Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Miras Oplosan Dilarang tetapi Dicari

28 April 2018   15:01 Diperbarui: 28 April 2018   15:07 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maraknya peredaran miras oplosan dan ilegal  ditengarai sebagai efek  samping dari pelarangan peredaran minuman beralkohol yang  resmi terdaftar di minimarket dan toko pengecer lainnya dan peraturan lainnya yang tujuannya untuk membatasi pereredaran miras. Namun, harus diakui, peminat barang ini cukup banyak yang menjadi peluang produsen miras oplosan yang banyak menimbulkan korban jiwa yang sudah sering terjadi.

Ada beberapa aturan yang diterapkan untuk membatasi peredaran miras ini yaitu Pertama adalah  menaikkan bea impor minuman beralkohol kategori B dan C menjadi 150  persen dari nilai barang yang diimpor. Kedua adalah pembaharuan daftar bidang usaha yang tertutup terhadap  penanaman modal asing atau terbuka dengan persyaratan tertentu (Daftar  Negatif Investasi / DNI). Lalu yang terakhir adalah pemberlakukan pelarangan penjualan minuman  beralkohol di minimarket dan toko pengecer lainnya agar minuman  beralkohol jauh dari masyarakat.

Kalau kita bicara supply dan demand, demand kosumsi miras ini cukup tinggi, kelangkaan miras dipasaran oleh adanya pembatasan ini mendorong munculnya produsen miras illegal yang tentu saja konten miras semacam ini tidak diawasi. Korbanya, tentu saja masyarakat, namun hal seperti ini sudah sering terjadi sehingga yang dipertanyakan adalah penegakan hukumnya.

Pihak kepolisian sendiri sedang mengkaji kemungkinan penerapan pasal pembunuhan berencana kepada produsen miras sebagai upaya untuk menekan peredaran miras oplosan atau ilegal ini. Namun, seperti halnya pada perdagangan Narkoba, walaupun ancaman hukumannya sangat berat, peredaran narkoba mas ih tetap marak.

Namun jika ditelisik lebih jauh lagi, budaya yang berkembang di dalam masyarakat adalah semua bisa diatur dengan uang sehingga ancaman seberat apapun hanyalah dipandang daiats kertas. Mental inilah yang sesungguhnya menjadi musuh nomor satu tegaknya dan ditaatinya peraturan. 

Razia miras ilegal memang sering digelar dan hasil sitaan dimusnahkan yang menjadi pemberitaan tidak berarti peredaran miras ilegal dapat dihentikan sebab sepanjang ada permintaan maka perederan miras ilegal itu akan tetap ada.

Belakangan ini minuman keras (miras)  oplosan tengah menjadi sorotan. alasannya tak lain karena ada puluhan  orang yang tewas usai mengonsumsi minuman tersebut. Berdasarkan data Polda Jabar, saat ini ada 52 korban meninggal sedangkan diwilayah Polda Metro tercatat 31 orang meninggal. 

Seperti yang marak dalam pemberitaan media, korban-korban yang  tewas akibat miras oplosan itu tidak terkonsentrasi di satu titik saja.  Para penjual miras oplosan maut di tiga titik di Jawa Barat sudah  ditangkap. Syamsudin Simbolon pelaku utama peracik sekaligus pengedar minuman keras  atau miras oplosan yang menyebabkan 45 orang tewas akhirnya berhasil  ditangkap polisi.  Pelaku utama pemilik pabrik miras oplosan di Cicalengka, Kabupaten  Bandung Barat Jabar, dikenal sebagai orang yang licin dan cerdik. Syamsudin usai tau informasi miras yang diproduksinya timbulkan korban jiwa langsung kabur.

Jika melihat telah banyaknya jatuh korban tewas, mestinya menjadi intropeksi penegak hukum adanya kelemahan pengawasan peredaran miras ilegal ini.  Penertiban dan penggusuran pedagang kaki lima masih menjadi prioritas  karena menyangkut estitika, namun menyangkut keselamatan jiwa masyarakat seperti yang terjadi baru menjadi perhatian setelah banyak jatuh korban jiwa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun