Mohon tunggu...
Kent Audric
Kent Audric Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sisi Gelap dari Terangnya Harapan yang Diberikan Sel Punca

22 Agustus 2018   12:43 Diperbarui: 22 Agustus 2018   12:53 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak yang mungkin masih asing dengan istilah sel punca. Akan tetapi, sebenarnya sel punca bukanlah suatu hal yang baru. Sel punca sendiri sudah mulai dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an. Hanya saja, sel punca baru menjadi populer beberapa tahun belakangan ini setelah sel punca berhasil digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan bagi para penderita penyakit yang awalnya dinilai sudah tidak memiliki harapan lagi untuk disembuhkan. Sel punca tentunya bagai angin segar bagi para penderita penyakit-penyakit seperti kanker, diabetes, jantung koroner, sirosis hati, hingga para penderita penyakit-penyakit degeneratif (penurunan fungsi organ) seperti Parkinson dan Alzheimer yang hingga kini belum menemukan pengobatan yang benar-benar efektif bagi penyakit mereka. 

Hal tersebut tentunya membuat banyak orang menjadi penasaran. Apa sebenarnya sel punca itu sendiri? Sel punca atau yang mungkin lebih dikenal dengan sebutan stem cells merupakan sel-sel yang belum berdiferensiasi, yang artinya sel tersebut belum memiliki fungsi yang khusus dan masih dapat membelah secara terus-menerus. Hal ini mengakibatkan sel punca memiliki potensi yang sangat besar. Mengapa demikian? Jika bisa kita ibaratkan, sel punca dapat diibaratkan sebagai anak kecil yang memiliki potensi besar untuk menjadi apa pun yang dia inginkan, ia masih dapat menjadi tentara, pilot, dan bahkan presiden. Sama seperti anak kecil, karena sel punca masih belum memiliki fungsi yang khusus, sel punca dapat diberi perlakuan/dimanipulasi sehingga sel punca dapat menjadi sel yang diperlukan oleh tubuh seperti sel hati, otot, darah, dan bahkan otak. Akibat dari kemampuan khusus sel punca ini, sel punca dapat digunakan untuk menggantikan sel-sel tubuh yang rusak. Inilah yang membuat sel punca dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit karena umumnya penyakit terjadi karena ada sesuatu yang salah pada sel kita, entah itu rusak dan mati (sirosis hati, dll), mengalami mutasi sehingga membelah terus-menerus (kanker), ataupun mengalami degenerasi (Parkinson, dll).   

image-5b7cfbcf43322f021323a3e3.jpg
image-5b7cfbcf43322f021323a3e3.jpg
Prinsip dari pengobatan menggunakan sel punca ini pun sangatlah sederhana, sel punca cukup diinjeksikan ke organ yang ingin diperbaiki atau digantikan selnya oleh sel yang baru dari sel punca itu sendiri. Setelah diinjeksikan, sel punca akan berdiferensiasi sendiri secara otomatis untuk menggantikan sel-sel yang rusak tersebut. Seperti pengandaian tadi, sel punca sama seperti anak kecil, semisal ia ditempatkan di keluarga dokter, ia saat dewasa (kemungkinan besar) akan menjadi dokter. Prinsip itulah yang dipakai dalam pengobatan menggunakan sel punca. Pengobatan ini lebih sering disebut sebagai transplantasi sel punca. Akan tetapi, perlu diingat bahwa sel punca memiliki kecenderungan untuk langsung menggantikan sel-sel yang rusak di dekat mereka  sehingga injeksi sel punca harus benar-benar tepat pada target untuk mencegah sel punca salah sasaran. 

Pertanyaan besar yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah dari mana sel punca itu berasal? Sel punca sebenarnya sudah ada di dalam tubuh kita sendiri dan secara tidak sadar, sel punca telah secara terus-menerus memperbaharui jaringan tubuh kita. Kita tidak sadar bahwa sebenarnya setiap empat hari sekali, lapisan usus kita diperbaharui oleh sel-sel punca yang berada di bawah lapisan tersebut. Sel punca juga dapat diambil hewan (babi, kelinci) maupun manusia lain. Dari asal sel punca didapat inilah yang mebedakan jenis-jenis transplantasi sel punca. Transplantasi sel punca dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu transplantasi autologus (sel punca didapat dari pasien itu sendiri, biasanya diambil dari tulang pinggul ataupun tulang belakang), transplantasi alogenik (sel punca didapat dari sel punca pendonor yang cocok), transplantasi singenik (sel punca didapat dari saudara kembar identik), dan yang terakhir transplantasi xenogenik (sel punca didapat dari hewan). 

organ-transplantation-immunology-basics-17-638-5b7cfc7d43322f334e114522.jpg
organ-transplantation-immunology-basics-17-638-5b7cfc7d43322f334e114522.jpg
Pengobatan menggunakan sel punca tidak selamanya bebas risiko. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak ada dua manusia yang sama, akibatnya tiap individu memiliki sistem imun yang tentunya berbeda satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang menimbulkan masalah. Transplantasi autologous maupun singenik umumnya hampir tidak memiliki masalah, akan tetapi transplantasi alogenik dan xenogenik rawan akan masalah, terutama transplantasi xenogenik.  Mengapa? Seperti yang sudah disampaikan bahwa tiap individu memiliki sistem imun yang berbeda. Sistem imun tubuh bertugas untuk memusnahkan segala hal yang masuk ke tubuh kta yang dianggap "berbahaya" oleh sistem imun tubuh kita. Transplantasi alogenik dan xenogenik rawan dilakukan karena ada kemungkinan bahwa sel punca yang ditransplantasikan dianggap "berbahaya" oleh sistem imun karena tidak dikenali sehingga dimusnahkan oleh sistem imun kita yang dapat berakibat komplikasi. Terutama transplantasi xenogenik yang sel puncanya diambil dari hewan yang sudah berbeda spesies dengan manusia.

Jadi, muncul lah pertanyaan, sel punca manakah yang paling cocok digunakan? Tentu saja sel punca dari manusia. Sel punca yang diambil dari manusia pun juga harus dilihat kecocokannya dengan pasien dan tidak bisa asal mengambil sel punca dari pendonor. Kemudian muncul juga pertanyaan, sel punca jenis apakah yang paling bagus untuk digunakan? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus melihat dulu jenis-jenis sel punca berdasarkan potensinya. Ada yang totipoten, yang artinya sel punca tersebut dapat bekembang menjadi segala jenis sel baik sel intraembrionik maupun sel ekstraembrionik, contoh sel punca totipoten ini adalah zigot. Ada yang pluripoten, yang artinya sel punca tersebut dapat berkembang menjadi segala jenis sel intraembrionik tapi tidak dapat berkembang menjadi sel ekstraembrionik, contohnya sel punca dari embrio blastosis (umur 4-5 hari). Ada yang multipoten, yang artinya sel punca tersebut dapat berkembang menjadi beberapa jenis sel yang berhubungan, contohnya sel punca darah yang dapat berkembang menjadi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Ada yang unipoten, yang artinya sel punca tersebut hanya dapat berkembang menjadi satu jenis sel yang spesifik, contohnya sel punca hematoblas pada liver yang hanya dapat berkembang menjadi hematosit. Setelah mengetahui fakta di atas, kita tentu dapat menyimpulkan bahwa sel punca yang paling bagus untuk digunakan adalah sel punca yang bertotipotensi dan berpluripotensi. Akan tetapi, sel punca yang umum digunakan hanyalah sel yang berpluripotensi karena lebih mudah dimanipulasi dan tidak sekompleks sel bertotipotensi. 

Sel punca umumnya dapat dibagi menadi dua, yaitu sel punca embrionik (embryonic stem cells) dan sel punca dewasa (adult stem cells). Sel punca embrionik (berpluripotensi)  memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan dengan sel punca dewasa (multipotensi/unipotensi).  Oleh karena itu sel punca embrionik lebih dipilih untuk digunakan dalam transplantansi sel punca karena dapat berkembang menjadi lebih banyak jenis sel dibanding sel punca dewasa. Yang menjadi masalah adalah dari mana asal diperolehnya sel punca embrionik ini. Inilah yang menjadi sisi gelap pemanfaatan sel punca untuk pengobatan.

515135-5b7cfd2e43322f01f74d31c2.jpg
515135-5b7cfd2e43322f01f74d31c2.jpg
Sel punca embrionik seperti namanya diambil dari embrio manusia atau yang biasa kita sebut sebagai janin. Sel punca yang diambil tersebut biasanya diambil dari janin yang sudah gugur. Pengambilan sel punca dari janin yang sudah gugur ini menimbulkan kontroversi. Apakah pantas sel punca diambil dari janin yang sudah gugur atau tidak. Hal ini menurut para ahli "mengurangi" masalah etik yang timbul dari pengambilan sel punca ini dibandingkan metode yang lainnya yang melibatkan pengambilan sel punca dari embrio manusia. Metode lainnya yang dimaksud adalah pengambilan sel punca dari embrio yang sengaja dikembangkan dalam lab atau yang biasanya kita sebut sebagai bayi tabung (in vitro fertilization). Metode ini menimbulkan masalah etik yang lebih serius dan besar dibandingkan pengambilan sel punca dari janin yang sudah gugur karena janin yang sudah gugur sudah tidak memiliki kehidupan lagi, sementara embrio yang dibuahkan secara in vitro masih memiliki kemungkinan untuk hidup.Saya secara pribadi setuju dengan pengambilan sel punca dari janin yang sudah gugur. 

Pada kasus ini, saya sependapat dengan apa yang dikatakan Dr. Donald W. Landry, Direktur Universitas Columbia Medicinal Centre New York, yang mengatakan bahwa, 

"Jika embrio tesebut sudah mati, maka isu kemanusiaan dari embrio tersebut terselesaikanlah sudah. Hal ini kemudian menurunkan tingkat masalah etik sel punca embrionik manusia ke tingkat masalah etik, katakanlah, donasi organ. Jadi, apakah kita dapat mengatakan bahwa mengambil sel punca embrionik dari janin yang sudah gugur sama seperti kita mengambil organ hidup dari pasien yang sudah meninggal?" 

Saya merasa bahwa sel punca embrionik (Embryonic Stem Cell/ESC) merupakan jenis sel punca yang paling "pas" untuk digunakan dalam pengobatan saat ini. Walaupun ada juga IPSc (Induced Pluripotent Stem Cell) yang sama-sama pluripoten hanya saja diambil dari sel punca dewasa (tidak dari janin, tapi dari jaringan/organ dewasa) yang kemudian direkayasa genetik. Akan tetapi, untuk merekayasa sel punca dewasa menjadi IPSc bukanlah suatu hal yang mudah karena melibatkan berbagai macam teknologi yang kompleks dan studi yang dilakukan Shinya Yamanaka (pelopor iPSC) pada tahun 2006 juga menunjukkan bahwa iPSC memiliki efisiensi yang rendah untuk diciptakan (0,01-0,1%) dan juga menunjukkan sifat karsinogenik (menyebabkan kanker) saat diuji coba pada tikus. 

Secara keseluruhan dapat dipertimbangkan bahwa manfaat yang dibawa oleh sel punca embrionik lebih banyak dibandingkan kerugiannya, baik secara moral/etik maupun efek sampingnya bagi tubuh. Walaupun demikian masalah secara etik dan moral tetap masih diperdebatkan, karena sengaja menghancurkan embrio terlepas dari embrio tersebut diciptakan melalui fertilisasi in vitro/bayi tabung di lab yang dianggap "tidak memiliki potensi untuk hidup dan sekalipun dihancurkan, embrio tersebut belum memiliki kemampuan untuk sadar baik secara fisik maupun mental" untuk mendapatkan sel punca embrionik merupakan tindakan yang sangat tidak berprikemanusiaan. Menilik hal tersebut pengambilan sel punca embrionik dari janin yang sudah gugur merupakan alternatif yang paling "mungkin" untuk diterapkan baik secara moral/etik dan juga dalam pemanfaatannya untuk mengobati berbagai macam penyakit untuk saat ini tanpa menimbulkan efek samping yang berarti. Negara seperti Amerika Serikat pun sudah menyetujui praktik ini dengan pertimbangan "keuntungan yang didapat jauh melebihi segala kontranya". Hal ini juga yang mendorong Presiden Barack Obama pada tahun 2009 mengangkat larangan penelitian di area ini dengan syarat bahwa janin maupun embrio yang akan diambil sel puncanya harus mendapat persetujuan dari kedua orang tuanya.

stem-cells-diagram-5b7cfcb96ddcae49d1597662.png
stem-cells-diagram-5b7cfcb96ddcae49d1597662.png
Terlepas dari segala masalah moral dan etik yang ditimbulkan, tidak sapat dipungkiri bahwa sel punca memiliki potensi yang besar bagi manusia. Tantangan selanjutnya yang perlu kita hadapi dalam penggunaan sel punca sebagai salah satu alternatif pengobatan adalah bagaimana kita memanfaatkan sel punca tanpa mengurangi rasa hormat kita terhadap asas-asas kemanusiaan dan moral yang ada. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, saya secara pribadi setuju dengan pengambilan sel punca dari janin yang sudah gugur tetapi dengan syarat bahwa pengambilan tersebut sudah sesuai prosedur dan sudah disetujui kedua orang tuanya karena terlepas apa pun yang terjadi kita juga harus tetap menghargai janin yang sudah gugur tersebut sebagai manusia dan juga kehendak kedua orang tuanya. Penelitian mengenai sel punca juga harus tetap memperhatikan batasan-batasan yang ada dan tetap menghormati asas-asas kemanusiaan. Diharapkan ke depannya potensi sel punca dapat dieksplorasi lebih lanjut dan masyarakat dapat lebih terbuka dan menerima pengobatan menggunakan sel punca ini. 

Sumber :

https://stemcells.nih.gov/info/basics/1.htm 

https://www.cellmedicine.com/stem-cell-therapy-for-autoimmune-diseases/

https://stemcell.ucla.edu/induced-pluripotent-stem-cells

https://www.nature.com/articles/nature12586

https://www.technologynetworks.com/cell-science/articles/cell-potency-totipotent-vs-pluripotent-vs-multipotent-stem-cells-303218 

https://www.cancer.org/treatment/treatments-and-side-effects/treatment-types/stem-cell-transplant/types-of-transplants.html 

http://mvresnovae.com/science/stem-cells-debunking-moral-cost/ 

http://archive.boston.com/news/nation/articles/2006/09/23/stem_cells_from_dead_embryo/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun