Mohon tunggu...
Kens Hady
Kens Hady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Black Dew

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Membuka Pintu Surga di Kota Moskow

21 Juni 2016   14:30 Diperbarui: 21 Juni 2016   14:35 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Go this way, go this way!"

Seorang petugas bandara Domodedovo berteriak tanpa senyum sedikipun.  Aku bersama orang orang yang jelas tidak berwajah Rusia disuruh langsung ke bagian imigrasi. Lagi lagi wajah dingin harus kulihat di depan hidungku persis. Meski ku akui ada bebererapa berwajah arjuna, tapi tetap saja aku merasa tidak nyaman. Setelah selesai, ku menyusuri lobbi.  Dari arah samping sekitar lima orang lelaki mendekatiku.  Menawarkan taksi.

“Nyet Spasiba.” 

Aku menggelengkan kepala tanda menolak sambil terus berjalan. Di Rusia  ini, cara cepat membangkrutkan diri adalah dengan  menerima tawaran taksi di bandara. Begitulah pesan Lyudmilla. Karena mereka biasanya akan  memutar mutar dulu untuk sampai tujuan. Setelah menukarkan uang ke Rubel,  aku mencari  tempat yang menjual simcard.  Untuk mempermudah komunikasi. Selanjutnya aku mencari logo yang menunjukan Kereta Aeroexpres. Beruntung aku membeli tiket secara online sehingga memudahkan aku langsung memasukinya.

Kereta berwarna merah itu membawaku selama 40 menit menuju  Stasiun Besar Paveletskiy.  Selama  di kereta seorang pramugari kereta menawarkan makan dan minum. Tapi aku lebih asyik melihat pemandangan luar.  Langit cerah berwarna biru. Rumah rumah orang Rusia dengan rimbun pohon di dekatnya. Sampai di stasiun,  aku turun dan berjalan pelan menuju mencari pintu keluar. Terlihat orang ramai sekali. Aku menebar pandangan untuk beradaptasi dengan suasana yang baru pertama kali ku lihat. Tiba tiba seorang lelaki, mendekati,

“Assalamu’alaikum..anda butuh guide? Saya bisa bantu anda,” katanya dalam bahasa Rusia.

“Wa’alaikumussalam," jawabku setengah kaget.  Sempat sedikit rasa senang, karena ada seorang muslim yang tentu saja aku berharap dia bisa membantuku. Mungkin dia melihatku memakai kerudung. 

“Mari saya antar anda kemana anda pergi, Sesama muslim akan saya bantu anda."

 Aku sudah bersyukur. Tapi bahasa tubuhnya terlihat gelagat aneh, Tubuh lelaki itu  semakin merapat ke arahku. Wajah tidak menampakan keramahan. Instingku bergerak cepat. Aku berusaha menghindar. Tangannya meraih tas di tanganku.  Menarik kuat, “Nyet!” Aku berkata agak keras. Dia masih saja menarik lebih kuat. Hampir saja tanganku tak kuasa menahan tarikan lelaki itu.

Ne bespokoit' yego! (Jangan ganggu dia)

Sebuah teriakan terdengar dari belakangku. Lelaki yang menarik tasku terlihat marah, menggumamkan makian lalu segera melepaskan tas dari tangannya. Berlari menjauh.Aku yang sudah setengah ketakutan, bersandar pada  tiang yang cukup besar.

‘Anda baik baik saja?”  Tanya lelaki itu dengan bahasa Rusia

“I.. ya saya baik saya saja..” Sebuah mata biru menatap. Ada keramahan di matanya.

"Anda mau kemana? Biar saya antar saja. Di sini memang orang yang mengambil kesempatan pada orang asing yang  terlihat baru kenal kota Moskow. Berhati hatilah."

"Paveletskiy Plaza. Anda tahu?" Aku bertanya dengan masih sedikit gemetar.

"Ohh, deket kok, itu, gedung tinggi di seberang jalan."

"Terima kasih."

Lelaki itu, tampak ramah. Dengan jeans dan kaos ketat.  Terlihat sebuah merek Italy. Terlihat kelasnya. Dari kata teman, Rusia terkenal dengan kelas sosialnya. Dan itu ditunjukan oleh uang ataupun barang barang yang dipakainya. Jadi jangan pernah mengaku menjadi orang Rusia jika anda tidak bisa memakai barang barang brand kelas atas. Bahkan sebagian orang Rusia, tidak mempedulikan income yang dia punya, yang penting dia bisa membeliatau  memesan anggur berkualitas tinggi dengan kepala tegak.

****

Aku menyeruput kopi. Melirik jam tangan, harusnya , Lyudmila sudah sampai di sini.

“Kamu tak akan pernah  mendapatkan senyum dari orang rusia. Karena senyum bagi mereka sangat berarti. Tidak ada senyum basa basi. Jika kamu memaksakan senyum, bersiap saja engkau akan mendapat “ceramah” dari orang yang engkau sapai.” Kata Lyudmila di chating 3 hari yang lalu.

“Lalu kenapa engkau mengundangku, jika di sana hanya ku dapati wajah wajah tanpa senyum?” tanyaku.

“Karena ada sesuatu untukmu. Dan tentunya engkau bukan lagi orang asing bagiku. Segeralah datang..semua akomodasi aku tanggung”

 Hampir satu jam aku menunggu. Melihat orang berlalu lalang. Tidak ada  perempuan yang terlihat kumal. Semua orang seperti hendak pergi ke pesta.

“Kami perempuan Rusia, dan orang Rusia umumnya bagi kami penampilan sangat penting.” Kata Ludmila di kesempatan lain. Memang benar.  Semua yang berjalan melewati tempa aku duduk tampak seperti hendak ke pesta.  Mungkin hanya aku yang keliatan kumal dan lusuh. Makanya kulihat kerlingan beberapa orang yang sepertinya mengejek. Aku merapikan kerudungku dengan mengikat ke leher, agar tidak mengganggu minum kopi.

Seorang perempuan berambung pirang dan berkaki panjang tampak cukup lama menatapku. Wajahnya  familiar.  Dengan balutan sweater warna hitam bercorak sedikit putih, bawahan hitam  sampai batas lutut lalu syal warna warni di lehernya perempuan itu tampak anggun. Pelan dia mendekat. Suara highheelnya terdengar mantap kaki.

“Ayu?”

"Yes, Lyudmilla?"

“Akhirnya kita bisa bertemu. Selamat datang di Rusia. Sekarang mari ikut aku, kita keliling Moskow, "kata Ludmilla dengan bahasa Rusia yang cepat. Tanpa duduk langsung mengajakku pergi. Kebetulan aku juga sudah bosan duduk di situ. Aku mengikuti Lyudwilla, perempuan yang terlihat ideal. Tidak kalah dengan artis papan atas Indonesia. Bahkan bisa ku bilang, lebih cantik. Mobil Mersedes keluaran terbaru tampak dibuka oleh Lyudmilla.

“Kita beberapa hari ke depan akan berkeliling kota Moskow. Agar engkau tahu apa saja yang di dalamnya."

“Untuk inikah aku diundang Lyudmilla?”

“Ohho.. tidak,  Tidak hanya itu. Ada yang lebih special untukmu. Dan aku juga membutuhkanmu."

“Apa yang bisa ku bantu?'

"Nantilah kamu akan tahu. Ayu belum makan bukan? Kita akan ke Bison Steak House.  Di sana enak steaknya."

Sampai di Jalan Michurinskiy , LYudmilla menghentikan mobil tepat di depan restoran. Kamipun masuk ke dalam. Setelah mendapat tempat duduk, Lyudmilla memesan makanan.Sperti di chattingan, Lyudmilla senang sekali bercerita, hingga akhirnya aku bertanya  serius,

“Lyudmilla.. apa yang sebenarnya yang kamu inginkan dariku, sehingga kamupun rela membayar semuanya demi aku bisa sampai sini.”

Lyudmilla tersenyum. " Karena kita akan membuka pintuk surga"

“Pintu surga” aku lipat dahiku. "Tak mengerti. Kita....?  Aku tidak mengeti, Lyudmilla."

“Iya, kita akan membuka pintu surga. Pertama aku, aku ingin dirimu menjadi saksi aku mengucapkan kalimat syahadat nanti. Perbincangan , diskusi kita selama ini, membuka pikiranku, dan akhirnya aku putuskan untuk yakin berada di agama islam. Bukankah artinya itu pintu surga buatku?”

Aku ternganga, tidak kuduga. Hati ini sangat bersyukur, juga merasa tersanjung, Lyudmilla mengundangku ke Rusia ini demi aku bisa menyaksikan dirinya berkalimat syahadat. Mata ini berair terharu.

“Tus apa yang kedua Lyudmilla? “

“Yang kedua adalah dirimu Ayu, surgamu?"

“Bagaimana bisa?”

Aku bingung. Lyudmilla lagi lagi tersenyum." Liatlah ke kanan.”

Aku menoleh cepat. Sosok lelaki yang mirip dengan yang menolongku tadi. Ah, bukan mirip, tapi memang dirinya. “Terus maksudnya surga itu yang bagaimana Lyudmilla?"

“Dia dalah yang selama ini kamu bicarakan di chatt. Dia adalah saudaraku. Seorang muslim.  Bukankah selama ini kalian komunikasi? Hanya saja, kalian belum saling tahu. Dan aku ingin mempertemukan kalian. Dia adalah surga kamu, Ayu, bukankah katamu, surga istri saat berbakti pada suami? Semoga saja dia berjodoh menjadi suamimu. Dia orang baik dan bertanggung jawab. Aku jamin.'

“Tapi..aku bukan sapa sapa..aku orang biasa , bukan seperti kamu dan dia." Aku tergagap kaget.

“Hahaha.. apa karena kamu pikir karena kebanyakan orang Rusia mementingkan harta dalam menilai seseorang? Bagi kami tidak, Ayu. Ukuran kami bukan harta atau kemewahan. Kalaupun kami memakainya, itu kebetulan saja TUhan memberikan kelebihan. Aku sendiri melihat seseorang karena kebaikannya. Dan dia yang di sana juga sama"

Ayu tidak bisa bilang apa apa. Lyudmilla masih saja tersenyum. Selama makan Ayu masih saja terdiam. Serasa tidak percaya. 

“Mari kita keliling kota Moskow"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun