Mohon tunggu...
Ken Satryowibowo
Ken Satryowibowo Mohon Tunggu... Freelancer - Covid Bukan Canda

Pencari pola. Penyuka sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Politik

12 Hari Menjelang "Sujud Sungkur" Prabowo

5 April 2019   11:58 Diperbarui: 5 April 2019   13:03 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Hatta Rajasa bersama tim pemenangannya bersujud syukur di teras rumah orangtua Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/7/2014). Tim pemenangan pasangan Prabowo-Hatta mengklaim telah unggul berdasarkan hasil hitung cepat dari LSN, IRC, JSI, dan Puskaptis. (KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

Yang termasuk umum disematkan sebagai watak Prabowo adalah pemarah, hipokrit, emosional, pesimis, dan temperamental. Sementara yang masuk dalam klaster narasi yang diingat publik dalah Indonesia bubar, Indonesia punah, elite brengsek, menteri pencetak utang, tampang Boyolali. Sedangkan yang termasuk kategori perilaku adalah tempeleng pengawal, bentak jurnalis, lempar hanphone, tuan tanah, kuda impor, hina tukang ojek, jenderal kardus dan mendukung caleg koruptor.

Yang terkait keraguan pada keislaman Prabowo adalah tidak bisa wudhu, nggak bisa jadi imam shalat, shalat jumat dimana, nggak bisa shalat, nggak bisa ngaji, pernah menggebrak meja ulama, gemar pakai isu SARA dan mendukung Yahudi Israel. Yang terkait keluarga misalnya keggalan berumah tangga, kelamaan menduda, dan anak semata wayang yang disangka LGBT.

Yang dilekatkan sebagai pendukung Prabowo adalah didukung komunitas LGBT, ditunggangi HTI, disokong donatur ISIS, didukung FPI, didukung ratu hoaks, didukung raja bohong, dan dikelilingi pelaku penyebar kebencian. Adapun yang paling epik bagi citra Prabowo adalah dipecat dari TNI dan diyakini sebagai penculik aktivis.

Beragam citra buruk tersebut turut menggiring pemilih pada kesimpulan akhir bahwa Prabowo memang tak pernah layak untuk dipilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun