Di zaman sekarang banyak kasus pencabulan yang terjadi. Mirisnya, korban dari pencabulan adalah anak usia dini. Padahal anak  merupakan jembatan dalam mengupayakan masa depan bangsa dan sebagai generasi penerus bangsa yang cerah. Pencabulan yang dilakukan pada anak akan menimbulkan dampak pada psikologis maupun perkembangan pada anak yang menjadi korban. Dampak dari pencabulan akan terus menjadikan trauma sepanjang hidup, anak tersebut mejadi minder, takut yang berlebihan, dan mental yang terganggu. Pemerintah telah membuat undang-undang dalam mengatur kasus ini, termuat dalam Pasal 418 ayat (1) UU 1/2023 Setiap orang yang melakukan percabulan dengan anak kandung, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik, dipidana penjara paling lama 12 tahun.
Perbuatan cabul merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman yang berat. Namun, pada masyarakat masih banyak yang melakukan hal tersebut. Semakin meningkatnya kejahatan yang dialami oleh anak harus diantisipasi dengan menengakkan hukum secara efektif dan adil. Hakim seharusnya memperhatikan mental dari korban, sehingga dalam keputusan dapat memuaskan keadilan bagi korban dan masyarakat sekitar. Pelaku seharusnya mendapatkan hukuman yang setimpal atas apa yang telah diperbuatnya, sehingga hukum telah ditegakkan dan terciptanya ketertiban dalam masyarakat.
Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada tahun 2022. Jumlah kasus di tahun 2022 mengalami kenaikan dari tahun 2021, yakni 4.162 kasus. Lebih dari 5.000 kenaikan kasus pencabulan yang ada di Indonesia, padahal kenaiakn tersebut masih dalam jangka waktu satu tahun. Hal ini harus menjadi perhatia khusus oleh pemerintah sehingga ditahun-tahun berikutnya mulai berkurangnya kasus pencabulan ini.
Contoh nyata dari kasus pencabulan anak di usia dini yaitu terjadi di Baturetno, Wonogiri. Sebanyak 12 siswi Madrasah di Baturetno menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh gurunya sendiri. Awalmula terkuaknya kasus ini adalah salah satu korban mengadu kepada orang tuanya bahwa telah diperlakukan tidak senonoh oleh pelaku. Kemudian orang tua korban melaporkan hal tersebut pada kepala desa, dan ditemukan fakta tidak hanya satu siswa saja yang menjadi korban. Motif dari pencabulan tersebut yakni dengan mengajari korban di saat jam pelajara berlangsung. Contoh kasus diatas merupakan kejadian yang miris, karena seharusnya guru dijadikan sebagai contoh yang baik oleh siswanya. Namun, pada kenyataannya guru tersebut menjadi seorang yang ditakuti oleh siswanya. Pelaku korban di zaman sekaramg sudah tidak memandang apakah dia berpendidikan atau tidak. Sebab, pada kenyataannya banyak orang berpendidikan yang tetap melakukan tindak asusila. Hal ini dapat dijadikan sebagai peringatan bagi aparat pemerintah untuk lebih gencar dalam mengawasi kegiatan pembelajaran yang ada di Indonesia. Korban mengalami trauma yang dalam, terlebih usianya masih dibawah umur. Peran orang tua sangat dibutuhkan oleh korban. Para korban membutuhkan dukungan baik secara psikis maupun fisik.
Dampak yang ditimbulkan dari pencabulan ini pada korban adalah yang pertama dampak psikologis korban yang mengalami trauma yang mendalam, dapat menganggu fungsi perkembangan otak korban. Kedua dapat menularya Penyakit Menular Seksual (PMS). Pada kasus pencabula yang parah dapat mengalami luka atau kerusakan organ internal. Yang ketiga adanya dampak sosial di masyarakat. Korban pelecehan seksual sering dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Padahal hal tersebut harus dihindari karena korban membutuhkan dukungan dan motivasi oleh lingkungan sekitarnya. Kemudian dampak dari segi fisik yang dialami korban yakni korban akan mengalami sakit kepala, susah tidur, nafsu makan menurun hingga berasa sakit atau nyeri di daerah kemaluan.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak asusila tersebut bisa dilihat dari rendahnya pendidikan pelaku. Seseorang yang memiliki pendidikan rendah cenderung melakukan hal yang tidak pantas untuk dilakukan. Yang kedua yaitu faktor minuman beralkohol. Minuman keras dapat memberikan efek seorang menjadi mabuk atau tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Seorang yang mengkonsumsi minuman keras dapat dengan berani melakukan tindak asusila. Yang ketiga adanya perkembangan teknologi yang pesat. Dampak perkembangan teknologi tidak hanya berdampak postif, namun juga dapat berdampak negatif. Â Perkembangan teknologi terkadang disalahgunakan oleh anak-anak maupun dewasa. Bahkan dengan perkembangan teknologi seperti saat ini dapat memudahkan mengakses situs-situs yang berbau pornografi. Semakin tingginya penyalahgunaan teknologi, semakin tinggi pula tingkat terjadinya tindak asusila yag disebabkan oleh perkembagan dari teknologi. Yang keempat karena faktor ligkungan. Pengaruh yang diberikan dalam lingkungan keluarag maupun sosial dapat menyebabkan perubahan pada diri anak. Misalnya orang tua merupakan pengaruh lingkungan pertama yang didapatkan oleh anak sebelum mengenal lingkungan luar. Keluarga yang baik akan ditiru oleh anak, dan sebaliknya. Apabila seorang anak tumbuh di lingkungan keluarga yang kurang baik, maka anak tersebut akan mengalami trauma dan rentan menjadi korban pelecehan seksual. Kemudian yang terakhir adanya faktor ekonomi . faktor ekonomi dari korban menjadi salah satu faktor penyebab terjadi tindak pidana pencabulan pada anak. Pelaku pencabulan memiliki motif untuk membantu meningkatkan ekonomi korban, sehingga korban menganggap pelaku adalah orang yang baik. Kesempatan diatas dimanfaatkan oleh pelaku untuk dapat melakukan perbuatan cabulnya kepada anak tersebut. Dengan iming-iming uang pelaku dapat dengan mudahnya melakukan aksi pencabulan tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus pecabulan ini diatara lain adalah:
a.Peran dari orang tua sangat dibutuhkan. Orang tua berperan dalam menjalin komunikasi dan kedekatan dengan anak agar terciptanya rasa saling saying antar keluarga, dan tidak ada yang ditutupi. Orag tua dapat melakukan dengan meluagkan waktu untuk bermain atau sekedar mengobrol bersama anak.
b.Memberikan edukasi seksual pada anak. Orang tua turut serta berperan dalam memberikan edukasi seksual pada aak. Tujuanya supaya anak dapat memahami batasan-batasa privasi mengenai tubuhnya sendiri maupun orang lain.
c.Memantau lingkungan sekitar anak. Pada umumnya anak akan mencontoh hal-hal yang dilakukan oleh orang disekitar mereka. Anak juga memiliki rasa ingin tahu dan ingin mencoba hal yang baru.
d.Meningkatkan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
e.Keterlibatan aparat kepolisian dan hukum yang berwenang dalam menangani kasus tindak pelecehan seksual terhadap anak. Sehingga dapat menimbulkan efek jera pada pelaku.
f.Memantau penggunaan  gadget pada anak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H