Mohon tunggu...
Ken Satryowibowo
Ken Satryowibowo Mohon Tunggu... Freelancer - Covid Bukan Canda

Pencari pola. Penyuka sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

"Teror" Dapur Umum dan Intimidasi Ronda Malam

30 Maret 2019   11:58 Diperbarui: 30 Maret 2019   13:08 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Setali tiga uang dengan ronda malam, instruksi mendirikan dapur umum di dekat TPS saat pemungutan suara merupakan siasat mobilisasi massa dengan dalih mencukupi ransum relawan 02. Apalagi, Prabowo juga secara gamblang menyerukan 'lebaran' di TPS kepada para pendukungnya, dengan membawa ketupat dan menggelar tikar.

Lagi-lagi, mesti dipahami, pemilih yang tidak punya kecenderungan pada Paslon 02 akan merasa kurang nyaman dengan kerumunan massa di dapur umum tersebut. Apalagi pemilih minoritas yang cenderung 'takut' pada setiap mobilisasi politik macam itu.

Boleh jadi, karena keberadaan dapur umum dan 'lebaran' di TPS itu pula, mereka urung ke TPS. Boleh jadi mereka akan lebih memilih tinggal di rumah atau berpiknik ketimbang datang ke tempat pencoblosan. Bila itu terjadi, golput pun bakal menjadi-jadi.

Maka, mobilisasi massa dalam bentuk dapur umum sejatinya adalah wujud pengerasan politik identitas. Sehingga menjadi rawan terhadap distorsi, yang pada titik tertentu bisa berujung pada perseteruan horizontal.

Hal demikian, sekurang-kurangnya, tampak dari 'balasan' dari Banser yang akan juga melakukan mobilisasi massa untuk 'menjaga' TPS. Dengan militansi yang kuat dan personil yang masif, Banser tentu memiliki syarat yang cukup untuk 'melawan' dapur umum 02 dan 'lebaran' di TPS.

Itu sebabnya, sudahilah ambisi mendirikan dapur umum dan gelar tikar di TPS maupun ronda malam. Karena mudhorotnya lebih besar ketimbang manfaatnya. Karena potensi intimidasinya lebih besar daripada kerukunannya. Karena nuansa terornya lebih menonjol dibanding panorama kegembiraan dalam pesta demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun