Seperti halnya kasus pembunuhan Munir yang hingga saat ini masih menimbulkan banyak pertanyaan, walaupun Policarpus telah dijatuhi vonis, namun publik tak begitu saja percaya. Sebab, budaya pengaturan perkara bukanlah menjadi rahasia umum. Budaya inilah yang menyebabkan timbulnya kasus2 suap yang terjadi didalam proses hukum selama ini.Â
Pengacara dalam hal ini bukan saja bertindak sebagai pengawal keadilan namun justru pengacara kondang sekelas OC Kaligis ikut pula menikmati budaya hukum yang merugikan mansayarakat. Cerita dunia hukum, lapas dan rutan dipenuhi oleh orang-orang yang terlibat kasus Narkotika. Kasus yang tidak sulit penangananya, tapi sangat mudah menerapkan pasal "dagang" atau pasal pengguna dan pengaturan barang bukti sehingga lapas dipenuhi oleh pengguna zat terlarang itu.
Transaksi jabatan bukan hanya monopoli aparatur penegak hukum yang dimulai secara terang2an pada razia kendaraan bermotor tapi sudah mengakar kesegala lini hingga suap wakil rakyat. Agaknya, kasus pembunuhan Mirna kini sudah menjadi sebuah perang intelektual antara publik dan aparatur penegak hukum. Namun demikian, kekuasaanpun mewarnai proses pengungkapan pembunuhan ini dengan mengangkat laporan usang dan bahkan pembuat laporan sudah divonis bersalah.
Mengalami dan mengikuti sebuah proses hukum, artinya kita mempertaruhkan segalanya yang membuat hukum itu mahal. Tak berlaku bagi maling sendal, maling kayu, maling buah, maling piring pasal diterapkan secara benar karena pidana bukan melihat nilainya tapi perbuatannya. Kalau perkara sudah " diproyekkan" pemenangnya adalah yang memiliki uang dalam jumlah besar. Inilah wajah hukum kita dan kasus Mirna menjadi sebuah ujian yang bagi kredibilitas polri karena kali ini yang dihadapi adalah publik yang sudah tergiring opininya antara yang percaya dan tidak percaya Jessica adalah pelakunya.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â