Berjalan menyusuri jalan Malioboro, apalagi malam minggu begitu asyik. Malioboro sekarang tidak sama dengan beberapa waktu dulu yang penuh dengan banyak parkiran motor. Sekarang sepanjang jalan Malioboro telah berubah menjadi area pedestrian yang nyaman. Pengunjung baik wisatawan lokal maupun manca bisa dengan nyaman menyusuri tempat yang sudah melegenda tersebut.. Sambil menikmati suasana, aku duduk. Tas punggung ku letakkan di samping. Lalu aku keluarkan buku berwarna dasar putih. Sebuah punggung cantik berbalut gaun warna hitam. Di sampingnya terlihat sebuah benda khas perempuan berwarna merah mewah. Minaudiere. Judul buku yang sedang ku pegang. Sebuah buku dari sahabat yang tahun kemaren meraih award sebagai Best Fiction di ajang Kompasianival, Fitri Manalu.
Fitri Manalu, meskipun sampai sekarang belum pernah bertemu langsung, tetapi dari dirinya aku banyak mengambil pelajaran yang sangat berharga terutama dalam berfiksi. Perempuan yang aktif sebagai salah satu admin RTC (Rumpies The Club) tersebut begitu elok dalam mengolah kata. Susunan aksara dalam setiap tulisannya, membangkitkan imaji imaji yang hidup. Maka aku tak heran bila dalam perhelatan kompasianival kemarin Fitri Manalu terpilih sebagai Best Fiction 2016. Sahabat dari kota Medan ini membukukan kumpulan cerpennya dengan judul “Sebut Aku Iblis”. Buku tersebut sukses mendapat sambutan dari pecinta fiksi.
Di antara deru kendaran yang merambat di punggung jalan Malioboro, aku membuka lembaran buku novel Minaudiere, Buku novel perdana Fitri Manalu. Saat pertama membuka cover, aku sudah disuguhi tanda tangan sang penulisnya beserta ucapan selamat membaca. Sebuah kebanggaan, saat buku yang kita beli dan miliki sudah diberi tanda tangan penulisnya sendiri. Sebagian telah ku baca saat di rumah. Sedang di Malioboro ini, sambil bersantai, aku pengin melanjutkan menikmati untaian aksara Fitri Manalu. Rangkaian cerita yang membuatku penasaran. Dengan POV ketiga, Fitri Manalu berhasil membuatku lebih menyelami dan merasakan diri menjadi karakter tokoh yang sedang kubaca. Aku biasanya saat membaca sebuah , di dalam pikiranku secara spontan memperkirakan apa yang selanjutnya akan terjadi. Dan seringkali benar. Tapi saat membaca Minaudiere, apa yang kubayangkan, hampir semua salah. Alur cerita yang ada seringkali tidak terduga. Aku seperti diajak bermain puzzle. Harus menyusun kejadian-kejadian yang disajikan dengan tepat dan dengan itu akan jelas sekali bagaimana nilai lebih dari "lukisan" cerita karya Fitri Manalu.
Sesekali aku menengok muda mudi yang cekikian melewati tempat aku duduk. Ada beberapa pasang yang sempat memperhatikan aku yan duduk terdiam dengan sebuah buku novel di tangan. Mungkin mereka tertarik dengan cover buku novel yang memang menampilkan punggung cantik bergaun hitam. Aku cuek saja. Suasana romantis tetap saja terasa, meskipun aku duduk sendirian. Sambil membaca, tanganku terkadang mengambil cemilan yang memang sengaja aku bawa dari rumah. Bekal perjalanan dari Purworejo.
Ada tokoh bernama Adia. Seorang gadis yang berjuang untuk selalu tegar meskipun rasa sakit masa lalu masih saja menusuki jiwanya. Hingga di sebuah kejadian, Adia mau tidak mau harus mengalami klimaks dari trauma masa lalunya. Lalu ada tokoh Tyas. Tokoh yang sangat tidak terduga. Banyak perjalanan hidup Adia terdampak karena apa yang dilakukan oleh Tyas. Baik secara langsung atau akibat efek domino dari langkah dan sikap Tyas. Dari sosok Tyas, pembaca jadi mengenal pribadi seseorang yang tumbuh bersama konflik keluarga. Selain kedua tokoh tersebut ada tokoh bernama Jaden. Sosok muda yang berbakat, yang disebabkan kejadian tidak terduga, menyebabkan dia harus ke California. Dari karakter Jaden, pembaca bisa melihat, bahwa cinta itu tidak bisa dipadamkan meskipun berjarak waktu dan tempat. Ada perjuangan yang harus dilakukan untuk meraih apa yang diinginkan.
Ada juga seorang misterius, Mr. May. Seorang yang tidak mau diketahui nama sebenarnya. Hampir tiap tahun mengirimkan hadiah ulangtahun pada Adia. Hadiah bukan sembarang hadiah. Hadiah yang bagi seorang perempuan, terasa sangat luarbiasa. Selanjutnya rangkain cerita berjalan apik. Aku yang berada di Malioboro, serasa merasakan suasana lain. Karena terhanyut oleh cerita yang disajikan di novel Minaudiere. Novel ini bukan novel biasa, tetapi novel yang luar biasa.
Tulisan Fitri Manalu memang tidak diragukan lagi kualitasnya. Selain buku kumpulan cerpen "Sebut Aku Iblis", karya karya Fitri Manalu juga menghiasi media cetak. Meskipun sibuk bekerja di sebuah instansi pemerintah, tidak mengurangi produktivitas dalam berkarya. Komunitas kompasianer yang tergabung dalam Rumpies The Club selalu dalam pantauan Fitri. Ibu cantik ini, memang tidak diragukan lagi totalitasnya dalam karya fiksi yang ada. Beruntung aku bisa mengenalnya. Meskipun hanya sebatas interaksi di media sosial, kami sudah menjadi sahabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H