Anda suka makan? Kemana anda memutuskan untuk memenuhi rasa lapar? Restoran mewah dengan menu penuh dengan bahasa barat? Atau memilih di warung tenda yang  pandangan anda terbatas  pada teman  makan anda? Mungkin anda sudah pernah atau terbiasa dengan rutinitas  ritual makan seperti itu. Anda pengin merasakan  taste lain dalam  memenuhi kebutuhan perut dan lidah anda?
Kalau anda jawab iya, berarti sama. Saya juga. Bukan dalam hal restoran mewahnya, tapi  pengin merasakan sesuatu yang berbeda. Hehehe. Ibarat orang jatuh cinta,  laut akan seberangi, gunung setinggi apapun di daki. Meskipun letak sebuah tempat berpuluh-puluh kilometer tetap akan saya cari. Demi satu hal. Merasakan sensasinya.  Seperti beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 25 Juli 2017,  saya mengarungi siang yang berangin kencang. Motor bebek saya terpaksa saya jalankan hanya dengan kecepatan 50-60 km/jam, karena bebek saya ini seperti pengin terbang jika jalannya kenceng dikit, maklum bebek kurus hehehe.  Sekitar 2,5 jam saya sampai di daerah Berbah, Yogyakarta. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya ketemu. Waroeng 17 Pitoe Las.
Di halaman telah tampak banyak motor berjajar rapi dan beberapa mobil. Saya celingukan dulu, memantau beberapa teman.  Tampak beberapa senyum menyambut kedatangan saya, (sayangnya yang senyum tidak cantik, karena mereka semua laki-laki. Hehehe....) Seorang menyambut dan mempersilahkan  saya untuk memarkir motor dengan sopan.  Sejenak mata saya berkeliling mengamati Waroeng 17 Pitoe Las .  Saya serasa ada di dunia lain. BIla biasanya saya terkurung di antara tembok-tembol pemukiman dan udara panas, aroma kesejukan menyeruak  lalu membungkus seluruh pori-pori saya selanjutnya memenuhi isi kepala saya. Di tambah saat memasuki Waroeng 17 Pitoe Las. Saya merasa jadi seorang bocah, karena ingat kenangan masa kecil  yang menyenangkan. Bangunan joglo  furniture meja kursi jaman dulu. Di sebelah kiri pintu masuk ada sebuah becak. Lalu di sebelah dalam sebelah kanan ada sepeda kuno dan motor kuno. Semakin memperdalam rasa klasik hanya dengan sekilas pandangan.
Saya pun memasang senyum terbaik juga malu, karena saya sudah terlambat. Tampak seorang wanita cantik berkerudung orange sedang memegang mik. Perkiraan saya benar, beliau adalah ibu Sinta Kusumaningrum,  owner Waroeng 17 Pitoe Las. Pengin hati bersalaman, tapi karena sedang  sibuk memaparkan hal yang berkaitan dengan Waroeng 17 Pitoe Las, sayapun  memilih untuk nyelonong ke belakang. Saat meletakankan tas dan melihat meja, whuaa... teman-teman sudah nyanding banyak makanan. Lagi-lagi saya baper. Makanan yang ada semakin membuat saya terbuai imajinasi klasik. Makanan berpincuk dari daun pisang. Bersanding dengan minuman yang tersaji dengan gelas kuno juga. Mata saya langsung celingukan, mencari tempat persembunyian makanan-makanan tersebut.
Dengan menebalkan muka, saya mengok kea rah suara. Dua orang ibu-ibu menatap saya.
"Sini, Mas!"
Aku terdiam beberapa detik. Serasa hang ini isi kepala. Akibatnya aku juga terlihat tidak bergerak. Tampaknya ibu yang duduk di antara banyak baskom berisi lauk itu menyadari perasaan saya heheh. Beliau terus bilang, 'Sini Mas, dikasih kuah dulu.."
Legaaa... saya kira mau diomeli eh malah mau dikasih tambah kuah hehehe..Saya pun dengan semangat menuju kursi bergabung dengan teman-teman lain setelah mengambil the panas terlebih dulu.
Selama di Waroeng pitoelas saya rasanya baper tiada henti.. Berikut ini yang membikin baper  :
1. Desain Waroeng 17 Pitoe Las
Langsung menyelimuti hati dengan nostalgia juga nuansa klasik. Apalagi bangunan bisa dibilang tidak berdinding. Hijaunya tanaman menyejukkan mata. Â Tampak juga gagahnya gunung Merapi Angin yang semilir juga semakin membikin betah berlama-lama di Waroeng Pitoelas.
2. Keunikan Menunya.
Menu makanan yang unik dan membikin penasaran. Ada Sego Babon, Sego Golong, Buto Galak dan Cangkem Buto. Kalau dibuat bahasa kekinian, artinya kurang lebih gini, Sego Babon = Nasi  Induk Ayam, Sego Golong sama dengan Nasi Kepal Bundar, Buto Galak  itu Monster yang Gualakk dan Cangkem Buto artinya Mulut Monster. Nah, bisa bayangkan rasanya makan monster? Soal rasa? Lidah tak akan pernah bohong deh... :)Â
Waroeng Pitoelas ini warung yang sarat dengan nilai filosofi yang tinggi.  Dari  yang disampaikan ibu Sinta, nama Pitoelas itu berasal dari angka Pitu (Tujuh) dan Sewelas (Sebelas) yang merupakan angka favorit inu Sinta. Dan ternyata pemilihan dua angka tersebut juga tidak sembarangan.Angka Pitu itu juga merupakan symbol dari harapan PITUlungan (pertolongan) dan  asa kaWELASan (rasa kasih). Doa yang terkandung adalah bahwa diharapkan selalu ada pertolongan dan welas asih Tuhan Allah yang maha Esa. Pemberian nama menu pun ada filosofi yang tinggi. Terutama Nasi Golong, yang melambangkan kebulatan tekat yang satu.
4. Ada gratisan lutisan.
 Bagi anda yang suka makan lutis, sering-sering datanglah ke Waroeng Pitoelas. Sebelum anda menikmati yummynya menu khas jawa klasik anda akan dimanjakan dengan lutisan yang nendang.
5. Tempat Selfy yang nyentrik.
Anda yang hobi selfy, di beberapa sudut Waroeng 17 Pitoe Las bisa menjadikan anda terlihat nyentrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H