Mohon tunggu...
Absah
Absah Mohon Tunggu... -

Mampir ngguyu...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keberuntungan Punya Anak Gadis Cantik

9 April 2015   12:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beruntung atau celaka, akibat dari suatu keadaan, siapa yang tahu? Punya anak gadis yang cantik, bisa menjadi keberuntungan, bisa pula menjadi sebab celaka. Celaka itu tidak enak, negatif. Lebih baik bicarakan yang enak-enak saja, seperti tentang keberuntungan.

Di kehidupan pedesaan kadang terjadi, suatu keluarga miskin dengan orang tua berparas biasa saja, memiliki anak gadis yang cantik. Lumayan cantik sehingga menjadi kembang dusun. Memang cantik sehingga menjadi kembang desa. Sangat cantik sehingga menjadi kembang kecamatan. Luar biasa cantik, wanginya akan semerbak sampai ke kadipaten hingga ke keraton kerajaan.

Bagi orangtua yang papa, telah tekun dan rajin bekerja berusaha, rejeki hanya seadanya, memiliki anak gadis yang cantik menjadi suatu keberuntungan. Keberuntungan yang bisa menjadi sebab datangnya rejeki kekayaan, naiknya derajad dan pangkat status sosial.

Memiliki anak cantik seketika langsung beruntung. Kebahagiaan seketika dirasakan orang tua. Anak beranjak perawan, anak pak juragan, anak pak Carik, anak pak Lurah, anak pak Camat ikut-ikutan merasa bahagia dan ikut-ikutan menggapai peruntungan untuk menyunting si gadis.

Bahkan sering pula terjadi, para anak rebutan bersaing pula dengan para bapaknya yang juragan, Carik, Lurah maupun Camat. Dan mereka semua menjadi tidak beruntung ketika semerbak wangi si gadis telah terendus penghuni keraton. Sluman slumun Kanjeng Sinuhun akan berkunjung incognito memetik sang bunga desa.

Ketika si gadis disunting menjadi mantu Pak Lurah, maka keluarga miskin harta, derajad pangkat ini terangkat mengikuti anak gadisnya. Bagi orang desa yang miskin lagi tidak berpendidikan, lumrah bila yang didamba adalah kemuliaan hidup berupa kekayaan harta benda, dan penghormatan dari para tetangga.

Meski ada pula orang tua yang tidak mengharapkan dan memanfaatkan anak gadisnya yang cantik. Tapi tetap saja sebagai orang tua sangat menginginkan kebaikan, kemulyaan dan kebahagiaan bagi anak gadisnya. Dan ketika semua keinginan itu di luar kekuatan tangannya, betapa sedih dirasakan orang tua.

Seorang bapak tentu akan selalu kepikiran, telah dititipi Tuhan seorang anak yang begitu cantik, layaknya putri para ningrat, sedangkan dia yang tak berpunya tidak dapat menyediakan bagi anaknya yang selayaknya. Maka saat anaknya akhirnya disunting oleh anak Pak Lurah atau orang berpangkat lainnya, rasa bahagia atas keberuntungan yang besar adalah yang utama. Sedangkan kemulyaan, harta benda dan lainnya itu hanya rentetan yang mengikuti.

Petani miskin di desa adalah contoh gambaran orang biasa, rakyat jelata, dijajarkan kepada sisi lain orang tidak biasa seperti para ningrat, orang kaya dan para pejabat berpangkat. Gambaran rakyat biasa yang lain, misal yang tinggal di perkotaan adalah orang biasa yang hanya buruh, karyawan biasa, pegawai rendahan, atau misalnya hanya seorang bakul penjual pecel lele.

Ketika orang biasa yang misalnya hanya seorang penjual makanan pecel lele atau ayam goreng, dan memiliki seorang anak gadis cantik, lalu anaknya disunting oleh anak pejabat berpangkat, bukan Lurah, bukan Camat, bukan Bupati Walikota, bukan Gubernur. Tapi disunting oleh anak Presiden! Presiden yang sedang menjabat. Ini sungguh suatu keberuntungan yang luar biasa.

Penjual ayam goreng yang rumah tinggalnya saja masih mengontrak di suatu kota 'kecil', anaknya disunting oleh anak Presiden!. Ahh.. yang bohong... Seperti cerita Cinderella saja. Sedangkan Cinderella saja hanya ada di cerita.

Apalagi anak Presiden yang akan menyunting anak gadisnya ini adalah seorang pemuda yang 'tampan'. Orang banyak mengenal anak pejabat atau orang kaya yang tampan, berandalan, ugal-ugalan, pengkonsumsi obat-obatan, penggemar dunia malam, berfoya-foya dan main perempuan.

Sedangkan anak Presiden ini sama sekali tidak tampan seperti itu, tapi 'tampan' yang akan disukai oleh setiap orang tua. Seorang pemuda berperawakan sederhana, berparas sederhana, bergaya sederhana, berbicara sederhana, bersikap sederhana, bermatapencaharian sederhana pula. Anak dari seorang Presiden yang juga sederhana yang dicintai oleh rakyatnya yang sederhana.

Entah bagaimana yang dirasakan bapak si gadis beruntung ini setiap hari? Dadanya tentu serasa meledak oleh kebahagiaan mendapatkan keberuntungan di atas keberuntungan. Kebahagiaan yang tidak muncul terasa sewaktu-waktu, tetapi kebahagiaan yang menyelubungi tubuhnya setiap waktu. Tentu basah bibirnya tak henti mengucapkan syukur kepada Tuhan.

Meski dagangan ayam gorengnya tak ada yang laku hari ini, ia akan tetap tersenyum bahagia. Andai tidak ada lagi uang untuk membayar rumah kontrakannya, ia akan tetap tersenyum bahagia. Apalagi yang lebih membahagiakan seorang bapak, ketika dia tahu anak gadisnya yang cantik dan baik, akan memenuhi takdirnya, sebagai seorang mantu Presiden.

Seringkali dalam acara pernikahan, seorang bapak terbata-bata berbicara dan berurai air mata mengijabkan anak gadisnya. Kebahagiaan seorang bapak melepas anak gadisnya, yang membuat segenap bapak-bapak tamu yang hadir harus berusaha keras menahan air matanya yang ingin ikut mbrebes mili.

Maka tidak terbayangkan apakah nanti si bapak penjual ayam goreng ini mampu berkata-kata saat menikahkan anak gadisnya dengan anak Pak Presiden? Mungkin di acara ijab si bapak akan nggeblak dan pingsan. Pulung keberuntungan yang diterimanya adalah dalam tingkatan yang  tertinggi. Anak gadisnya disunting anak sang Raja yang sedang bertahta, yang dia ketahui baik, bijaksana dan sederhana.

Tulisan ini keluar dari satu perspektif sempit seorang rakyat biasa, dengan kerangka pikir dan budaya desa di Jawa. Orang desa yang juga ayah dari seorang gadis cantik, cahaya mata penghias hati ayahnya. Bisa jadi tulisan ini dinilai tidak benar, atau mungkin lucu di mata orang lain.

Hehehe... itu bapak penjual ayam goreng kok ya bisa seberuntung itu. Sebagai sesama seorang bapak, tak kenal, tak kecipratan, bisa ikut merasakan kebahagiaannya.

Padahal biasanya saat membaca tulisan inspiratif yang membuat mbrebes mili. Lha kok ini menulis sendiri, bisa ngempet mbrebes mili juga, haahahahaha.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun