Mohon tunggu...
Ken Satryowibowo
Ken Satryowibowo Mohon Tunggu... Freelancer - Covid Bukan Canda

Pencari pola. Penyuka sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Ketika Jokowi Mengusik Narasi Hipokrit Prabowo

21 Februari 2019   14:43 Diperbarui: 22 Februari 2019   11:25 2460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Calon Presiden Nomor Urut 1, Joko Widodo dan Nomor Urut 2, Prabowo Subianto bersalaman usai Debat Kedua Calon Presiden, Pemilihan Umum 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). (Kompas.com/Kristianto Purnomo)

Bukankah setiap calon pemimpin mesti jujur tentang dirinya? Bukankah publik sedang sangat sensitif pada perilaku hipokrit? Bukankah masyarakat lebih mendambakan pemimpin yang tampil sebagaimana aslinya ketimbang naif 24 karat?

Jantung Reputasi

Saya menduga, pelaporan Jokowi ke Bawaslu oleh BPN Prabowo-Sandiaga tidak dilatar-belakangi oleh serangan personal petahana kepada penantang dalam momentum debat kedua Pilpres 2019. Melainkan, karena timses penantang sadar betul, persoalan penguasaan tanah tersebut merupakan jantung reputasi Prabowo, utamanya terkait diskursus ketimpangan yang kadung diperjual-belikan selama ini.

Pelaporan ke Bawaslu itu sedikit banyak dapat dibaca sebagai ikhtiar agar kampanye negatif terkait 'tuan tanah' dapat berhenti dan tidak sampai menggerogoti elektabilitas kontestan kompetitor. Agar label 'feodal pedagang ketimpangan lahan' tidak terus menerus menjadi senjata makan tuan.

Dengan menempatkan capresnya sebagai korban serangan personal, timses berharap mendapatkan simpati masyarakat. Padahal publik juga tahu, playing victims kurang begitu laku di tengah mendidihnya suhu politik saat ini.

Toh, tidak ada aturan yang dilanggar oleh Jokowi karena mengomentari kepemilikan lahan lawan debatnya. Hal demikian telah dikonfirmasi oleh Bawaslu sendiri. Yang dilarang adalah bila salah satu calon atau paslon menyerang lawan debat dengan isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).

Sampai di sini, duduk perkara 'narasi hipokrit sang tuan tanah', rasa-rasanya sudah cukup jelas....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun