Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak Jokowi Jangan Nekad, Batalkan Proyek Kereta Cepat

3 Februari 2016   00:40 Diperbarui: 3 Februari 2016   00:44 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara kepentingan politik dan bisnis kalau sudah bercampur maka mudah sekali terjadi penyimpangan dan akan ditutupi karena hal  seperti ini sudah terjadi benturan kepentingan. Disatu sisi rakyat yang tidak mengerti pengelolaan uang negara menganggap kalau terjadi pembangunan adalah sebuah kemajuan, disisi lain pembangunan tersebut harus recover dari peningkatan pendapatan oleh manfaat dari pembangunan tersebut.

Proyek kereta cepat menjadi proyek yang kontroversil karena berasal dari berhutang yang menjadi beban generasi penerus. Tak kurang anggota kabinet sendiri tidak bulat suaranya, menteri keuangan Bambang Brojenegoro bahkan mengindikasikan bahwa posisi hutang Indonesia sudah tidak terbayar, tertkait dengan proyek kereta cepat, hutang juga harus dibayar.

Namun yang paling menarik disini, permintaan  agar pemerintah mengeluarkan jaminan. Artinya, proyek tersebut harus digaransi oleh rakyat indonesia melalui persetujuan DPR.  Padahal, karena kondisi APBN yang mengalami defisit, untuk memperlancar program pemerintah, sunbsidy BBM dihapuskan yang secara otomatis menaikkan harga2 kebutuhan pokok. Sebaliknya, ketiga harga minyak anjlog, pendapatan negara dari sektor migas mengalami penurunan sehingga penurunan harga BBM dunia tidak diikuti dengan penurunan BBM dalam negeri. Bahkan, pemerintah beralasan, harga BBM tidak turun karena harga itu termasuk sumbangan kepada negara seperti sumbangan pada awal2 kemerdekaan dari rakyat Aceh.

Pemerintahan tidak bisa dikelola seperti pengelolaan RT dimana pungutan didasarkan pada kesepakatan dalam musyawarah warga. Setiap pungutan negara harus memiliki payung hukum begitu juga pengeluaran negara. Pembangunan dari pinjaman adalah untuk menghindar payung hukum tersebut dengan asumsi digaransi perbankan yang ditunjuk. Ternyata pemerintah China tidak sepakat, setelah groundbreaking, kontraktor dari China menjerit karena tagihannya tidak cair lantaran pemerintah Indonesia belum mengeluarkan garansi.

Permintaan pemerintah China tersebut harus mendapat persetujuan DPR RI, tapi melihat performance anggota DPR yang pamer ferari dan terlibat transaksi jabatan, apalagi belakang muncul kasus penganiayaan, secara umum mereka adalah tipikal orang sangat mudah diajak kerjasama kalau mendatangkan keuntungan. Secara politik, adalah kondisi yang menguntungkan karena lebih mudah menyetujui apa yang diajukan eksekutif. Namun secara moral, harus dikaji apakah akan membebani bangsa ini.

Saya adalah seorang dari sedikit yang terjun menangani pinjaman luar negeri seperti ini dan yang saya ketahui pinjaman semacam inilah yang menjerat bangsa ini dalam kubangan krisis ekonomi yang tentunya kita semua tak berharap terjerumus pada lubang yang sama.

Presiden telah mengangkat anggota kabinet untuk membantu presiden, salah satunya adalah menteri keuangan yang tentunya mengerti implikasi pinjaman semacam ini bagi ekonomi Indonesia. Dalam hal ini, batasan rasio pinjaman dihadapankan dengan penghasilan devisa negara ( Debt Service Ratio ) dari 36 % pada akhir kekuasaan orde, kini sudah menjadi 46 % yang artinya  46 % dari semua penghasilan negara sudah teralokasi untuk membayar hutang yang existing.  Akibat dari menaikan batasan DSR ini menjadi tekanan terhadap rupiah dimana kestabilan nilai rupiah sangat tergantung dari keseimbangan arus devisa.

Padahal, kestabilan ekonomi didasarkan pada kstabilan mata uang sedangkan peningkatan ekonomi didasarkan pada investasi pembangunan. Pemerintah sendiri sudah membangun infrastruktur pedesaan dibarengi pembangunan infrastruktur pertanian yang didanai oleh pinjaman luar negeri masa lalu. Namun faktanya negara kita masih defisit produksi pangan namun pemerintah melakukan mega investasi sarana transportasi publik. Sehingga yang terjadi antara menteri2 seolah jalan sendiri2 dan itu terlihat dari statement menteri pertanian yang menyalahkan menteri perdagangan mengenai import beras.

Saling menyalahkan antar menteri didalam kabinet menandakan adanya keputusan-keputusan yang didasarkan pertimbangan politik sehingga bukan tidak mungkin presiden menandatangani keputusan yang dimuati oleh kepentingan politik tanpa pertimbangan aspek ekonomi maupun implikasinya bagi bangsa ini kedepan. Saya tidak baca, begitu alasan presiden yang tidak mungkin harus memikirkan negara ini seorang diri ketika harus menganulir keputusan sendiri. Begitu juga dengan keputusan terhadap pembangunan kereta, presiden telah melakukan ground breaking tetapi kemudian terkuak  meletakkan batu pertama proyek masih mentah.

Terhadap  proyek kereta api cepat, publik terbelah, satu pihak menentang, dilain pihak mendukung dengan segala argumentasinya.  Disini diperlukan ketegasan, pilihan melanjutkan apakah berdasarkan pertimbangan politik atau kelayakan, bukan atas dukung mendukung berdasarkan opini karena implikasinya menyangkut masa depan bangsa.

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun