Musim, sehelai kertas kusam diterbangkan puting beliung
yang tetiba beradu pandang dengan terik mentari binar keemasan
di perempatan jalan masuk kampung ujung jembatan
tempat ternak-ternak merumput
dan air selokan mengalir.Â
Kertas kusam itu pergi
membawa catatan seseorang , entah
tentang apa hidup merangkai kata
yang tak sempat terbaca pun
dibaca dan pesan yang hilang.Â
Musim-musim memberi tanda
pada setiap nadi dan pandang di semesta lepas
yang hanya dapat tertangkap oleh indera yang cermat
dan jiwa bening seperti air dari sumbernya di kaki gunung
dan bukan dari selokan di tengah kota.Â
Jiwa bening dalam keheningan batin
jauh dari gemuruh amarah dan laknat
kuasa yang memuncuk hingga ke ubun-ubun
dan kepala yang hanya berisi pikir untuk diri sendiri.
Jiwa bening dan batin yang damai
menatap hingga ke seberang, entah
mata terbuka atau terpejam, entah
di siang benderang pun malam pekat.Â
Jiwa bening, damai batin!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H