Mohon tunggu...
Kens Hady
Kens Hady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Black Dew

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Bulan Kolaborasi RTC] Megatruh Cinta

15 April 2016   01:28 Diperbarui: 15 April 2016   01:47 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Je Zee dokument"][/caption]

Rembulan masih tergantung di pucuk rumah, saat sepasang mata menatapku penuh syahdu. Perlahan dia mendekat, lalu duduk di depanku dengan kemben malam yang berwarna transparan. Ku balas tatapannya sebentar lalu ku palingkan wajah ini memandangi  gemintang yang terlihat satu dua di langit hitam.

“Ken, ketika kita berbicara tentang cinta, maka akan seperti mencari ujung sebuah lingkaran. Hampir tidak akan pernah ada titik temu, mana awal, mana akhir, sebab itu aku berhenti bertanya tentang hal-hal yang mungkin mengganggumu. Seperti pertanyaan “Apa kau mencintaiku?”, juga sebab-sebab mengapa engkau mencintaiku”

Suara itu berakhir dengan sebuah genggaman di tangan ini. menggenggam dengan erat. Dengan refleks mata ini menyatu kembali dengan mata itu. Ah, mata itu  semakin meluruhkan kalbu, terlebih saat dia bergerak mendekatkan wajahnya pada wajah ini. Bersama orchestra malam, dia kembali berbisik,

“Tetapi, seperti halnya dirimu, aku pun butuh sebuah penjelasan dari setiap hal yang sering membuatku terjaga, membuka mata meskipun sebenarnya aku lelah, ingin rebah. Iya, terkadang aku pun hampir tidak bisa menahan diriku, ingin bertanya ini itu padamu. Hanya saja, terkadang aku takut, malu, nanti kau mengira aku terburu-buru, grusa-grusu, serba ingin tahu."

Jika ada yang mengatakan cinta adalah reaksi kimia, gabungan feromon, endorfin dan serotonin, mungkin itu benar. Jika ada yang mengatakan cinta itu serumit aljabar, itu mungkin benar juga. Jika ada yang merumuskan cinta dengan gaya, gerak serta medan magnet tertentu, aku rasa itu juga benar.

Semuanya benar ketika berbicara tentang cinta, mereka membuat definisi cinta dari pendekatan yang berbeda. Seorang fisikawan, seorang seniman, hingga seorang laki-laki berkacamata hitam, semuanya memberi pengertian berbeda tentang cinta. Laki-laki berkacamata hitam mengatakan cinta itu buta, padahal ia sendiri sedang membuka mata dan tidak melepas kacamata hitamnya.

Begitu hebat dan luasnya cinta itu, Ken. Hingga setiap orang mempunyai terjemahan sendiri-sendiri, hingga cinta menjadi obsesi. Hingga ada yang memberi nama anak mereka Cinta, hanya untuk benar-benar melihat cinta. Kamu tahu berapa jumlah manusia di bumi ini, Ken? Tidak pernah terhitung, yang mendahului kita, yang masih berupa denyut di dalam perut, semuanya adalah manusia. Yang sudah pasti memiliki terjemahan sendiri-sendiri tentang cinta.

Belum lagi hewan dan tumbuh-tumbuhan. Aku yakin mereka juga mengartikan cinta dengan cara mereka. Buktinya hewan dan tumbuhan juga punya pola hidup yang teratur, bukan ngawur. Luas sekali bukan ketika kita berbicara cinta!? Itu tentang cinta atas sesuatu yang hidup.

Ada pula cinta atas sesuatu yang tidak hidup, pekerjaanmu, kameramu, kenangan, juga masa lalumu. Bukankah itu juga bagian dari cinta? Cinta dengan definisi berbeda, dengan obyek dan sudut pandang berbeda. Lalu, bagaimana cinta menurutmu?

Kembali ku tatap mata itu, mata Je Zee. Semakin indah.  Perlahan jemari ini melepaskan diri dari genggamannya lalu  mengusap pipi wajah laksana bidadari itu.

"Cinta? Jika engkau mencari hakekat cinta, tiadalah kata yang sanggup mengungkapnya. Cinta hanya bisa dirapal dan dirasakan. Cinta adalah aliran darah yang mengalir di setiap nadimu. Dia ada ketika engkau ada. Dia lahir bersama masa. Dan tidak akan mati meski jasad telah terkubur di perut bumi. Dan apakah engkau bertanya, kenapa ku mencintaimu? Diam. Diamlah di situ"

Angin malam mengalir lembut di antara tubuh ini.  Sang rembulanpun tersenyum saat sepasang tangan ini merengkuh tubuh bidadari lalu mengecup keningnya sambil berbisik. "Inilah cinta, yang hanya bisa engkau rasakan bersama degup jantung  dan hembusan nafas. Bukan dengan kata atau ucapan."

Rembulanpun memadamkan cahayanya. Membiarkan para binatang malam menciptakan senandung cinta di antara silhuet silhuet yang bergerak bersama angin malam yang semakin kencang berhembus.

****

Bumi bergoncang tiada terperi. saat ku dengar Abi berteriak, "Zahra, cepat keluar!". Tapi semua tiba tiba gelap dan tubuhku terasa lunglai. Di antara setengah sadar, ku rasakan tubuhku diambil dan didekap sosok kuat yang selama ini menggendongku. Abi. Pelukan itu semakin erat. Membenamkan seluruh tubuhku di dalam dekapan.  Samar ku dengar teriakan orang orang di sekitar. Gempa. Di ujung kesadaranku, ku dengar suara mengaduh dan ucapan pelan kalimah syahadah. Lalu gelap. Entah berapa lama aku dalam dekapan abi, saat ku membuka mata. Aku masih berada di dalam pelukan abi, yang diam tidak bergerak.  Dari kepalanya, bisa kulihat warna merah membasah bercampur reruntuhan rumah yang tiada lagi berdiri.

***

Je Zee berjalan dengan gaun hitam sambil membawa sekeranjang bunga tujuh rupa. Sampai dekat sebuah pohon kemboja, ia bersimpuh. Wajahnya  begitu sendu dan matanya bagai kaca tertimpa sinar sang surya.

"Mas, masih ingatkah dirimu? Tentang apa itu cinta? Sampai kemarin aku masih saja belum mengerti sepenuhnya apa itu cinta. Hingga saat ini. Iya, Saat ini, saat di mana engkau tidak bisa aku peluk, baru aku mengerti apa itu cinta yang engkau maksud. Cinta bukanlah hanya ego untuk memiliki. Tapi cinta lebih pada untuk memberi. Sebagaimana engkau telah berikan semua cinta pada diriku. Tiadalah perlu kata -kata hampa, melainkan mengalirkan rasa pada jiwa dan raga. Mas, tidurlah engkau bersama Sang Pemilik Cinta. Karena Dia juga juga mencinta pada dirimu yang mencintaiku karena Dia. Tunggulah diri ini, bersama buah  cinta kita, Zahra, untuk berkumpul lagi di tanah penuh cinta nan abadi.

 

-----

Event Bulan Kolaborasi RTC  with Je Zee

[caption caption="logo RTC"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun