Mohon tunggu...
Kencana Agung
Kencana Agung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya merupakan mahasiswa Ilmu Sejarah di Universitas Sumatera Utara. Menjabat Sebagai Ketua Umum KOMPAS USU (Korps Mahasiswa Pencinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup) periode 2024

Hobi saya adalah membaca dan berpetualang di alam bebas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan Dalam Gejolak Revolusi Indonesia

24 Mei 2024   13:00 Diperbarui: 24 Mei 2024   13:04 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal perjuangan Tan Malaka dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dimulai ketika ia terilhami dengan aksi herois segenap masyarakat Surabaya yang bertempur melawan sekutu pada  akhir tahun 1945. Berangkat dari peristiwa itu Tan Malaka bercita-cita untuk menyatukan seluruh elemen kekuatan yang saling bersebrangan dan terpecah-pecah seperti tentara, laskar, partai, organisasi agama menjadi satu didalam satu organisasi, satu tujuan, dan satu kepentingan. Awal tahun 1946 mimpi tan malaka akhirnya terwujud, ia berhasil menggalang 138 organisasi yang terdiri dari laskar rakyat, tentara, partai politik dan masih banyak organisasi kelaskaran lainnya yang hadir dalam kongres perdana persatuan perjuangan di purwekorto. Kongres perdana ini secara resmi menyatakan berdirinya persatuan perjuangan dengan tujuan dapat mengambil alih kepemimpinan revolusi indonesia.  Tan Malaka menawarkan minimum program yang akan dipelajari selama sepuluh hari kedepan menjelang diadakannya kongres kedua pada 15-16 januari 1946. dalam kongres perdana tersebut Jendral Besar Soedirman turut menghadiri kongres sebagai bentuk dukungannya terhadap persatuan perjuangan. 

Menindaklanjuti kongres pertama, kemudian kongres kedua diadakan kembali di solo pada 15-16  Januari 1946.  Kongres kedua ini mendapatkan dukungan yang sangat besar dari rakyat terbukti dengan lebih banyaknya peserta kongres dengan total 141 organisasi yang hadir. Tujuh butir minimum program yang telah ditawarkan dan dipelajari dikongres sebelumnya  akhirnya direvisi dan disepakati oleh anggota kongres. Tujuh butir minimum program tersebut yaitu:

  1. Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%. 

  1. Pemerintahan rakyat (dalam arti sesuainya haluan pemerintahan dengan kemauan rakyat).

  2. Tentara rakyat (dalam arti sesuainya haluan tentara dengan kemauan rakyat). 

  3. Melucuti tentara Jepang. 

  4. Mengurus tawanan bangsa Eropa

  5. Menyita dan menyelenggarakan pertanian musuh (ke- bun).

  6. Menyita dan menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang, dan lain-lain).

Kondisi negara sedang dalam suasana haru akan kemerdekaan, tetapi disatu sisi ancaman dari pihak sekutu menghantui bangsa Indonesia. Dalam posisi seperti itu Pemerintah melalui perdana mentri Syahrir malah berunding dengan pihak penjajah, hal inilah yang membuat tan malaka geram dan memilih mengangkat senjata untuk mendapatkan kemerdekaan indonesia yang utuh. Tetapi dengan adanya rivalitas dari pihak pemerintah yang memilih jalan perjuangan melalui  diplomasi menjadikan alam revolusi indonesia lebih berwarna. 

27 Januari 1946 kongres persatuan perjuangan yang ketiga diadakan kembali di Solo.  Momen kongres ini menjadi penting karena menjadi titik awal peran politik  dari persatuan perjuangan dalam perjuangan mendapatkan kemerdekaan seutuhnya dari belenggu penjajahan. Persatuan perjuangan tetap konsisten tidak akan masuk kedalam pemerintahan dan tetap berdiri tegak di atas gagasan merdeka 100%  dan minimum program.

17 Februari 1946  bertepatan dengan umur  Negara Indonesia yang baru berumur enam bulan, Persatuan Perjuangan melakuakan demontrasi di seluruh indonesia dengan tuntutan kemerdekaan 100% serta terlaksananya minimum program persatuan perjuangan. Bunyi dari tuntutan demonstrasi tersebut yaitu menuntut  keras agar terlaksananya:

  1. Isi Minimum Progam (7 Pasal). 

  1. Penarikan Tentara Inggris-NICA dari Indonesia. 

  2. Lenyapnya Pengadilan dan Polisi Internasional dari Indonesia. 

  3. Kembalinya Pemuda dan Gadis Indonesia yang ditawan oleh Belanda dan Inggris. 

  4. Membatalkan perundingan dengan Kerr dan Van Mook, sebelum syarat-syarat atas pengakuan Indonesia Merdeka 100% (secara Internasional) diperoleh.

17 Maret 1946 menjadi titik kemunduran dari persatuan perjuangan. Dalam kongres keempat di madiun ini Tan Malaka serta beberapa tokoh lainnya seperti Soekarni, Abikusno, Mohammad Yamin, Sukarni, Sayuti Melik, dan Chaerul Shaleh ditangkap atas perintah perdana menteri Syahrir karena sudah terlalu lama menjadi penghalang bagi politik diplomasi pemerintah. Sebulan kemudian sisa-sisa dari simpatisan perjuangan mengadakan rapat dengan menghasilkan mosi yang intinya memepertanyakan tindakan pemerintah atas penangkapan para pemimpin persatuan perjuangan. Sekitar bulan juni 1946 para pendukung persatuan perjuangan dan Tan Malaka yang dimotori oleh Mohammad Yamin dan Adam Malik menangkap Sutan Syahrir dengan tujuan agar pemeritah dalam hal ini Presiden Soekarno segera mengadopsi cita-cita persatuan perjuangan yaitu merdeka 100% dengan minimum programnya. Tanggal 3 Juli 1946 perseteruan semakin memanas, dalam hal ini tentara turut terlibat menuntut agar membebaskan para tahanan yang terlibat pada bulan juni dan membubarkan kabinet Syahrir. Pemerintah justru malah menyalahkan Tan Malaka yang sedang mendekam di penjara atas tuduhan upaya kudeta terhadap pemerintah. Tan Malaka mendekam di penjara tanpa pernah diadili hingga dua tahun kemudian. Selama mendekam dua tahun di penjara Tan Malaka menulis otobiografinya yang berjudul dari penjara ke penjara.

Sumber:

Artono, Rohman A. 2017.  "Peran Persatuan Perjuangan Dalam Revolusi Indonesia Tahun 1946". Avatara E-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, 2017.

Poeze, H. A. 2008. Tan Malaka, Gerakan Kiri, Dan Revolusi Indonesia Jilid I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008

Rambe, Safrizal. 2013. Pemikiran Politk Tan Malaka Kajian Terhadap perjuangan Sang kiri Nasionalis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ricklefs, M. C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun