Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Tidak Tahu, Jawaban Ampuh Kasus Tanah Cengkareng

5 Juli 2016   06:07 Diperbarui: 5 Juli 2016   08:54 2214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun yang paling menjadi perhatian saya adalah sebuah trik peradilan yang biasa digunakan oleh perbankan untuk menutup pelanggarannya mencuat kepermukaan oleh putusan Mahkamah Agung memberikan kemenangan kepada Pemprov DKI namun BPN menerbitkan sertifikat kepemilikan pihak lain. Sebuah trik peradilan memanfaatkan kewenangan hakim untuk sebuah kepentingan terkuak kepermukaan yang merupakan celah yang biasa digunakan untuk menutupi tindakan pelanggaran hukum. 

Dalam konteks ini, pertimbangan hakim menyatakan Pemprov DKI adalah pemiliknya sebagai dasar keputusannya. Namun kali ini pertimbangan hakim luluh lantak oleh adanya sertifikat milik Toeti Soekarno. Dalam kasus perbankan, pertimbangan hakim menyatakan asset jaminan telah menjadi milik boneka bank sebagai dasar membidik pemilik asli. Dengan cara demikian, bank memperoleh legitimasi bahwa yang dilakukan bukan penggelapan asset jaminan. Sebuah trik memaksa menjual jaminan dengan harga sangat murah yang tujuannya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya kepada boneka yang berperan sebagai pembeli. 

Mencuatnya kasus pembelian tanah cengkareng bisa menjadi sebuah pelajaran berharga bagi peradilan negeri ini yang masih dinilai carut marut. Adalah menjadi sebuah kewajaran semua berkata tidak tahu karena secara terang benderang trik penjarahan asset negara mencuat kepermukaan yang diduga ada sebuah skenario yang terendus oleh PT. Sabar Ganda yang menduduki fisik lapangan dan diusir oleh putusan peradilan untuk mengamankan Toeti Sukarno. Jika skenario itu memang benar, betapa bobroknya mental aparatur negara yang digaji oleh uang rakyat. Saya tidak tahu, itu jawaban kuno yang tidak bertanggung jawab apakah hasil sebuah revolusi mental ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun