Pemilu umum atau yang kerap disebut 'pesta demokrasi' tidak lagi terdengar asing di telinga kita, disebut demikian karena merupakan momentum dimana seluruh lapisan masyarakat secara serentak berlomba-lomba memiliki kebebasan memilih calon-calon pemimpin yang paling  mereka percayai sehingga mampu mewakilkan suara mereka dalam ranah pemerintahan kelak.Â
Pada tahun 2024 yang akan mendatang, pemilu umum akan kembali digelar untuk menentukan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan memimpin negara ini selama 5 tahun kemudian sehingga bisa dikatakan bahwa nasib negara ini terletak pada tangan rakyatnya sendiri. Oleh karena itu, sudut pandang ilmu psikologi berupa psikologi komunikator dan pesan berperan penting untuk dapat membantu masyarakat untuk meyakinkan pilihan mereka.
Psikologi merupakan studi ilmiah mengenai perilaku dan proses mental (psychology is the scientific study of behavior and mental process) (Papalia & Olds, 1985; Weber, 1992). Dapat dikatakan bahwa psikologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari pemikiran dan perilaku manusia yang dapat dijadikan objek pengamatan, hal tersebut juga meliputi proses mental yang terbentuk dalam diri seseorang.Â
Dengan demikian, psikologi komunikator dan psikologi pesan pada capres dan cawapres adalah sudut pandang ilmu psikologi yang digunakan untuk mengungkap proses seseorang yang berperan memberikan pesan (komunikator) yaitu para capres dan cawapres memiliki efek seperti mempengaruhi penerima pesan (komunikan) yaitu pemilih dari segi pemikiran, perilaku dan perasaannya.Â
Pada umumnya efek yang diberikan akan membantu capres dan cawapres menggerakkan hati dan membangun kesan positif yang membantunya menjalin hubungan baik berlandaskan emosional dan kepercayaan dengan para pemilihnya.
Memanfaatkan unsur psikologis pemilih sangat umum digunakan dalam proses kampanye untuk menarik perhatian, menarik kepercayaan, dan mengamankan pilihan para pendukung.Â
Sama halnya seperti komunikator yang bertugas menyampaikan pesan, capres dan cawapres juga menyampaikan pesan kepada para pemilihnya berupa visi misi, komunikasi verbal dan nonverbal untuk membangun identitas pasangan calon pemimpin yang memiliki nilai-nilai positif dengan gaya komunikasi yang menjanjikan.Â
Menurut data yang diperoleh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdapat Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Jumlah DPT tersebut akan menjadi sasaran utama dari psikologi komunikator dan psikologi pesan para capres dan cawapres.Â
Sebagai pemilih yang bijak sudah seharusnya lebih mengenal lebih lanjut pasangan capres dan cawapres pilihan mereka, yaitu pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Setiap pasangan memiliki ciri khasnya tersendiri dalam berkomunikasi dengan masyarakat luas, komunikasi sendiri memiliki keterkaitan erat dengan psikologis sehingga penggunaan pendekatan psikologi komunikasi menjadi strategi yang tepat untuk mengenali capres dan cawapres secara mendalam sehingga tidak akan terbesit rasa penyesalan setelah menetapkan pilihan kita nantinya. Dengan demikian, pendekatan ini diharapkan mampu membantu memahami dinamika para capres dan cawapres dalam melakukan komunikasi politik untuk membangun pendapat masyarakat luas dan memenangkan pemilu melalui perolehan suara yang diraih secara real-time.Â
Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan
Psikologi komunikator artinya ketika ketika seseorang komunikator berkomunikasi dengan komunikan yang berpengaruh tidak hanya pada yang ia katakan, tetapi juga memerlukan "penampilan" (Riswandi, 2013), yang berarti jika seseorang menyampaikan pesan di depan umum bukan hanya perkataan saja yang menjadi perhatian dari audiens saja tetapi gestur tubuh, cara berpakaian dan gaya bicara menjadi penentu audience menerima pesan tersebut.Â