Assalamualaikum Wr. Wb,
Apa kabar Ustadz Ba'asyir?
Semoga tetap sehat dan berbahagia
Saya hanyalah warga biasa. Dengan umur yang relatif masih muda. Barangkali seusia salah satu cucu Ustadz Ba'asyir. Sehingga setiap kata yang dirasa kurang sopan dalam surat digital yang saya tulis ini, mohon dapat dimaklumi.
Kemarin malam, pikiran dan tangan saya tiba-tiba tergerak untuk menulis surat ini. Sesaat setelah menyimak program Indonesia Lawyer Club (ILC) yang disiarkan Tvone. Biasanya saya tak minat menonton acara macam itu. Tapi lantaran topik yang diperbincangkan tentang maju-mundurnya pembebasan Ustadz Ba'asyir, mata saya tak sedikit pun beringsut dari layar tv.
Dengan saksama, saya mengikuti acara bergengsi yang menjadi ajang para pakar dan praktisi berduel argumentasi. Di sanalah mata dan telinga saya menangkap pesan begitu gamblang, bahwa tak ada satu pun narasumber yang menolak pembebasan Ustadz.
Lebih dari itu, yang terucap justru dambaan Ustadz segera bebas. Sebagaimana pekan sebelumnya telah diucapkan Presiden Joko Widodo dan Prof. Yusril Ihza Mahendra. Dan, kemanusiaan menjadi alasan utama.
Pun seluruh dunia mafhum, Ustadz telah berusia lanjut, lebih dari 80 tahun, dengan kesehatan yang tampak kurang baik. Rasa kemanusiaan inilah yang membuat Prof. Mahfud MD, Kapolri Tito Karnavian, advokad senior Mahendradata, dan narasumber lainnya mengucapkan narasi seragam: Ustadz Ba'asyir harus segera dibebaskan.
Ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang saya hormati.....
Yang tidak disepakati oleh para narasumber di acara itu hanyalah prosedur pembebasan Ustadz Ba'asyir. Prosedur dengan mengambil opsi pemberian Grasi dirasa sulit ditempuh. Kapolri Tito Karnavian menjelaskan sangat detail alasan Ustadz tak mungkin mau mengakui kesalahan, apalagi minta ampun ke negara.
Opsi pemberian Amnesti juga dirasa sangat pelik karena melibatkan parlemen dan partai politik yang punya beragam kepentingan. Sementara opsi pemindahan Ustadz ke rumah tahanan di Solo dapat tertahan karena fasilitas kesehatan yang kurang mumpuni.
Begitu pula opsi pemberian remisi dalam jumlah besar sekaligus yang terbentur aturan berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang terkait, sebagaimana disampaikan oleh Prof. Mahfud. Demikian halnya penerbitan Perppu untuk mengubah UU Tindak Pidana Terorisme sekaligus mengoreksi aturan di bawahnya juga teramat kompleks untuk dilaksanakan.
Satu-satunya opsi yang sangat mungkin dilakukan, menurut Kapolri Tito dan dipertegas Prof. Mahfud, adalah pembebasan bersyarat. Dua pertiga masa hukuman telah Ustadz jalani. Namun syarat lain seperti program asimilasi, pembinaan deradikalisasi, serta ikrar setia pada Pancasila dan NKRI belum terpenuhi. Seluruh syarat tersebut jelas tercantum dalam aturan hukum di negeri ini.
Maka, pilihannya kini ada di Ustadz Ba'asyir sendiri, apakah bersedia memenuhi sejumlah syarat tersebut atau tidak.
Memang, yang mengemuka dalam perbincangan di forum itu, Ustadz diyakini bakal menolak untuk memenuhi seluruh regulasi pembebasan bersyarat. Publik secara umum juga sudah paham, penolakan tersebut lahir dari pertentangan antara prinsip kebangsaan dengan apa yang Ustadz yakini.
Sesungguhnya, saya tidak paham dengan apa yang Ustadz yakini tentang negara bernama Indonesia. Pandangan Ustadz tentang Pancasila dan NKRI juga bukan urusan saya. Tapi di atas itu semua, saya meyakini, Ustadz Ba'asyir punya kebijaksanaan.
Ustadz Ba'asyir yang saya hormati.....
Presiden Jokowi sangat mengharapkan Ustadz segera keluar dari tahanan. Tampak begitu jelas betapa semangatnya Presiden mengungkapkan alasan kemanusiaan dalam upaya pembebasan Ustadz. Kita semua tahu Pak Jokowi dan Ustadz Ba'asyir sama-sama orang Solo. Sehingga saya tak pernah ragu pada komitmen Pak Jokowi tersebut.
Namun sebagai Presiden, Pak Jokowi mustahil menabrak aturan hukum. Pak Jokowi tidak mungkin grasa-grusu. Pak Jokowi pasti dan akan terus menegakkan konstitusi setegak-tegaknya. Prinsip kesetiaan pada ideologi Pancasila dan tegaknya kedaulatan NKRI adalah final bagi kita semua.
Maka, dengan kerendahan hati, izinkan saya mengusulkan kepada Ustadz Ba'asyir. Bantulah pemerintah untuk membebaskan diri Ustadz dari lapas. Tak ada lain kecuali Ustadz sendiri yang mampu membuka pintu kebebasan. Maka, patuhilah seluruh syarat pembebasan bersyarat sesuai aturan hukum yang berlaku.
Hanya dengan cara itu, pertimbangan kemanusiaan dan tegaknya prinsip kebangsaan dapat berjalan seiring. Makin bertambah usia, makin tak tega saya melihat Ustadz dipenjara. Perasaan yang sama saya yakini juga bersemayam dalam sanubari setiap anak negeri yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan prinsip kebangsaan.
Bahwa apa yang telah dilakukan di masa lalu hingga melukai anak bangsa memang sulit untuk dilupakan. Tapi bagaimana pun kita harus menatap masa depan yang lebih baik. Bagi keluarga, anak dan cucu kita semua.
Marilah pulang ke pangkuan Ibu Pertiwi, Ustadz Ba'asyir. Kita sudah lelah dengan segala jenis sikap saling memusuhi. Mari hidup rukun sebagai sesama anak bangsa......
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H