Bank Indonesia boleh disebut telah mengambil langkah yang agresif, sepanjang tahun ini telah menaikkan suku bunga 100 basis poin. Kenaikan itu semakin menekan dunia usaha karena akan diikuti kenaikan suku bunga kredit.
Dalam kondisi seperti ini, bank akan lebih selektif memberikan kredit dan masyarakat lebih senang menyimpan uang di bank karena bunga tinggi dari pada membelanjakanya.
Diperkirakan, The Fed belum akan menaikan  acuan suku bunganya, efek langkah The Fed juga menggerek bunga obligasi pemerintah Amerika Serikat.
Ini telah mendorong aliran dana investor memburu Dollar. BI seperti bersaing dengan The Fed.
Di lain sisi masyarakat terdorong menyimpan uang di bank yang justru semakin mempersulit dunia usaha.
Untuk menilai langkah yang diambil pemerintah harus dilihat sistem keuangan negara secara komprehensif.
Namun banyak pihak yang menilai secara parsial untuk kepentingan politik, terlebih menjelang pilpres 2019.
Hal tersebut menjadi sebuah distorsi membangun kepercayaan kepada pemerintahan yang berkuasa, nilai tukar juga dipengaruhi oleh kepercayaan itu.
Sayangnya publik sering dihadapkan oleh pernyataan yang mengundang polemik seperti halnya menyangkut impor beras; untuk tidak impor beras diimbau tidak mengonsumsi beras, daging mahal diimbau beralih mengkomsi bekicot atau yang paling akhir menaikkan harga BBM.
Pernyataan seperti itu yang hadir ke tengah publik dapat mengurangi trust kepada kekuasaan oleh publik dalam Pilpres mendatang.
Terlepas dari tujuan politisasi, memang adalah fakta terjadi pelemahan nilai rupiah yang berdampak ekonomi yang cukup berat.