Ruang publik merupakan elemen vital dari sebuah perkotaan. Suatu ruang di mana terjadi interaksi sosial, ekonomi dan budaya di kawasan perkotaan. Ruang publik bukan semata taman, lapangan ataupun alun alun. Dari rangkuman pendapat berbagai ahli, bisa dijelaskan bahwa ruang publik merupakan ruang tempat bertemu dan berinteraksinya masyarakat baik individu atau kelompok, tanpa ada sekat ataupun diskiriminasi oleh batasan tertentu.
Secara umum ruang publik bisa di bagi dalam 3 kelompok :
1. External Publik Space
Bagian lahan yang berada di antara kepemilikan privat, seperti alun-alun, jalan, taman, parkir, dll.
2. Internal Publik Space
Ruang pada fasilitas-fasilitas umum di mana warga bebas mengakses (Perpustakaan Umum, Museum, Terminal/Stasiun/Pelabuhan/Bandara Umum, dll.
3. External and Internal “Quasi” Publik Space
Ruang publik dengan kepemilikan “privat”. Fasilitas-fasilitas komorsial, kampus, dll. Di sini, pengelola ruang bebas melakukan pengendalian akses dan perilaku.
Dengan perkembangan penduduk yang begitu pesat, mengakibatkan perkembangan kawasan kota juga sangat cepat. Pinggiran kota yang tadinya didominasi oleh bangunan dengan fungsi hunian semata, dengan alasan ekonomis, cepat berubah dengan pembangunan fisik non hunian seperti kampus dan ruko. Bila hal ini tidak dibarengi skenario perubahan yang terencana dari pihak terkait, akan menciptakan permasalahan sosial, ekonomi serta budaya di kemudian hari. Perubahan tatanan fisik erat kaitannya dengan perubahan aktifitas. Jika perubahan aktifitas masyarakat di dalamnya tidak bisa mengimbangi perubahan tatanan fisik yang ada, sangat berpotensi menciptakan ketimpangan adaptasi antara pelaku ( dalam hal ini masyarakat sebagai tatanan sosial) terhadap tatanan ekonomi. Lebih mudahnya akan timbul ketimpangan sosial antara masyarakat yang bisa beradaptasi dengan perubahan tatanan fisik dengan yang tidak. Bila tidak diantispasi, akan menjadi permasalahan yang kompleks di kemudian hari.
Dengan begitu pentingnya ruang publik ini, setiap pihak terkait, terutama pemerintah harus mempunya blue print, bagaimana pengembangan ruang publik di kemudian hari. Harus ada langkah antisipatif, agar perkembangan kota tetap bisa dalam control tata ruang yang ideal. Sebagai pihak yang paling berwenang, pemerintah harus punya visi misi yang jelas dalam hal ruang publik sebuah kota. Jika tidak, maka perkembangan kota yang “liberal” akan menumbuhkan bibit bibit persoalan di kemudian hari.