Kepala Polda Metro Jaya Irjen Polisi Mochamad Iriawan menyatakan, semua organisasi masyarakat termasuk FPI telah membatalkan rencana jalan bersama dari Monas ke Bundaran HI dalam aksi Sabtu, 11 Februari 2017 alias aksi 112.Menurutnya, jika massa turun ke jalan dengan jumlah banyak, dipastikan berdampak pada terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat.Â
 Iriawan mengatakan, massa yang akan beribadah di Masjid Istiqlal diminta untuk membubarkan diri secara teratur setelah berkumpul. Tak seorang pun diperkenankan melakukan kegiatan politik.Dalam Undang-undang, Kapolda menyebut, memang menyampaikan pendapat tidak dilarang. Namun, penyampaian pendapat tidak boleh mengganggu ketertiban umum.
"Dalam UU memang kebebasan berpendapat dijamin tapi yang tidak boleh di jalan karena mengganggu ketertiban umum, macet di jalan. Itu yang tidak boleh. Kalau di Masjid Istiqlal boleh lah," katanya. lagi seperti dikutip Viva.co.id.Â
Sementara itu, FUI menyatakan tetap akan menggelar aksi di Masjid Istiqlal, Sabtu besok, 11 Februari 2017. Dalam aksi itu, FUI akan menggelar zikir dan doa bersama untuk menjaga stabilitas politik di DKI jelang dan saat Pilkada nanti. Terkait perizinan, FUI mengklaim tak ada masalah perizinan. Ia juga mengatakan siapa pun termasuk kepolisian tak berhak sedikit pun melarang, karena dilindungi Undang-undang.
 Sebaliknya, Mabes Polri menilai aksi demonstran yang berlansung di depan kediaman Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono merupakan kegiatan yang tidak bisa dilarang.  Hanya saja, demonstran diharapkan melakukan kegiatan mereka sesuai aturan yang berlaku.Â
Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli mengatakan, penyampaian aspirasi di muka umum, baik di kantor pemerintahan, rumah dinas, maupun kantor swasta, merupakan hak warga negara. Â "Yang pentingkan tidak melakukan tindakan anarkistis dan mematuhi aturan ketertiban umum seperti Undang-undang tahun 1998. Namanya unjuk rasa kan dalam kehidupan demokrasi sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/2)
Belakangan, sejumlah mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Jambore Independen (AMJI) menyebut aksi di rumah mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah kesepakatan bersama peserta Jambore Nasional. Menurut AMJI, meski sempat dibahas rencana aksi saat Jambore Nasional, namun belum tentu arahnya.
Perwakilan AMJI , Syahid Yusuf menyatakan menarik diri dari acara Jambore Nasional pada 6 Februari pukul 03.00 WIB karena tidak sepakat terhadap kegiatan yang sudah keluar dari tema pokok.
Dari berita tersebut diatas yang terlihat adalah  terjadi indikasi konflik diantara elit politik sehingga terjadi "perbedaan" persepsi tentang aturan, juga terjadi perpecahan diantara para mahsiswa yang mengikuti Jambore maupun perbedaan  pandangan politik diantara rakyat itu sendiri yang masing2 memiliki kebenaran versinya.
Dunia media sosial belum tentu mewakili pandangan rakyat itu sendiri dimana lebih didominasi pro pada pemerintah yang berkuasa, hal ini kemungkinan  memang ada sebuah gerakan yang terorganisir untuk menggiring opini. Namun ketika didalam dunia nyata terjadi pergerakan massa, maka yang terjadi semacam sikap paranoid terjadinya kerusuhan.
Artinya, upaya menggiring opini publik yang selama ini dilakukan justru menimbulkan kekhawatiran terjadinya kerawan sosial. Lalu apa pasalnya ?
Maraknya berita2 hoax dapat menjadi indikasi penyebab lunturnya kepercayaan terhadap penerangan kepada  masyarakat, masayarakat lebih mempercayai apa yang disampaikan oleh tokoh agama melalui ceramah langsung yang  menyebar ke akar rumput.Â
Kondisi demikian, dimana para ulama tersebut tidak tergantung  periuk nasinya pada pemerintah,  dengan sendiri dapat bersikap lebih mandiri. Sebutlah mereka adalah orang2 yang independen ini menjadi sebuah kekahwatiran bagi kekuasaan yang boleh dikatakan tidak solid yang disebabkan kekuasaan cenderung  didasarkan pada bargaining politik dari pada sebuah kompromi.
Hal ini disebabkan terlalu banyak partai politik sehingga tidak ada satu partaipun yang menjadi mayoritas mutlak. Â Makin banyak yang "merasa" pemimpin, makin rentan terjadinya friksi yang diikuti oleh akar rumputnya.
Parpol Islam sendiri tidak berjaya karena rentan perpecahan sebagai mana juga Islam yang terdiri banyak aliran.  Namun ketika Islam dalam arti secara umum merasa dipinggirkan , dengan mudah muncul persaudaraan yang menghilangkan sekat aliran maupun etnis.  Persaudaraan Islam dengan cepat tumbuh ketika terjadi konflik  di Ambon atau Poso misalnya, bahkan bukan itu saja, konlik yang terjadi antara Palestina dan Israel pun, Islam di Indonesia terbawa dalam emosi persudaraan  dengan Palestina yang Islam.
Apalagi ulamanya dilecehkan, sulit menghentikan gerakan Islam dengan aturan apapun, terlebih akal2an untuk memcari pembenaran karena keyakinan akan kembali pada aturan  Allah yang paling tinggi.Â
Suatu saat petinggi parpol menyatkan tidak ada yang perlu dimediasi menyikapi permintaan Rizieq, kalau sikap semacam ini dipelihara, makan yang timbul adalah adu kuat dan menang2an. Dan hal semacam ini bisa menjadi indikasi kekrasan kalangan Islam tak menghendaki Ahok dan gerakan ormas Islam yang berniat mengawal TPS menjadi indikasi kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah yang berkuasa saat ini.
Pemenrintahan bisa berganti karena system demokrasi yang ada memungkinkan hal itu, namun bagaimanapun, siapapun yang berkuasa, NKRI tetap bertahan karena sekat enis itu sudah terkikis oleh persaudaraan muslim. Â Jangan memilih pemimpin non muslim dalam artian politik kemungkinan timbul karena sikap yang tidak bersahabat dari Ahok sendiri seperti sikapnya kepada Ketua MUI dan itu menjadi celah mengganjal Ahok.
Standar ganda menerapkan peraturan unjuk rasa seperti  sudut pandang terhadap domonstarsi di kediaman SBY dan terhadap aksi umat Islam ini menunjukkan betapa besarnya energi dan biaya yang terkuras kalau tidak pernah terwujud sebuah kompromi yang agaknya tidak akan terjadi jika melihat sikap petinggi parpol, tidak ada mediasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI