Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

Stop Persekusi, Jaga Keberagaman

3 Desember 2018   14:54 Diperbarui: 3 Desember 2018   15:05 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekerasan atas nama agama berpuncak pada pertengahan tahun 2018 kemarin. Hal ini merupakan catatan hitam mengenai kondisi berbangsa dan bernegara. Televisi, ataupun Media Sosial, dipenuhi dengan gambaran secara gegap gempita, kelompok massa berhadapan dengan kelompok massa lainnya. Ada yang membawa golok ke bandara, ada penganjur agama yang diusir, dan masih banyak persekusi dilakukan di atas segala perbedaan. 

Tidak ada yang menyatukan Indonesia kecuali Islam. Dan tidak ada yang memecah belah kecuali Islam. Barangkali kondisi ini bisa mewakili kondisi umat Islam dulu dan kini. Belum lagi kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, yang memungkinkan terjadinya ketegangan atau gesekan antara satu dan lainnya. Disitulah letak sesungguhnya negara untuk mencari solusi yang damai dan tentram. Negara harus berasaskan hukum yang tertinggi yakni konstitusi.

Jika demokrasi dimengerti sebagai suara terbanyak yang menang, maka mayoritas akan merasa selalu benar, dan harus dibenarkan. Tidak boleh demokrasi itu diartikan hanya suara mayoritas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang beragam ini, konstitusi memberikan amanah untuk melindungi segenap bangsa dan suluruh tumpah darah Indonesia.

Dalam kacamata hukum, yang boleh dibatasi adalah eksrepsi dan manifestasi. Bukan malah keyakinan, teologi, ataupun ajaran. Meskipun pembatasan itu berlaku, itupun juga harus menggunakan instrumen hukum, yakni penetapan melalui undang-undang. Atau dalam bentuk sederhana, pembatasan dapat ditempuh melalui surat edaran atau fatwa. Bukan pembubaran paksa, aksi protes, ataupun persekusi.

Rekomendasi atau pendapat kelompok mayoritas tidak dapat digunakan sebagai sumber hukum. Lembaga keagamaan sekalipun bukan bagian dari struktur kenegaraan. Itu artinya, yang berhak membatasi ataupun melarang atau mencekal suatu kelompok yang dipandang berbeda, itu ada di tangan pemerintah. Artinya, pemerintah harus melakukan langkah-langkah strategis.

Pertama, pemerintah perlu memasukkan pendidikan multikulturalisme atau keberagaman dalam pendidikan dasar sampai tinggi. Kedua, supremasi hukum harus dijunjung tinggi. 

Pemerintah tidak boleh tunduk kepada kelompok atau milisi agama, meskipun itu kelompok mayoritas sekalipun. Ketiga, aparat kepolisian harus bertindak netral dan aktif. Tanpa diskriminasi terhadap individu atau kelompok tertentu. Aparat penegak hukum harus memberikan kepastian hukum terhadap setiap tindak kekerasan. 

Terakhir, perlu dibentuk konsep harmonisasi dalam kehidupan beragama yang mempunyai efek terminimalisasi kekerasan dan terwujudnya kenyamanan. Hingga pada akhirnya, negara harus berprinsip. Negara tidak bisa disetir atas nama dominasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun