Parpol mulai menimang nimang calonnya untuk menghadapi kompetisi dalam pilkada DKI 2017 beberapa nama sudah mulai dimunculkan walaupun hanya sekedar wacana. Belakangan Budi Waseso, kepala BNN ikut pula meramaikan bursa pencalonan selain beberapa nama seperti Yusril Izha Mahendra sebelumnya. Yang tergambar dalam celoteh pemberitaan bukan merebut jabatan Gubernur DKI tetapi melawan Ahok yang dinilai sebagai tokoh deparpolisasi.
Fenomena politikus kutu loncat memang sudah terjadi selama berlakunya pemilihan langsung dan juga terjadi perpecahan parpol menjadikan parpol tidak mempunyai ikatan kuat dengan kadernya. Parpol tak lain hanya sebagai pemegang lisensi politik untuk meraih jabatan kekuasaan sehingga memunculkan tariff pengusungan walaupun dibungkus oleh alasan keperluan kampanye.
Ibaratnya, seorang tokoh seperti Ahok yang memiliki massa, entah itu dalam dunia nyata atau dunia maya dinilai menjadi barang jadi sehingga tanpa tedeng aling-aling seperti Partai Nasdem mendukungnya. Cara instan yang ditempuh oleh partai partai ini tak ubahnya seperti perusahaan komersial yang membajak para profesional yang tentunya diharapkan membawa keuntungan untuk perusahaan.
Pergeseran pandangan kekuasaan saat ini sejak diberlakukannya pemilihan langsung lebih kepada ketokohan terlebih setelah pilpres 2014 dengan maraknya peran media dan lembaga survei menggalang opini untuk mendukung seorang tokoh yang akan dijadikan. Dalam menjadikan seorang tokoh, disatu sisi mengahadapi masyarakat yang masih berpandangan konservatif yaitu tokoh yang diharapkan adalah tokoh yang baik dan merakyat, disisi lain dalam persaingan yang liberal, kepandaian, kekuatan, keuangan bahkan kelicikan memiliki peran penting.
Dalam persaingan seperti ini peran mencitrakan tokoh yang baik tak lepas dari peran tim cyber yang bekerja untuk meminimalisir opini negatif terhadap seorang tokah. Membully adalah trik yang biasa dilakukan untuk menekan siapapun agar tidak muncul kepermukaan yang dinilai merugikan tokoh yang sedang dicitrakan.
Menghadapi tim cyber seperti ini sebetulnya tidak sulit dengan mengungkap fakta dan kebenaran. Seperti dalam beberapa postingan sebelumnya mengenai polemik tour de java yang dilakukan oleh SBY, tim cyber membangun opini bahwa kunjungan Jokowi ke proyek hambalang sebagai balasan yang menampar SBY.
Kita lihat faktanya mengenai korupsi, korupsi sudah terjadi sejak Indonesia merdeka dengan system anggaran peninggalan pemerintahan kolonial yang memang didesain untuk dikorupsi. Dalam pemerintahan kolonial belanda, pemerintahan pada waktu itu juga merekrut bangsa pribumi untuk bekerja kepada pemerintahan kolonial. Dengan gaji dan fasilitas yang baik dari pemerintahan kolonial serta peluang korupsi, pemerintah kolonial berhasil membangun sebagian bangsa pribumi untuk berkhianat sehingga lebih mudah menguasai rakyat jajahan.
Budaya yang ditinggalkan oleh pemerintahan kolonial ini tidak hilang begitu saja, korupsi terjadi dimana-mana sepanjang waktu. Demikian pula pada masa perintahan SBY maupun saat ini. Tetapi perbedaan yang paling mendasar, jika pada pemerintahan SBY sampai menterinya ditangkap KPK, era saat ini BPK atau KPK nya yang dihajar dalam arti kata jangan ungkap korupsi dan ampunilah koruptor.
Membuka borok tokoh lain tanpa disadari membuka borok sendiri dan belakangan jubir istana yang juga mantan jubir KPK, Johan Budi perlu memberikan klarifikasi bahwa kunjungan presiden ke Proyek Hambalang tidak dimaksudkan untuk menjawab Tour De Java yang dilakukan oleh SBY.
Orang baik dan bijak sebagai syarat seorang pemimpin dalam pandangan konservatif yang masih dianut oleh rakyat banyak ini tentunya bertabrakan dengan pandangan liberal dalam politik yang membutuhkan biaya tinggi. Sehingga, tokoh politik tidak terlepas dari budaya politik yang berkembang, korup, licik, perlu kepintaran dan dukungan massa yang diperoleh dengan berbagai cara.
Ahok adalah salah satu tokoh selebritis politik yang namanya tiap hari menghiasi pemberitaan baik pujian maupun kecaman. Tampilnya Ahok itu fenomenal dengan gayanya yang lain dari yang lain namun yang terlihat dominan adalah gaya entrepreneurnya yang umum dimiliki seorang penguasaha.