Tehitung tanggal 11 Februari 2017 Penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat berhak untuk menjemput paksa pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab. Penjemputan paksa itu dikarenakan, Rizieq telah mangkir dari panggilan kepolisian untuk kedua kalinya.
"Mulai tanggal 11 Februari 2017, sesuai dengan aturan karena tidak juga datang memenuhi panggilan, kami bisa membawa yang bersangkutan," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/2) malam.
Namun demikian Yusri membantah adanya kabar yang beredar jika pihak Polda Jabar tengah membuat skenario penjemputan paksa Rizieq. Menurutnya, meskipun pihak kepolisian punya hak untuk membawa Rizieq demi keperluan pemeriksaan, penyidik memiliki pertimbangan lain.
Terkait dengan aksi tersebut,  nuansa politik tercium karena agenda salat bersama digagas organisasi masyarakat yang tidak menaati anjuran Nadhlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia dan Muhammadiyah. Tiga ormas itu, kata  kata Kapolri, melarang mobilisasi massa yang mencampurkan urusan agama dan politik.
Mungkin harus dilihat, bahwa satu persatu pentolan aksi 411 dan 212 telah menjadi tersangka mulai dari sangkaan penodaan Pancasila, penodaan agama, pencucian uang, chating sex sampai pornografi yang sangat mungkin sudah membangun solidaritas umat muslim. Sebab, peserta aksi bukan saja dilakukan umat muslim yang berasal dari Jakarta tetapi juga berasal dari daerah lain.
Namun bukan tidak mungkin, karena aksi tersebut dirasakan menguntungkan secara politik bagi sebutlah para oposan pemerintahan yang berkuasa, aksi tersebut mendapatkan  pula dukungan secara politik.
Aksi 112  yang diberitakan dihadiri oleh Agus Yudhoyono dan Anies Baswedan secara politik memang menguntungkan keduanya karena tema aksi adalah penerapan ayat Al Maida 51, jangan memilih pemimpin non muslim yang tentunya ditujukan kepada Ahok dalam persingan pilkada DKI. Selain diikuti oleh kedua cagub tersebut, aksi 112 juga diikuti oleh  tokoh politik Hidayat Nurwachid dan Amien Rais serta Habib Rizieq.
Namun, mengingat peserta aksi bukan saja berasal dari Jakarta, aksi ini memiliki  arti yang lebih luas lagi menjadi aksi oposisi terhadap Jokowi yang menilai menganak emaskan Ahok.  Inilah yang terlihat dalam aksi sebelumnya dalam aksi 411 dimana disebutkan oleh Jokowi telah ditunggangi oleh aktor politik.
Apakah kehadiran para politisi tersebut menjadi pembenaran yang disampaikan oleh Kapolri bahwa aksi 112 bernuansa politik ?  Tak dapat disangkal lagi bahwa walaupun disebutkan untuk menegaskan  penerapa surat Al Maida 51, bukan tak mungkin menjadi simbol perlawanan terhadap pihak kepolisian yang mentersangkakan pentolan aksi 411 dan 212.Â
Diduga, inilah yang menjadi pertimbangan Polda Jabar yang tidak langsung menjemput Rizieq walaupun Polda jabar sesuai aturan yang berlaku memiliki kewenangan menjemput paksa guna kepentingan penyidikan sebagaimana disampaikan oleh Ka Humas Polda Jabar.
Adanya kehadiran para calon gubernur dki, kecuali Ahok dan para politisi senior dalam aksi 112, aksi ini bukan hanya aksi keagamaan semata-mata, namun sudah menjadi gerakan politik nasional dan sekaligus unjuk pengaruh Rizieq atas kasus kasus yang dikenakan pada dirinya.
Dalam tayangan televisi terlihat massa terus berdatangan dengan agenda doa bersama dan sholat berjamaah ini memang sulit dicegah, namun dengan pertunjukan aksi doa ini apakah dengan memproses hukum Rizieq suara umat muslim dapat dihentikan?
Pada intinya, suara itu masih sama menyangkut surat Al Maidah 51 dan itu menyangkut kasus Ahok yang masih dalam persidangan. Â Sikap Ahok dan Pengacaranya yang dinilai melecehkan Kya Ma`rif Amin bukan tidak mungkin menjadi pendorong aksi lanjutan ini. Â Terlebih polemik yang berkembang menyeret SBY dalam konflik politik lebih luas lagi terkait dengan majunya AHY dalam kancah persaingan pilkada DKI menjadikan aksi ini sudah bermuatan berbagai kepentingan.
Bahwa sesungguhnya hukum adalah sebagai alat untuk pemaksa agar  para pihak tunduk, namun hukum dalam tujuan politik tak selalu membuat para pihak tunduk manakala hukum itu ditengarai digunakan sebagai alat politik.
Keikutsertaan para politisi tersebut mnyiratkan ada kepentingan politik dalam penanganan hukum sehingga acara keagamaan tersebut juga menjadi alat politik untuk menekan. Sama-sama melakukan tekanan, sama sama berkeras dan jika elit politik berkonflik akan diikuti pula oleh masyarakat. Â Mungkin aksi 112 ini menjadi cerminan gerakan people power, kedaulatan ada ditangan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H