Mohon tunggu...
Kens Hady
Kens Hady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Black Dew

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Catatan Malaikat Untuk Ayah

5 Juni 2016   21:41 Diperbarui: 5 Juni 2016   21:49 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang tua beruban tampak merah berdarah di bagian pelipisnya. Lalu tampak juga sebuah lutut yang lecet bergalur merah. Sebuah catatan tampak di bawah kedua foto yang tertempel di dinding sebuah akun facebook. “ Ayah, hari ini terjatuh.” Di bawahnya tampak tertulis angka yang menunjukan like  pada status tersebut.  Di bawahnya lagi sejumlah komentar mengharu-biru berisi doa dan berbagai ucapan.

Dengan senyum yang menghiasi bibir, Ayah berbaring di ranjangnya sambil salah satu kakinya ditekuk ke atas.  Pelipisnya yang berdarah  sudah tidak lagi merah.  Tadi cukup dilap saja dengan kain lalu dibersihkan dengan air sudah kembali bersih, meski meninggalkan lecet sedikit.  Hati bersorak. Banyak teman-teman di dunia maya yang terlihat masih peduli. Lelaki beruban itu terus asyik membaca satu persatu komentar yang masuk. Sambil beberapa kali masuk ke facebook messenger.  Chatting privasi.

Tidak jauh dari tempat lelaki tua yang disebut Ayah tadi, ada dua sosok tidak terlihat sedang sibuk dengan pena masing-masing

“Hai Atid,  Ente menulis apa tentang si Ayah?” tanya Rokib, sang malaikat pencatat amal kebaikan pada Atid yang mencatat amal keburukan.

“Ane sedang mikir, Ayah ini tadinya udah sanggup datang ke undangan, tapi gara-gara terpleset sedikit  aja, terus nggak jadi.  Padahal hanya lecet saja. Tuh liat dia sedang senyum senyum baca faceboo,” sambil mengetukkan pena pada catatannya sembai berpikir.

“Khan jelas alasannya, tidak datang karena sebuah alesan.” Malaikat Rokib menyahut.

“Masalahnya syar’I kagak?  Lukanya cuma lecet sedikit, dan herannya kok ya dengan lebay dishare di status facebook!” Atid kernyitkan dahi. “Seharusnya sebagai lelaki yang berumur dan matang, dia bisa menempatkan pribadinya sebagai sosok yang bijak, bukan lebay kayak remaja yang butuh perhatian. Apalagi ane kok merasa ada frekuensi ketidakjujuran di hatinya."

“Heh, Atid, Ente diperintahkan menuliskan amal jeleknya saja, apa apa yang di dalam hatinya meskipun niatnya jelek, tidak boleh dicatat selama belum dilaksanain. Biar itu urusan Allah. Kalau ane, memang diperintahkan nulis amal kebaikan, meskipun masih berupa niat tetap ane catet."

Atid memandangi si Ayah, yang masih saja senyum senyum sendiri di keremangan kamar di tengah malam. Ada sebuat getar yang kuat, getar tanda sesuatu yang negatif yang dia rasakan. Tapi bagaimanapun, dia tetap hanya boleh menuliskan perbuatan jelek  yang sudah dilakukan ayah tersebut.

“ Ehm, baiklah aku akan catat yang tampak saja. “ Atid bergumam.

Ayah, sudah tua tapi tidak bisa bersikap dewasa dan bijak,  tidak sadar akan umur.

Rokib yang membaca catatan Atid. Tersenyum. “Nah, itu lebih netral, tidak mengikutkan perasaan pribadi seorang malaikat.”

Atid tersenyum kecut. Lalu kepalanya melongok ke catatan Rokib. “Emang ente  nulis apa tentang dia?" Tampak sebarik tulisan di catatan Rokib.

Ayah selalu menulis status  “Yuk Sholattt Malem” di facebooknya juga di japri.

"Rokib, ente bener nulis itu?"

“Ya benerlah, emang Ayah melakukan hal tersebut khan?”

“Emang dia ikhlas? Ane kok merasa semuanya hanya sebuah modus. Buktinya sudah nyata, dengan begitu dia bisa mendapatkan seorang wanita. Nih di catatan ane sudah ane catat dari dulu." Malaikat Atid protes.

"Duh Atid, ane khan udah bilang, masalah niat jelek, itu urusan Allah. Tugas ane cuma nulis amal  yang kalau itu terlihat baik ya ane catat. Masalah diterima kagaknya, ya biarin besok Allah yang tentukan. Ente nulis apa tentang sholat malam ayah?" Rokib gantian melongok catatn Atid

Atid segera membuka lembaran catatan si Ayah detil dengan hari dan waktunya.

Ngajaksholat malam tapi  ternyatal bermain media sosial. Membodohi anak yang masih hijau dan tidak berpengalaman.

" Ehh Udah, udah eh liat tuh…" seru Atid.

Kedua malaikat itu memandangi si Ayah. Tampak oleh mereka sosok berwujud persis seperti Ayah yang  bolak balik dari sisi kanan, sisi kiri Ayah. Hanya kedua  malaikat itu yang bisa melihat, sedang si Ayah sendiri tidakbisa. Jin Qorin si Ayah.

“Udah jam dua tuh, ayoh tulis lagi status soal sholat, tentu kamu akan semakin banyak fans, dan kamu akan dipandang seorang yang religious. Dengan begitu, meskipun kamu sudah tua,  tetap akan banyak perempuan perempuan mudah bisa terpikat oleh kesantunan dan keshalehanmu.” Jin Qorin membisikkan dengan halus. Dengan lenturnya ia bisa menelusup ke relung hati paling dasar.“Udah, tidak usah mikirn perkataan orang. Nulis status itu juga amal ibadah, mengajak kebaikan. Satu hal yang paling penting bagi manusia adalah nama baik. Maka tulislah status sholat. Biarkan oranglain melihatmu sebagai pribadi sholeh. Masalah kamu jadi sholat apa tidak, itu urusan pribadimua dengan Tuhan."

Ayah termenung sesaat. Sesekali miring ke kanan, sesekali miring ke kiri sambil jemarinya siap menekan tus di layar sentuh.  Dalam bersosialisasi, citra diri adalah hal paling utama, batin Ayah. Selanjutnya dalam hitungan detik  Ayahpun menulis status.

 Sholat malam yuuuukkk

Sebuah senyum kemenangan segera tersungging. Senyum Jin Qorin sambil melirik kea rah malaikat Rokib dan Atid. Dalam keremangan, Malaikat Rokib dan Atid tidak menanggapi senyum  kemenangan jin Qorin. Keduanya lebih sibuk dengan catatannya. Sementara Jin Qorin masih saja sibuk dengan bisikan-bisikan lainya.

"Rokib, ente mau nulis apa?"

"Ayah mengajak sholat  malam," jawab Rokib

“Lho khan tadi khan jelas, dia lakuin itu demi sesuatu, bukan tulus karena ALLAH., Ane mau nulis di catatan keburukan bahwa Ayah telah melakukan perbuatan riya, juga sebuah kemunafikan karena dia menulis tersebut, bukan karena ALLAH, melainkan demi sesuatu.” Lagi lagi Atid protes

Atid, kita kagak usah tengkar masalah gini. Sudah, catat saja apa yang ente anggap melanggar kebaikan dan kepatutan. Biar Allah yang akan  menilai dan memberi keputusan."

Malam semakin merangkak menuju pagi. Malaikat Rokib dan Atid masih saja memperhatikan sosok tua di hadapannya. Juga Jin Qorin yang dalam setiap detiknya membisikkan sesuatu kepada Ayah. Angin berhembus semakin kencang, saat tiba tiba muncul sosok lain di hadapan Malaikat Rokib dan Atid.

"Assalamu’alaikum wahai Rokib, Atid."

"Wa’alaikumussalam  ya Izroil. Ada apa gerangan ente datang ke sini? “ tanya Rokib," apakah sudah waktunya si Ayah?"

“Ane belum dapat surat perintah pencabutan, tapi  ane sudah sedikit mencium sesuatu darinya, sehingga, ane harus selalu datangi dia. Berjaga jaga kalau tiba tiba Allah menerbitkan surat perintahNYA," jawab malaikat Izroil

"Ehmm begitu, tapi ane berharap ente jangan dulu dapat surat tersebut, berilah kesempatan si Ayah untuk memperbaiki catatan amalnya. Ni ane catat dalam dua bulan terakhir, catatannya sangat merah."

“Apa saja catatan merahnya?” tanya Izroil.

“Banyak, tapi untuk merangkumnya, ane tulis  begini: Tidak bisa menjaga niat dan akhlak sebagai seorang ayah yang sebenarnya," kata Atid

Izroil mengangguk-angguk.  Matanya tertuju pada si Ayah. Tiba tiba dari arah atas, sebuah lembaran mirip dengan daun yang tumbuh di langit ke tujuh perlahan melayang di depan Izroil.  Dan Izroilpun menerima daun tersebut. Tampak sebuah tulisan yang biasanya berisi nama seseorang yang harus Izroil datangi. AYAH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun