Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jurus Ngeles Parpol yang Plintat Plintut

18 Februari 2016   03:11 Diperbarui: 18 Februari 2016   03:27 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dibalik hiruk pikuk substansi revisi UU KPK no 30 tahun 2002, tidak banyak yang tau bahwa sebuah perubahan UU harus disetujui oleh kedua belah pihak yaitu antara eksekutif dan legislatif. Fakta yang tidak dapat dibantah, baik legislatif maupun eksekutif pada dasarnya sama berasal dari pesta demokrasi. Artinya, keduanya berasal dari luar pemerintahan yang menduduki posisi kekuasaan oleh karena dipilih oleh rakyat dalam pemilihan langsung.

Demokrasi berada ditangan rakyat, begitu bunyi slogan yang selalu didengungkan dengan parpol sebagai kendaraan sesuai dengan undang-undang yang berlaku menyusul hasil sebuah reformasi politik yang sebelumnya demokrasi ala "terpimpin". Sehingga disini, para birokrat hanyalah sebagai pelaksana administrasi dimana keputusan politik merupakan hasil rembug atau kesepakatan antara eksekutif dan legislatif yang pada dasarnya berasal dari kalangan yang sama yaitu kalangan yang memiliki modal.

Dalam era demokrasi yang masih mengedepankan citra, keputusan politik masih sangat mudah dipengaruhi oleh opini publik. Opini publik ini tercermin dari pemberitaan yang memiliki kebebasan sehingga sehingga pemberitaanpun terbelah antara pro dan kontra terhadap adanya sebuah perubahan seperti halnya revisi UU KPK.

Tak pelak lagi, parpol yang tidak mengakar ini dalam sekejap dapat berubah arah mengikuti opini yang dibentuk melalui media. Sehingga rakyatpun kesulitan mendapatkan sebuah berita yang indenpen ditambah lagi dengan berkembangnya dunia maya yang makin mempermudah publik mendapatkan informasi dan menyampaikan opininya.

OTT KPK yang mencokok pejabat hukum dan politisi belum lama berselang memang dirasa menjadi pukulan telak para pengusul revisi UU KPK, namun apakah sembilan parpol benar-benar balik badan, hal ini akan ditentukan pada sidang paripurna DPR RI mendatang dalam pembahasan Prolegnas 2016 26 Januari mendatang menyangkut legislasi 40 RUU yang salah satunya revisi UU KPK.

Jurus ngeles parpol semakin piawai menyikapi OTT KPK, revisi UU KPK mulai diopinikan untuk memperkuat KPK dengan argumentasinya. Padahal, izin penyadapan dan pembentukan dewan pengawas jelas-jelas merupakan upaya pengendalian terhadap keberadaan KPK yang dinilai sebagai lembaga superbody.

Biaya politik yang tinggi  bagi politisi yang banyak berasal dari kalangan pebisnis tentunya harus berpikir pengembalian modal investasi politiknya sebagai umumnya sifat bisnis, keberadaan KPK menjadi pengganjal jaminan pengembalian investasi.  Dengan pengendalian terhadap KPK bisa ditebak, revisi UU KPK tujuannya tak lain untuk mengamankan investasi politik itu.

KMP bubar, bagi publik yang tidak memahami adalah sebuah kemenangan pemerintah. Kita bisa melihat dari proses legislasi RUU yang harus disepakati oleh eksekutif dan legilatif terlepas siapa yang memiliki inisiatif, tidak akan terjadi pengesahan kalau tidak ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Disini jelas, bahwa antara eksekutif dan legislatif harus bersatu dan juga pada dasarnya baik eksekutif maupun legislatif keduanya memiliki persayaratan yang sama untuk duduk pada kursi jabatan harus diusung oleh parpol.

Dengan demikian tak dapat dihindarkan, baik eksekutif maupun legislatif akan lebih mementingkan kepentingan parpol. Sehingga yang terjadi saat ini, suara rakyat diwakili oleh media. Parpol yang tidak mengakar ini, dengan mudah berbalik arah ketika suara rakyat yang direpresentasikan melalui media dalam sekejap dapat mempengaruhi keputusan politik parpol karena rakyat dibutuhkan suaranya untuk eksistensi parpol pada pemilu berikut.

Maka tak mengherankan, kader parpol berdalih lagi, revisi KPK dimaksudkan untuk memperkuat KPK padahal dengan OTT KPK sangat mungkin membuat pusing tujuh keliling mencari cara aman untuk mengembalikan investasi politik. "Dagang" konsensi baik proyek maupun perizinan sudah beberapa kali terbongkar karena kewenangan KPK dalam operasi intelejen yang antara lain menjadikan Gubernur Riau dan anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti sebagai target intelejen KPK. Izin penyadapan ataupun pembentukan dewan pengawas KPK tak lain oleh karena eksekutif maupun legislatif yang berasal dari parpol "tak menduga" akan menuai hasil kesepakatanya sendiri.

Jurus ngeles parpol mulai dikeluarkan namun makin terlihat Parpol makin plintat plintut, makin terlihat tidak memiliki platform yang konsisten oleh karena situasi yang tidak menguntungkan, akan lebih sulit memperebutkan kue yang menjadi andalan untuk mengembalikan modal politiknya.  KMP bubar, itu katanya, publikpun ada yang senang, senang karena tidak memahami dunia politik.

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun