Sebelum melaksanakan perikatan jual beli, biasanya notaris membawa sertifikat asli yang akan ditransaksikan ke BPN, BPN akan memberikan cap tidak bermasalah pada lembar mutasi sertifikat. Â Mestinya prosedur seperti itu juga dilakukan dalam pembebasan tanah cengkareng. Sehingga terjadinya transaksi tersebut akan terjadi setelah BPN menyatakan sertifikat itu tidak bermasalah.
Hampir setahun kemudian, pembebasan tanah yang dilaksanakan oleh Dinas Perumahan DKI mencuat kepermukaan setelah BPK mengungkap adanya kejanggalan dalam pembelian tanah di Cengkareng itu. Temuan tersebut ditindak lanjuti oleh Bareskrim Mabes Polri, jika ditangani oleh Polri, kemungkinan yang dilakukan adalah menyangkut dugaan pemalsuan dokumenya.
Artinya, upaya yang dilakukan saat ini baru menyangkut penyelidikan yang nantinya, jika ditemukan adanya pemalsuan dan dibuktikan di pengadilan merupakan alasan untuk pembatalan sertifikatnya. Kalau dilihat dari prosedur transaksi yang mestinya dilakukan notaris seperti saya sebut diatas, maka sertifikat atas nama Toeti Soekarno adalah sertifikat yang sah, pembatalannya melalui gugatan PTUN.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Wagub DKI Djarot Syaiful Hidayat dimintai keterangan oleh Bareskrim ? Â Dalam konteks pembebasan tanah tersebut Wagub memberikan paraf sebelum ditanda tangani Gubernur atau menjadi filter dalam sebuah proses keputusan, diduga tidak menyangkut dugaan pemalsuan dokumen.Â
Beberapa hari sebelumnya, Presiden mengeluarkan 8 butir perintah yang  butirnya antara lain bahwa kebijakan tidak dapat dipidanakan atau BPK memperbaiki hasil investigasinya. Inilah celah yang mungkin dapat digunakan dengan mengacu UUPK menjadikan tanah tersebut tidak bertuan sehingga penyelesaiannya menunggu perintah presiden. Sebab, mekanisme dalam tatanan hukum kita sudah jelas, sedangkan perintah Jokowi menjadi pengecualian yang tampak kental didasarkan kepentingan politik.
Jika dikaitkan dengan perintah Jokowi yang antara lain kebijakan dan diskresi pemerintah daerah tidak boleh dipidanakan, tindakan administrasi harus dibedakan dengan yang memang berniat korupsi, aturan BPK jelas, mana pengembalian dan yang bukanTemuan BPK masih diberi peluang perbaikan 60 hari. Sebelum waktu itu habis, penegak hukum tidak boleh masuk dulu. Kerugian negara harus konkret, tidak mengada-ada dan kasus dugaan korupsi tidak boleh diekspos di media secara berlebihan sebelum tahap penuntutan. Tersirat bahwa yang dikehendaki adalah pembatasan informasi kepublik yang mungkin kasus2 korupsi digunakan oleh politisi untuk menjatuhkan lawan politik dengan menggunakan tekanan publik.
Sebagai sebuah pengalaman dimana 40 persil tanah dari 120 persil atas nama perseroan yang saya miliki kedapatan beralih kepemilikan dengan cara seperti apa yang saya temukan diduga notaris memalsukan alas dasar akta jual beli. Kejadian tersebut ketika saya hendak melakukan splitzing beberapa persil dimana aslinya saya serahkan kepada petugas BPN. Artinya, diduga ada dokumen yang dipalsukan dan hal ini harus dibuktikan dahulu pemalsuannya. Sudah setahun saya melapor dugaan penggelapan dokumen terlebih dahulu, pemalsuan itu tidak dapat diproses kalau saya tidak memiliki dokumen pembanding yang autentik yang "disembunyikan" oleh notaris namun tidak jelas penanganannya. Sedangkan BPN sendiri melempar kepada notaris PPAT yang diangkatnya.
Dari apa yang saya alami tersebut, tampaknya permainan tanah seperti itu sudah menjadi modus dan banyak ganjalan untuk mengungkapnya karena sertifikat adalah produk hukum institusi pemerintah yang hanya dapat dibatalkan melalui proses hukum. Hukum tidak menindak hukum, mungkin seperti itu kira-kira yang terjadi sehingga kemungkinan temuan BPK tersebut dianggap sebagai upaya BPK mempengaruhi publik. Mungkin itulah yang tersirat dalam perintah presiden, rundingan dahulu dan perbaiki sesuai kesepakatan.
Jika hukum dan aturan sudah dimuati kepentingan, sulit rasanya aturan itu ditegakkan dan paling dirugikan adalah masyarakat. Â Mestinya, dugaan pemalsuan dokumen itu menjadi prioritas untuk ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri namun dengan dimintai keterangan Wagub DKI tersebut, agaknya penyidik menyasar masalah administrasi sebagai landasan keputusan Ahok memberikan disposisi pembayaran.
Temuan BPK itu jelas dan gamblang, namun sudah terlanjur terjadi keputusan hukum tanah itu milik Toeti Soekarno dan sudah dibeli oleh Pemprov DKI dengan trik yang paling mungkin adalah dengan melakukan pemalsuan dokumen sebagai dasar kepemilikan yang legal. Apakah perintah presiden tersebut didasarkan pada peristiwa di DKI yang menyedot perhatian publik ? Mungkin saja demikian karena temuan BPK tersebut telah dijadikan peluru oleh lawan politik Ahok dalam perebutan kursi no 1 DKI tahun mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H