Kecuali menyangkut tarif yang dirasakan kemahalan oleh para sopir truk, polemik beroperasinya jalan Tol Trans Jawa juga terkait dengan nasib Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sepanjang jalur pantura. Para pihak yang kritis pada kebijakan infrastruktur tiada henti memperkarakan migrasi arus kendaraan dari jalur pantura ke tol Trans Jawa sebagai biang keladi bangkrutnya usaha rakyat.
Benarkah UMKM jadi jenazah menyusul beroperasinya tol Trans Jawa? Jawabannya bisa bervariasi. Tergantung persepsi dan kepentingan masing-masing. Di bulan-bulan politik sekarang ini, di mata penantang, apa-apa yang menjadi kebijakan petahana, seluruhnya keliru belaka.
Sejauh yang saya catat, belum ada penelitian komprehensif tentang dampak riil bagi usaha kecil di pantura, setelah tol sepanjang 944 kilometer yang membentang dari Merak hingga Pasuruan itu tersambung. Yang ada baru kajian-kajian parsial dan tidak menggambarkan secara utuh.
Maka, mengatakan UMKM di pantura seluruhnya bangkrut jelas mengada-ada. Tapi mengungkapkan tidak ada sama sekali dampak tol ini terhadap usaha kecil di sana juga tidak bijaksana. Itu sebabnya, kehadiran tol Trans Jawa mesti dilihat secara jernih, ilmiah, dan objektif.
Karpet Merah
Bahwa terdapat rumah makan yang tutup atau setidaknya penurunan omzet, itu patut kita periksa secara seksama. Apakah karena terpapar dampak beroperasinya tol Trans Jawa atau karena salah manajemen di internal mereka maupun lantaran sebab lainnya? Pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh riset yang kredibel.
Lantaran baru sebatas klaim dan sulit dipertanggungjawabkan, maka tuduhan tol Trans Jawa menjadi malapetaka bagi UMKM dipastikan keliru. Hingga ada hasil penelitian yang membenarkannya.
Oleh sebab itu, yang lebih prinsip kita telisik adalah, apakah sudah ada antisipasi sistematis ekses tol Trans Jawa bagi UMKM setempat? Merujuk pada perkembangan terakhir, pemerintah telah memberi karpet merah bagi UMKM lokal untuk mejeng di rest area. Tertuang dalam Peraturan Menteri PUPR yang terkait dengan pemanfaatan lahan usaha di area istirahat.
Akses penuh berjualan di rest area adalah solusi jangka pendek. Dalam arti, usaha kecil yang merasa terpapar ekses jalan tol ini dapat langsung ditampung, khususnya di rest area yang dikelola BUMN seperti Jasa Marga, dengan harga sewa sangat murah, sekitar Rp150 ribu per meter per bulan.
Pun Presiden Jokowi sudah sangat jelas memerintahkan jajarannya untuk memprioritaskan akses bagi UMKM. Misalnya, kuliner di rest area harus diisi dengan menu-menu seperti empal gentong, nasi jamblang, sate Tegal, soto Madura, lumpia, telor asin bahkan restoran Padang. Dengan demikian, dalam jangka pendek, UMKM lokal terlindungi.
Jangka Panjang
Sebagaimana disebutkan di awal, bahwa selalu ada ekses dari setiap pembangunan infrastruktur. Karena itu, pemerintah dipastikan telah mengantisipasi seekstrem apapun dampak realisasi tol Trans Jawa.
Alih-alih menjadi jenazah, dalam jangka panjang, bisnis rakyat di pantura justru bakal mendapatkan pasar baru, menyusul relokasi pabrik-pabrik besar dan kecil dari barat ke timur, akibat berkembangnya kawasan industri pasca tersambungnya tol Trans Jawa.
Pabrik-pabrik baru tersebut akan mendorong permintaan dari sisi teknis produksi berupa bahan baku lokal maupun bahan penolong. Kehadiran industri tersebut juga bakal menyerap pekerja setempat. Efek berantai lainnya adalah berkembangnya restoran, warung-warung kecil, kos-kosan, sampai bisnis pulsa. Â
Belum lagi perkembangan kawasan pariwisata yang menciptakan lapangan usaha baru bagi UMKM. Jalan tol membuka akses ke objek pariwisata prioritas maupun destinasi baru yang tengah dikembangkan. Perkembangan sektor pariwisata ini pada gilirannya menjadi insentif bagi usaha penginapan, travel, kuliner hingga bisnis oleh-oleh.
Toh, pemerintah daerah di sepanjang tol Trans Jawa sudah pasti tidak akan membiarkan masyarakatnya dirugikan. Mereka pasti akan berinovasi membuat daerahnya menarik untuk dikunjungi para pengendara.
Ringkasnya, tuduhan oposisi yang menyebutkan tol Trans Jawa bakal mematikan usaha kecil di sepanjang pantura begitu sumir. Sebaliknya, testimoni sejumlah pedagang di area pintu keluar tol justru memastikan, omzet mereka kini melonjak tajam.
Di tengah mendidihnya suhu politik, kritik terhadap pembangunan tol Trans Jawa dari mereka yang terafiliasi dengan Paslon 02 tetaplah pantas untuk didengarkan. Asalkan, berdasarkan data dan argumentasi yang kokoh. Namun sebaliknya, kritik berbasis dusta hanya akan meresahkan masyarakat.
Memelas simpati publik dengan cara menuding pembangunan infrastruktur sebagai biang kerok UMKM bangkrut jelas bakal sia-sia. Karena faktanya, sungguh lebih banyak yang gembira ketimbang nestapa oleh kehadiran Trans Jawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H