
Penerapan Undang-undang Otonomi Daerah telah mengubah kewenangan pengelolaan pendidikan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi pendidikan berarti adanya pelimpahan kekuasaan dan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk merencanakan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Tujuannya adalah agar setiap daerah dapat mengambil keputusan sendiri dalam menangani permasalahan pendidikan yang dihadapinya. Salah satu aspek penting dari otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat, yang memungkinkan mereka berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan pemerintah daerah serta pelayanan publik yang diberikan.
Pemberlakuan otonomi daerah bertujuan agar setiap daerah dapat mandiri dan mampu memberdayakan seluruh masyarakatnya. Otonomi ini menuntut agar setiap daerah bertanggung jawab dan menjunjung prinsip-prinsip demokrasi, sehingga potensi keanekaragaman daerah dapat muncul, dengan fokus otonomi pada tingkat yang paling dekat dengan rakyat, seperti kabupaten dan kota. Ukuran keberhasilan dari otonomi daerah dapat dilihat dari kemampuan dalam pengelolaan keuangan daerah, di mana peningkatan pendapatan asli daerah tampak dan dapat digunakan untuk pembangunan.
Kebijakan desentralisasi pendidikan memiliki dampak positif yang mendukung peningkatan mutu, efisiensi keuangan, efisiensi administrasi, dan perluasan serta pemerataan pendidikan. Sekolah memiliki kewenangan untuk mengelola dan memberdayakan sumber daya secara lebih efektif, sementara penggunaan sumber pajak lokal dan pengurangan biaya operasional dapat meningkatkan efisiensi keuangan. Selain itu, penyederhanaan administrasi dan peningkatan peluang penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil dapat mendukung perluasan dan pemerataan akses pendidikan. Otonomi pendidikan bertujuan untuk memandirikan lembaga pendidikan di daerah, dengan fokus pada manajemen pendidikan yang stabil dan efisien. Namun, pelaksanaan otonomi pendidikan belum selalu berjalan sesuai harapan dan menimbulkan masalah seperti biaya pendidikan yang tinggi. Meskipun demikian, otonomi pendidikan memiliki makna yang dalam dalam konteks demokrasi dan keadilan sosial.
Contoh kasus pembiayaan pendidikan di kabupaten Solok. Pentingnya perhatian terhadap pendidikan di era otonomi daerah telah menginspirasi Kabupaten Solok, salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, untuk memberikan perhatian serius terhadap pendidikan di wilayahnya. Bidang pendidikan telah ditetapkan sebagai salah satu dari tiga pilar pembangunan di Kabupaten Solok, bersama dengan kesehatan dan ekonomi kerakyatan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006-2010. Penetapan ini didasarkan pada fakta dan data mengenai kondisi pendidikan masyarakat yang masih rendah, menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkannya seoptimal mungkin.
Pemerintah Kabupaten Solok, bersama dengan masyarakatnya, telah berkomitmen untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai yang terbaik dari yang baik. Hal ini tercermin dalam peraturan daerah yang menetapkan visi pembangunan menuju masyarakat madani di Kabupaten Solok tahun 2010. Peraturan Daerah Kabupaten Solok No. 5 Tahun 2005 tentang RPJMD 2006-2010 menekankan pembangunan bidang pendidikan sebagai salah satu pilar bersama dengan kesehatan dan ekonomi kerakyatan. Kebijakan pendidikan di Kabupaten Solok difokuskan pada penyelesaian wajib belajar sembilan tahun dan peningkatan mutu pendidikan di semua jenjang, mulai dari SD hingga SLTA. Hal ini dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih ada di bidang pendidikan, seperti rendahnya tingkat pemerataan, kualitas pendidikan yang rendah, ketersediaan pendidik yang kurang memadai, serta masih rendahnya kualifikasi pendidik yang disyaratkan.
Kabupaten Solok, sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah, berusaha untuk memaksimalkan dan mengefisienkan anggaran yang tersedia. Namun, ketergantungan yang tinggi terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat menyulitkan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya sendiri, karena setiap tahunnya dana DAU dapat berkurang seiring dengan dinamika perkembangan daerah dan pemekaran beberapa wilayah. Untuk mengatasi permasalahan ini, regulasi teknis yang mengikat mengenai tanggung jawab dan pembagian kewenangan antar lini dalam layanan pendidikan dianggap penting. Peraturan Pemerintah tentang Wajib Belajar dan Pendanaan Pendidikan perlu segera dibuat dan direalisasikan untuk menegaskan tanggung jawab pemerintah terhadap pendidikan, mengingat dekatnya target waktu penuntasan program wajib belajar sembilan tahun.
Kebijakan pendidikan di Kabupaten Solok difokuskan pada penyelesaian wajib belajar sembilan tahun dan peningkatan mutu pendidikan di semua jenjang. Namun, fenomena komersialisasi di bidang pendidikan dan masih adanya ketidakjelasan dalam standar pembiayaan pendidikan menimbulkan kekhawatiran serius, terutama dari Dewan Pendidikan. Oleh karena itu, terciptanya aturan yang jelas tentang pembiayaan pendidikan di Kabupaten Solok menjadi sangat penting, sehingga biaya pendidikan dasar dan menengah dapat ditanggung bersama oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Dengan demikian, kerjasama antara berbagai pihak terkait di pemerintah daerah sangat diharapkan untuk menyusun dan melaksanakan regulasi yang dapat memastikan akses pendidikan yang berkualitas bagi semua anak di daerah tersebut.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama yang melibatkan tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat dan dunia usaha. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sumber pendanaan pendidikan berasal dari Pemerintah (APBN), Pemerintah Daerah (APBD), dan masyarakat (baik secara individu maupun melalui dunia usaha). Oleh karena itu, persepsi yang menyalahkan pemerintah secara tunggal atas rendahnya prestasi pendidikan di Indonesia tidak sepenuhnya benar. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di daerah, semua unsur di masyarakat perlu bersinergi dan saling bahu-membahu dalam upaya memajukan pendidikan. Dinas Pendidikan sebagai leading sector harus mampu menjalin kerjasama dengan semua stakeholder yang peduli terhadap dunia pendidikan, termasuk dunia usaha, yang dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pembiayaan pendidikan yang semakin mahal.
Meskipun anggaran yang disediakan oleh pemerintah belum sepenuhnya mencukupi semua biaya operasional pendidikan (sekolah), tetapi adanya dana tambahan dari masyarakat atau dunia usaha dapat membantu dalam memajukan pendidikan di daerah. Sumber pembiayaan bidang pendidikan dari APBN telah mendapatkan alokasi anggaran yang signifikan dalam kurun waktu 2004-2009, yang diprioritaskan untuk peningkatan akses pendidikan dasar yang lebih bermutu melalui program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Di Kabupaten Solok, program dana BOS cukup membantu dalam proses belajar mengajar di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Dana BOS yang dialokasikan oleh pemerintah pusat memberikan dampak yang signifikan terhadap pembiayaan operasional sekolah dasar, sehingga sekolah tidak perlu lagi melakukan pungutan terhadap siswa.
Selain dana BOS, sekolah juga dapat mendapatkan dana dari pemerintah pusat/pemerintah provinsi berupa dana dekonsentrasi yang langsung diberikan kepada sekolah. Namun, tidak semua sekolah mendapatkan dana dekonsentrasi, karena untuk mendapatkannya, sekolah perlu membuat proposal yang diajukan melalui Dinas Pendidikan kepada pemerintah pusat/pemerintah provinsi. Dengan adanya dana dekonsentrasi dan hibah dari pemerintah pusat, sekolah di Kabupaten Solok dapat terbantu dalam pembiayaan operasional, bahkan untuk penambahan sarana dan prasarana pembelajaran. Meskipun demikian, terdapat perbedaan interpretasi dari cukup atau tidaknya dana pendidikan dari pemerintah, tergantung pada kebutuhan masing-masing sekolah, sehingga ada sekolah yang masih memerlukan sumber pembiayaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.
Salah satu faktor yang cukup penting dalam melaksanakan kebijakan pendidikan di daerah adalah adanya ketersediaan sumber anggaran yang mencukupi untuk terlaksananya program-program pendidikan. Kabupaten Solok sebagai salah satu daerah yang cukup perhatian terhadap sektor pendidikan berusaha untuk melaksanakan amanat UndangUndang Dasar 1945 terhadap porsi anggaran pendidikan 20 %. Semenjak tahun 2005 sampai sekarang (2008) pemerintah Kabupaten Solok berusaha untuk meningkatkan anggaran pendidikan dalam APBD. Data anggaran pendidikan Kabupaten Solok yang bersumber pada APBD dapat dilihat dalam tabel berikut ini;
Dari laporan APBD terlihat adanya peningkatan anggaran pendidikan tiap tahunnya, ini menandakan bahwa pemerintah daerah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan. Dengan jumlah anggaran pendidikan yang demikian diharapkan sektor pendidikan di Kabupaten Solok dapat ditingkatkan mutu dan program wajib belajar sembilan tahun dapat dituntaskan. Ke depan kerja keras pemerintah kabupaten dalam membiayai pendidikan dasar dan menengah akan mendapat tantangan yang cukup berat mengingat semakin tingginya tingkat kesulitan ekonomi akibat krisis ekonomi global yang melanda dunia, termasuk Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H