Mohon tunggu...
Ken Hirai
Ken Hirai Mohon Tunggu... profesional -

JIKA DIAM SAAT AGAMAMU DIHINA, GANTILAH BAJUMU DENGAN KAIN KAFAN. JIKA "GHIRAH" TELAH HILANG DARI HATI GANTINYA HANYA KAIN KAFAN 3 LAPIS, SEBAB KEHILANGAN "GHIRAH" SAMA DENGAN MATI (-BUYA HAMKA-)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pelangi Di Langit Ka'bah

2 Juni 2012   10:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ringtones mission impossible terdengar nyaring dari hp jadulku, ketika aku baru saja selesai rapat dengan Direktur sebuah rumah sakit di Jakarta. Rapat maraton yang sangat melelahkan untuk membahas "sustained transmission" flu burung yang sudah ditetapkan menjadi KLB di Indonesia. Karena terlalu lelah, aku pun membiarkan mission impossible ku terus berbunyi. Hingga akhirnya sebuah sms dari Pak Nurul masuk ke hp jadulku tersebut. Ku buka sms tersebut dan isinya cukup mengejutkanku.

"Selamat Boss, niat anda untuk pergi haji segera terealisasi, informasi lengkapnya silakan buka email", tulis Pak Nurul dalam sms tersebut.

"Hah...pergi haji?" gumamku dalam hati penuh dengan tanda tanya.

Aku masih belum mengerti maksud sms dari Pak Nurul tersebut. Maklum, aku belum pernah mendaftar untuk menunaikan rukun Islam yang kelima tersebut. Tapi untuk memuaskan rasa penasaranku, aku pun segera membuka email dari hp jadulku tersebut. Ku lihat ada satu email dari sebuah nama asing dalam inbox ku. Ku buka email tersebut masih dengan rasa penasaran.

Hingga akhirnya aku tersenyum sendiri, kini aku baru paham maksud sms dari Pak Nurul. Ya, aku bersama Pak Nurul dan Pak Kresna dari ITB diminta oleh sebuah perguruan tinggi di Arab Saudi untuk bergabung dengan para peneliti dunia agar berpartisipasi membangun Arab Saudi lewat ilmu pengetahuan. Dalam email tersebut juga dijelaskan bahwa perguruan tinggi tersebut mempunya program untuk mendatangkan para peraih nobel dunia untuk mengakselerasi pembangunan ilmu pengetahuan di arab Saudi.

"Hmmmm...sungguh tawaran yang menarik!" gumamku dalam hati. Tapi aku ragu apakah atasanku akan mengijinkan diriku bergabung dengan para peraih nobel dunia.

Dalam keraguanku tiba-tiba muncul bayangan kekejaman dan ketidakadilan yang dialami oleh beberapa TKW yang bekerja di luar negeri. Seringnya pemberitaan di dalam negeri yang mengulas tentang ketidakadilan yang dialami oleh beberapa TKW di Malaysia, Hongkong dan Arab Saudi, membuatku sering bertanya pada dirinku sendiri, begitu burukkah perlakuan yang diterima oleh para TKW yang mengadu nasib demi sesuap nasi. Begitu kejamkah manusia-manusia yang katanya berperadaban tinggi di negeri-negeri kaya warisan para nabi ini, sehingga demikian tega berlaku kejam pada para TKW hingga mereka pulang bukannya membawa sejumlah uang untuk keluarga, namun pulang dalam balutan luka di sekujur tubuhnya. Bahkan ada TKW yang bernasib tragis yang pulang dalam peti mati dari bahan kayu murahan.

Lamunan ku semakin dalam. Aku mencoba menerka dan menafsirkan makna puisi ”Negeri Para Bedebah” karya Adhie Masardi.

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah, bogem mentah dan peti jenazah

Dalam lamunanku, aku terus bertanya dalam hatiku. Jauh dalam lubuk hatiku, ingin rasanya aku menggugat sikap pemerintah yang seakan diam seribu bahasa ketika menyaksikan para pahlawan devisa diperlakukan tidak adil di negeri orang.

Dalam lamunanku aku pun menggugat, "Mengapa banyaknya kasus ketidakadilan terhadap TKW yang terus berlangsung ini belum juga mampu membangunkan rasa kemanusiaan pimpinan negeri ini?"

“Terbuat dari apakah hati dan nurani pimpinan negeri ini?"

"Atau mungkinkah para pemimpin negeri ini telah menjadi mayat hidup?”

B E R S A M B U N G...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun