Dagangan yang Membusuk
Nomor dua. Dagangan kampanye Prabowo yang paling utama adalah narasi ketimpangan dan dominasi asing dalam pengelolaan aset negara. Kedua dagangan itu kini membusuk karena sudah tidak laku.
Debat kedua capres membongkar penguasaan lahan Prabowo sebesar 340 ribu hektar atau lima kali luas Jakarta. Padahal Prabowo kerapkali mengatakan 1% orang kaya menguasai 80% lahan di Indonesia. Dengan demikian, kalimat itu dinilai hipokrit.
Bagaimana mungkin Prabowo leluasa menukar tambah narasi ketimpangan kepemilikan lahan dengan marjin elektoral, sementara dirinya sendiri adalah sang tuan tanah yang boleh jadi menjadi bagian dari 1% orang kaya yang ia kutuk dalam setiap kampanye?
Terkait isu aset strategis dikuasai oleh asing telah dijawab dengan akuisisi saham Freeport sebesar 51%, pengambil-alihan Blok Rokan Hulu, dan penguasaan Blok Mahakam. Maka, akan begitu sulit Prabowo berdagang nasionalisasi aset strategis dalam kampanyenya.
Dagangan berupa isu harga-harga kebutuhan pokok mahal pun bakal sulit dibeli. Karena faktanya, inflasi rendah, di kisaran 3,13 persen. Bagaimana bisa memperdagangkan emosi ibu-ibu rumah tangga ketika kebutuhan dapur mereka aman-aman saja?
Yang juga cukup telak, jual beli isu agama sudah kian jatuh pasarnya. Tuduhan kriminalisasi ulama sudah tak diminati. Tuduhan Capres 01 kurang taat beribadah sudah patah. Justru Capres 02 yang sepekan sekali ditanya shalat Jumat dimana oleh warganet.
Buntut dari anjloknya minat pada dagangan politisasi agama, antara lain tercermin pada acara Munajat 212 yang sepi peserta, tidak lagi menggelegar seperti dulu kala.
Dukungan Setengah Hati
Nomor tiga. Kecuali Gerindra, rasa-rasanya setiap parpol besar tidak diuntungkan kalau Prabowo terpilih. Apa alasannya? Jika Prabowo terpilih, maka 2024 ia akan mencalonkan diri sebagai petahana. Padahal, seluruh parpol ingin, Pilpres 2024 bersih dari kandidat petahana.
Dengan begitu, seluruh parpol sejatinya punya kepentingan yang sama. Yakni memenangkan Jokowi di 2019 karena di 2024 tidak mungkin maju lagi. Hanya jika tahun 2024 bebas dari keberadaan petahana, kader-kader muda calon pemimpin bangsa berada pada garis start yang sama menuju Istana.