Hi Covid-19, apa kabar? Apakah sudah ada tanda-tanda kamu mau pergi? Atau justru mengganas dan bermutasi hingga vaksin pun akan sulit mengejarmu?
Sudah setahun kamu di Indonesia walau aku yakin sebenarnya lebih lama dari itu. Di negeri ini kebetulan pasien Covid-19 pertama teridentifikasi akhir Februari tahun lalu. Hm, aku yakin sebenarnya kamu sudah gentayangan di sini sebelum itu.
Kabarku? Yah, alhamdulillah baik-baik saja hingga saat ini. Makin putih dan makin gendut, seperti kebanyakan orang. Tapi untuk yang kedua, aku nggak bisa menyalahkanmu sepenuhnya. Emang akunya doyan makan, sih.
Aku sendiri mulai me-lockdown diri dan keluarga sejak 12 Maret tahun lalu. Kok, aku ingat? Ha ha, Â jelas ingat dong, karena hari itu kayak jadi garis tegas antara 'sebelum' dan 'sesudah'.
Januari 2020, aku, suami dan anak-anak barengan dengan keluarga kakak dan adik piknik bareng ke Bekasi untuk menghadiri pernikahan ponakan. Itu pertama kalinya kami pergi jauh bersama setelah kami semua menikah dan punya anak.Â
Kami berlima belas dari Jogja, naik satu mobil --kami sewa Hi-Ace--. So pasti banyak banget gembiranya. Kami berjanji untuk mengulangi perjalanan semacam itu. "Purwokerto, yuk," ada yang usul begitu. "Bandung, dong," usul yang lain. "Yang deket aja, Tawangmangu."
Awal Maret, suami bertugas di Solo. Aku dan anak-anak menyusulnya. Kami naik KA Pramex dan seperti yang sudah-sudah, main ke Solo terasa menyenangkan, meski kami cuma staycation, renang di hotel, lalu beli oleh-oleh di seberang hotel.Â
Sebelum berangkat, sebagai emak-emak aku menyiapkan bekal dan untuk pertama kali tisu alkohol serta hand sanitizer jadi barang yang wajib dibawa.Â
Tapi, kau tahu, hand sanitizer mulai sulit dicari. Di apotek dekat rumah, barang itu lenyap. Aku menemukan satu di Indomaret. Hanya tinggal satu itu! (Jadi alangkah kesalnya waktu itu benda itu ilang saat ketinggalan di kantor suami beberapa hari kemudian!).
Di hotel, semua masih tampak seperti biasa. Tamu lumayan ramai. Belum ada yang pakai masker (kami juga begitu). Tetapi aku dan suami mulai nggak sembarangan memencet tombol lift. Kami menekuk jari dan tonjolan ruas jari yang tertekuk itu.
Tanggal 10 Maret, Ung si nomor dua, ulang tahun ke-5. Dia minta makan di restoran. Kami dengan senang hati menuruti. Nggak ada yang nyangka, itulah makan di luar kami yang terakhir sebelum akhirnya kami resmi memasuki mode 'pandemi'. Â