Namun demikian, pandangan tersebut juga sekaligus sebagai gambaran masih adanya pemisahan strata sosial dalam masyarakat kita. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran dari faktor keturunan menjadi kesuksesan yang diikuti oleh materi.Â
Pada era kolonial memang dikriminasi itu sengaja dibentuk dengan menganak emaskan kaum ningrat yang biasanya didengar oleh rakyat jelata untuk meredam perlawanan, namun saat ini era kemerdekaan yang lebih mengedepankan persaingan dengan berbagai cara sampai dengan cara menyuappun dilakukan untuk mendapatkan kedudukan yang artinya menaikkan martabat.
Kesuksesan menjadi ukuran martabat seseorang, namun harus ada symbol menunjukkan kesuksesan dikampung halaman, mobil menjadi symbol kesuksesan itu. Dalam budaya yang berkembang seperti ini, pemerintah memberikan cuti massal secara bersamaan ditambah gaji ke 13 dan 14 yang juga dituntut oleh pegawai swasta ( kewajiban memberikan THR ). Ibarat lepas dari ikatan, dalam waktu bersamaan berhamburan mobil-mobil memenuhi jalan jalan yang mengarah ke kampung halaman.Â
Ketika kemacetan itu menjadi pemberitaan, saling lempar kesalahan, mestinya pemerintah sebelum mengambil keputusan harus mempelajari terlebih dahulu budaya yang berkembang. Memberikan cuti masal, itu sama saja menciptakan kondisi kemacetan parah. Kemacetan semakin parah dengan kebiasaan memang sendiri di jalanan. Sikap menang2an juga dapat disaksikan di halte bus, menunggu bus layaknya unjuk rasa, bukan antri berbaris yang tertib.
Â