Mohon tunggu...
Ananto Sulistyo
Ananto Sulistyo Mohon Tunggu... lainnya -

menjadi untuk kemudian ada dan menunaikan kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sambal, Bhinneka Tunggal Ika

17 Mei 2011   15:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:32 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bhinneka Tunggal Ika, sudah pasti adalah penanda Indonesia Raya. Sangat pasti itu semboyan paling Indonesia tak bisa ditawar kecuali mau mengubah indahnya negeri ini. Sebagaimana tubuh yang terdiri dari beracam-macam zat kimia bahkan mungkin atom yang bereaksi sebagaimana seperti reaktor nuklir yang bisa menghidupi dirinya sendiri secara berkesinambungan. Jelas tidak mungkin untuk menjadikan negeri indah ini hanya dari salah satu unsur saja, tak berasa seenak pun se-enerjik nendang-nya sambal yang menghiasi banyak meja makan maupun para pemburunya. Rempah-rempah juga bagaikan emas ketika saat itu sehingga menjadi faktor menarik manusia di belahan bumi yang lain untuk menguasainya. Bahkan mungkin sudah sejak jaman purba nenek moyang kita dengan bahan yang berlimpah mampu membuat bumbu masakan yang alami menyehatkan dan tentu saja sangat nikmat, dengan keleluasaanya dalam melakukan eksperimen. Bisa dipastikan meskipun penulis sendiri belum pernah membaca teks akan sejarah memasak, seni memasak tentu sudah berkembang sangat lama, hingga tersedianya aneka makanan yang bervariatif serta tentu saja rasanya tidak usah dipertanyakan karena pasti enak. Kesukaan pada sambal adalah hal paling Indonesia yang sangat istimewa, hanya sebagian kecil sajalah orang atau karena hal-hal tertentu yang membuatnya tidak menyukai sambal. Kadang mungkin tidak kepikiran untuk menanyakan jenis sambal apakah yang sedang kita santap untuk menemani nasi dan lauk yang sebanyak 3 kali sehari harus kita konsumsi – makan, dalam pelajaran ketika masih SD adalah 3 kali sehari – selain lupa karena kepedasan atau sudah tak mau lagi menghapalkan nama-nama sambal seperti ; sambal terasi, sambal bawang, sambal balado, sambal bajak, sambal kemiri, sambal pecel, sambal kacang dan masih banyak lagi. Selain pedas kandungan vitamin dan manfaat ketika di ulek dengan ramuan-ramuan bahan tertentu, sambal memberi sentuhan tertentu pada nafsu makan. Teristimewa kemudian adalah cara mengolah membuat sambal, bahkan alatnya untuk menjadikan cabe, bawang putih, bawang merah, garam dan bahan lainnya untuk diulek dengan cobek dan muntu yang membuat para produsen makanan olahan berpikir keras bagaimana bersaing dengan rasa bumbu tradisional hasil oulekan muntu dan cobek. Apa yang menjadikannya paling Indonesia adalah pesan moralnya bahwa bahan tersedia banyak namun untuk menikmatinya kita harus bekerja keras menguleknya untuk menjadikannya adonan yang nikmat meskipun pedas dalam arti kata lain bisa jadi sesuatu yang menampar diri. Akan memiliki rasa yang berbeda ketika mengolah bumbu dapur atau sambal dengan memblendernya, atau di pukul seperti bawang putih pada masakan China, dengan diulek apalagi cobek dan muntunya berbahan dari batu. Tentu para kuliner dan pecinta sambal akan sangat memahaminya. Entah bagaimana dahulu nenek moyang kita bisa menemukan alat bantu seperti cobek dan muntu apalagi ketika kepikiran membuatnya dari batu. Nilai-nilai moral yang dapat kita dapatkan ketika mencermati hal-hal semacam tentunya sangat banyak sekali seperti 'ajur ajer' dalam bahasa Jawa yang bisa diartikan bahwa kita harus bisa hidup tanpa harus menonjol namun bersatu mengkristal dengan apa yang kita kerjakan ataupun lingkungan di sekitar kita sehingga tidak terlihat aneh atau sangat berbeda, dan bukan tidak mungkin hal tersebut bisa terjadi kalu kita tidak mengulek semua idea ataupun mengolah diri agar bisa menerima serta aktif tanpa memandang dan mengharuskan ego kita untuk berada di depan. Sudah sepatutnya apabila dalam kehidupan kenegaraan, DPR yang terdiri dari bermacam partai dan ideologi untuk membangun bangsa akan menjadi santapan pedas, nikmat dan menyegarkan bagi eksekutif negara untuk bekerja membangun negara yang sehat. Mohon maaf saya disini mengandaikan partai maupun ideologi untuk membangun bangsa tersebut sebagai unsur-unsur untuk membuat sambal yang nikmat.

Beginilah bentuk cobek, muntu dan beberapa unsur bumbu untuk menjadi sambal. Sudahkah anda memilikinya di dapur, alat sederhana tanpa harus tergantung dengan PLN namun memiliki kemampuan untuk membuat makanan segar dan sangat nikmat. Serta biasanya alat ini juga untuk mencampur dengan cara mengulek bumbu-bumbu kunci sebagai roh dari rasa hidangan di Indonesia. Terlihat jelas betapa bangsa kita adalah bukan bangsa yang monoton dan satu warna saja, dalam membuat masakan sehari-hari pun selalu meramu bahan-bahan yang saling melengkapi rasa belum lagi jika memiliki referensi herbal, tentu akan lebih rancak lagi dan memberikan manfaat yang positif bagi tubuh kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun