Tidak kalah menarik dari Prabowo, gaya komunikasi Gibran juga sering disorot media. Emil Dardak selaku juru bicara Gibran mengungkapkan bahwa gibran adalah seorang yang kalem, memiliki kepedulian yang tinggi, dan tidak menyukai berbicara yang panjang sehingga menurutnya gaya komunikasi gibran akan disenangi oleh gen Z karena minim retorika dan tidak bertele-tele. Hal ini bertolak belakang dengan gaya komunikasi Gibran saat menjadi Walikota Solo yang dikritik dengan gaya komunikasi politiknya yang buruk jika dibandingkan dengan Walikota Solo yang menjabat sebelum dirinya. Meskipun demikian menurut E. Rizky Wulandari, S.Sos., M.I.Kom., yang merupakan pakar komunikasi Stikosa AWS dalam keterangannya melalui suarasurabaya.net, Kamis (23/11/2023) bahwa gaya komunikasi Gibran sudah berkembang pesat dibanding saat pertama kali dikenalkan ke publik.
Tidak kalah dari capres dan cawapres sebelumnya, Ganjar Pranowo-Mahfud MD pasangan ini mengenakan pakaian formal seperti kemeja, jas, dan dasi hal ini mencerminkan bahwa memiliki profesionalisme, kredibilitas, dan integritas sebagai pejabat publik. Dari hal tersebut pesan artifaktual yang ingin disampaikan yaitu dapat menimbulkan rasa hormat dan percaya dari pemilih yang menghendaki kepemimpinan yang bersih dan kompeten. Gaya komunikasi mereka jika dilihat dari pidato atau debat di media terlihat lebih tenang dan tidak menggebu-gebu hal tersebut memberikan kesan kepada masyarakat sebagai komunikan bahwa pesan yang ia berikan tidak dibuat-buat dan apa adanya.Â
Sebagai mahasiswa, sudah sepatutnya kita untuk berpikir kritis dalam semua keadaan. Contohnya pada saat ini yaitu bagaimana cara pilpres dan cawapres ini bisa membuat persepsi dengan cara mempengaruhi psikologi kita dari cara mereka berpakaian hingga gaya komunikasi. Secara tidak langsung, kita jadi ga buta-buta banget tentang fenomena politik yang ada ini, apalagi kita sudah masuk di umur yang bisa nentuin pilihan kita sendiri. Selain itu, kita tidak mudah miscommunication karena kita sudah tau hal-hal dasar komunikasi yang para capres gunakan.
Kesimpulan
Dalam konteks Pemilu 2024, pemahaman terhadap psikologi pembawa pesan dan pesan menjadi kunci penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap calon presiden dan wakil presiden. Psikologi komunikator, terkait aspek kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan, serta psikologi pesan, baik verbal maupun nonverbal, berperan besar dalam membentuk opini Pemilih.
Masing-masing pasangan calon seperti Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memiliki gaya komunikasi dan pesan yang berbeda-beda. Penggunaan busana, kosmetik, aksesoris, dan gaya bertutur mencerminkan identitas dan menimbulkan kesan tersendiri bagi pemilih. Strategi ini bertujuan untuk menarik perhatian, membangun kepercayaan dan meraih dukungan pemilih.
Melalui analisis psikologis terhadap pembawa pesan, terlihat pasangan Anies-Muhaimin mengedepankan nilai budaya dan agama, Prabowo-Gibran mengedepankan aspek humanistik dan cepat tanggap, sedangkan Ganjar -Mahfud menunjukkan profesionalisme dan gengsi dalam perannya sebagai panutan pegawai negeri. Gaya komunikasi yang dipilih masing-masing pasangan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat, terutama dalam membangun ikatan emosional dan kepercayaan
Sebagai pemilih yang berpengetahuan, pemahaman menyeluruh tentang psikologi komunikator dan pesannya dapat membantu seseorang mengambil pilihan berdasarkan nilai dan harapan pribadinya. Dengan menggunakan perspektif psikologis, diharapkan masyarakat dapat memahami dinamika komunikasi politik, menghindari pengaruh yang dangkal, dan mengambil keputusan berdasarkan pemahaman yang lebih dalam.
LINK PODCAST YT :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H