Mohon tunggu...
Absah
Absah Mohon Tunggu... -

Mampir ngguyu...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesalahan Fatal di Survei Prof Thabrany tentang Rokok 50 Ribu

30 Agustus 2016   12:58 Diperbarui: 30 Agustus 2016   16:07 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image result for kompas.com tribunnews miskin kuno merokok

Justru nanti akan muncul peluang baru para pedagang eceran tembakau, dan produk petani bisa langsung dijajakan pengecer kepada konsumen rokok, memangkas rantai distribusi nasional peredaran rokok-tembakau. Petani tembakau akan semakin bergairah.

Yang tidak mampu membeli tembakau, bisa mengumpulkan tekik, tegesan, puntung rokok. Jaman dulu kan ada profesi pemungut puntung rokok. Itu bukan pencinta gerakan kebersihan atau semacam gerakan pembersih paku ranjau jalan raya. Mereka mengumpulkan sisa-sisa tembakau untuk dijual kembali sebagai tembakau.

Yang tidak sempat mencari puntung rokok karena malu atau karena tak mampu, bisa merokok seadanya dari segala macam bahan di lingkungan sekitarnya. Ingat bagaimana dulu anak-anak merokok gabus ketela, atau akar uwi, atau rambut jagung dibungkus klobotnya.

Kembali ke judul : Kesalahan Fatal di Survei Prof Thabrany, yang ternyata bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tidak ada kesalahannya. Lalu di siapa, dan dimana kesalahan fatalnya?

Kesalahan fatalnya ada pada khalayak penerima hasil survei itu, yang salah persepsi menangkap maksud survei. Bukankah secara umum masyarakat menangkap hasil survei Prof Thabrany itu menunjukkan bahwa dengan harga rokok sebungkus 50 ribu konsumsi rokok akan menurun ? 

Yang diartikan oleh kelompok dunia kesehatan sebagai momen peningkatan kesehatan masyarakat, penurunan sumber penyakit dan jumlah orang sakit akibat rokok serta penurunan biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh negara dan oleh masyarakat sendiri. 

Dan diartikan oleh semua pihak yang terlibat dalam ekonomi tembakau sebagai ancaman penurunan penghasilan sampai ancaman kematian usaha dan sumber kehidupan mereka.

Apalagi masyarakat Indonesia yang hobi dengan salah persepsi, pemlintiran berita, penggorengan data dan pemutarbalikan pernyataan para tokoh yang berseberangan. Dalam kasus rokok 50 ribu ini, yang hanya suatu paparan hasil penelitian, oleh sebagian masyarakat telah ditangkap sebagai kebijakan resmi yang akan segera diterapkan pemerintah. Para penjual rokok, petani tembakau menjadi resah, para konsumen ada yang memborong rokok untuk stok pribadi.

Jangan salahkan masyarakat yang salah persepsi dengan hasil survei harga rokok 50 ribu ini. Pelaku penelitian, Prof Thabrany sendiri mengaitkan hasil surveinya dengan penyakit, disabilitas dan kematian akibat rokok, lalu penurunan konsumsi rokok,

Jadi Prof Thabrani dari UI mengaitkan penelitian lewat kacamata sempitnya, dengan suatu masalah kompleks, penurunan konsumsi rokok. Sedangkan air bah yang tak punya logika bisa mencari jalannya sendiri menuju laut saat sungai, selokan, dan saluran air lain bampet. 

Hawa nafsu merokok dari orang-orang Indonesia yang kreatif akan dengan mudah menemukan cara untuk tetap melanjutkan pemuasan rokoknya. Bahkan mungkin nanti malah dengan lebih murah, meriah, dengan nuansa dan suasana baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun