***
Mengapa gerakan radikal tidak pro Jokowi? Kalau sudah jelas. Pemerintahan petahana tegas dan keras kepada gerakan macam itu. Pembubaran HTI adalah contoh nyata. Bahwa organisasi anti Pancasila dan anti NKRI tak punya tempat di Indonesia.
Maka menjadi mudah dipahami, mengapa HTI 'marah besar' pada Jokowi, meskipun pembubaran organisasi berafiliasi secara global itu disetujui pula oleh parlemen. Menjadi masuk akal pula, tidak mungkin mereka mendukung Jokowi di Pilpres, apalagi paham mereka anti demokrasi.
Lalu mungkinkan gerakan anti demokrasi mendukung Paslon 02? Jawabannya mungkin saja. Apa argumentasinya? Keberadaan AL-Liwa yang diyakini sebagai panji HTI di kampanye Prabowo tersebut, uraian penjelasan guru besar intelijen Hendropriyono, hasil analisis Luhut Pandjaitan, dukungan mobil kampanye Chep Hernawan dan ucapan keramahan jubir BPN di atas.
Setidak-tidaknya, dukungan itu bersifat individu, bukan dukungan resmi organisasi. Sekurang-kurangnya, dukungan itu hanya untuk menunjukkan mereka masih eksis. Bisa pula dukungan itu sebagai simbol 'perlawanan' kepada petahana. Atau mungkin saja lantaran kubu 02 memang lebih ramah pada gerakan mereka.
Apapun tujuan dukungan itu, yang patut dicatat, relasi kubu 02 dan HTI atau gerakan Islam kanan adalah simbiosis mutualisme dalam kepentingan mendulang marjin elektoral. Pada titik ini, bisa dipahami mengapa Paslon 02 lebih diminati HTI ketimbang Paslon 01.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H