Sebagaimana dalam tulisan yang berjudul "Ucapan Maaf yang Tidak Pernah Digubris" pernah saya menyatakan mungkin dilanjutkan ceritanya, maka dalam skenario tulisan setelah paragraf pertama ini, anggap saja sebagai episode ke II. Jalan masih panjang... ///… Jangan ingkar janji, itulah beberapa lirik lagu SANGGUPKAH yang dibawakan Andy Liany. Itulah ungkapan yang cocok untuk menyatakan sesuatu yang masih mengganjal, tersembunyi, meragu dan sekaligus mengharap kepastian. Kuberhasil mengetuk pintu hatinya, setelah 4 hari semua upaya tulus memohon maaf ke dia. Ya dia kemudian membukakan pintu itu, saat kutatap wajahnya dia masih tergurat keramahan yang seperti dulu, saat 10 hari lalu bersama dia. Aku kagum dengan dia betapa hebat mentalnya ketika bertahan dalam larut kesedihan. Kekaguman itu makin bertambah saat menyaksikan wajahnya yang masih belum banyak berubah kecuali rona hitam dibawah matanya yang kian tebal, seolah menutupi matanya yang sayu… Setelah puas kuamati wajahnya dengan cermat setiap inchi demi inchi, tiba-tiba alam khayalku mengajak terbang... seolah akan menunjukkan sesuatu padaku, apakah gerangan itu?.... kuikuti saja semua rasa penasaranku sampai akhirnya kuiyakan ajakan khayalku, seketika itu kuterbang bersama khayalku, menuju suatu tempat yang sangat asing. Tempat ini mengingatkan aku kedalam syahdan mithologi Yunani kuno, aku memasuki sebuah istana megah di pegunungan Olympus, sangat kukagumi tempat itu. Tiba-tiba aku tersentak dalam kekagumanku. Kulihat sesosok putri manis nan jelita, dia memangilku untuk mendekat, "wahai saudaraku kemarilah selamat datang di Istanaku dan duduklah disampingku", tuturnya yang lembut membuat aku mengikuti panggilannya. Dia bertanya padaku, "kenapa kamu terlihat murung, sepertinya ada beban berat dipundakmu yang belum terlepas" Aku terkaget dan bertanya-tanya, "kenapa dia paham betul masalah-masalahku di dunia nyata?,.." gumamku. Tiba-tiba dia berkata kepadaku, "belum tentu setelah pintu maaf dibuka, semua masalahmu terhadap seseorang sirna tanpa bekas, jika kamu ingin mengusap bekas kesedihanya usaplah dengan tindakan nyatamu, bukan dengan bujuk rayumu yang mungkin dianggapnya sebagai tong kosong yang nyaring bunyinya" tegasnya. Seketika itulah aku kembali terpaku oleh tutur nasehat sang putri yang duduk disampingku. Kuberanikan saja kepada putri tersebutuntuk berkata "jika pintu sudah dibuka, bukankah pertanda yang baik setidaknya sang tuan rumah mempersilahkan masuk," tanyaku. "Ya, betul tapi kamu tidak berhak memilki apa yang ada didalam rumahnya, walaupun posisi kamu adalah tamu yang dalam anggapan falsafah hidup Negaramu, tamu itu adalah raja, jangan gunakan dalih itu" tegas sang putri. Semakin bingung aku dibuatnya, sebab nasehat itu pas dengan apa yang kualami di dunia nyata. "Sudahlah kamu jangan bingung, tunjukan saja semua ucapanmu bisa menyatu dengan sikap dan tindakanmu, tunjukkan kamu bisa berubah" katanya. Putripun menutup dialogku dengan kata-kata yang tepat, "Tidak ada yang abadi di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri, camkan itu dihatimu dan setiap keyakinanmu," tiba-tiba setelah mengucap itu dia menghilang, diikuti dengan hilangnya istana megah ini. tapi satu hal yang pasti nasehat-nasehatnya tidak akan pernah mudah hilang. Aku tiba-tiba terbangun, semenit kemudian ada SMS yang berisi "Aku terima MAAF KAKAK..., tapi jangan berbuat yang aneh-aneh lagi, biasa saja" aku membacanya pun terharu. Sekian dulu ya !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H