Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gagal Paham Memaknai Groundbreaking

29 Januari 2016   03:34 Diperbarui: 29 Januari 2016   04:27 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu menjabat Gubernur DKI, Jokowi melakukan "groundbreaking" proyek monorel, juga terkait dengan produk China, namun hingga saat ini tak jelas kelanjutanya. Apa yang menyebabkan proyek ini mangkrak ?

Sebagaimana yang diungkap oleh Ahok yang memutuskan membatalkan kontrak, investor kesulitan modal padahal sudah gencar promosinya proyek itu dibiayai oleh pinjaman dari China. Bisa dipastikan, PT JMI tidak mendapat garansi dari pemerintah Indonesia karena perusahaan itu milik swasta sebagai penyebab gagalnya proyek itu.

Tak memiliki modal untuk prefinancing atau untuk membangun infrastrukturnya menggambarkan bahwa proyek itu berbau mark up harga pembelian dan pembangunan infrastruktur berharap dari selisih harga produk yang akan dibeli dari Tiongkok itu.  Walaupun sudah dilakukan groundbreaking sebagai syarat pencairan pinjaman namun faktanya proyek tidak berlanjut, selisih harga yang mungkin akan diterima tunaipun urung.

Negara asing, sama seperti perbankan umumnya, jika memberikan pinjaman dipastikan meminta garansi dari pemerintah Indonesia, itu adalah syarat mutlak untuk menjamin pinjaman itu dibayar. Garansi semacam ini harus mendapat persetujuan DPR namun jaminan yang diberikan oleh pemerintah DKI adalah regulasi, jelas hal ini tidak memenuhi syarat perbankan, sebab regulasi menyangkut kelayakan pemberian pinjaman, bukan garansi.

Team sukses Jokowi memanfatkan rencana pembangunan monorel dalam menarik simpati publik dengan melakukan seremonial groundbreaking atau peletakkan batu pertama yang sekaligus untuk menunjukkan progress lapangan sebagai syarat pencairan pinjaman yang ternyata kemudian oleh Ahok proyek tersebut dibatalkan.

Skema pinjaman oleh pemerintah China untuk pinjaman proyek kereta api cepat Jakarta - Bandung bisa dipastikan dengan syarat-syarat yang sama. Seluruh perbankan dunia memiliki standar operasi yang sama sehingga memungkinkan terjadinya hubungan perbankan internasional. Demikian juga perbankan di China, juga memberlakukan syarat-syarat pemberian pinjaman yang juga sama.

Dalam perbankan internasional kita mengenal adanya istilah LIBOR ( London Interchang Bank Of Rate ) yang merupakan patokan bunga yang dipakai sebagai perhitungan bunga pinjaman meminjam antar negara atau SIBOR ( Singapore Interchange Bank Of Rate ) untuk kawasan regional.

Dalam pembayaran pinjaman, ada yang menerapkan perhitungan anuitas, flat rate atau plafond namun untuk standar tarif bunga tak lepas dari tarif bunga diatas.

Indonesia saat ini sudah meratifikasi UU money londering sehingga transaksi bank internasional termonitor oleh The Fed sebagai bank central dunia. Sehingga untuk praktek mark up seperti yang terjadi pada pinjaman luar negeri akan terdeteksi baik oleh the Fed maupun PPATK.  Singapura hingga saat ini tidak melakukan ratifikasi UU money loundering dan praktek mark up harga sangat mungkin terjadi jika berbasis di Singapura. Inilah penyebab gagalnya PT. JMI karena berbasis di Singapura yang tidak mungkin mendapat garansi dari pemerintah Indonesia.

Bagaimana dengan Proyek Kereta Cepat ?

Untuk proyek ini yang meminjam adalah Bank BUMN dari bank pemerintah China untuk pengadaan kereta cepat berserta infrastrukturnya.  Dari statemen anggota DPR beberapa waktu yang lalu, bahwa seluruh biaya proyek berasal dari pinjaman yang digaransi oleh bank BUMN. Bahwa proyek ini termasuk untuk pembebasan lahan dibiayai oleh pinjaman, jika demikian dilapangan sesungguhnya pembebasan lahan belum dilakukan. Jika pembebasan lahan itu dilakukan oleh pemerintah mestinya masuk APBN yang pastinya akan menimbulkan perdebatan di DPR.

Apakah pembebasan lahan itu dilakukan oleh BUMN atau operator kereta cepat ? Kemungkinan juga tidak sebab groundbreaking sudah dilakukan walaupun presiden mengakui masih ada perdebatan dalam kabinet. Artinya proyek ini belum bulat didalam kabinet sehingga terjadi penolakan penggunaan kawasan pangkalan Halim Perdana Kusumah untuk proyek ini.

Belum selesainya pembebasan tanah namun sudah dilakukan groundbreaking namun media sudah mengangkatnya secara besar2an sebagai sebuah prestasi spektakuler justru menimbulkan penyesatan. Semakin jelas ketika media mengangkat persoalan kontraktor China yang mengeluh pemerintah Indonesia belum memberikan jaminan. Sehingga groundbreaking memiliki arti kepentingan politik menaikan citra Jokowi namun dibaliknya digunakan sebagai progress untuk menagih pembayaran.

Sedikit banyak sudah mulai terkuak, bahwa pembayaran tanah menunggu pencairan dana pinjaman sehingga ground breaking dilakukan terburu-buru yang menimbulkan polemik. Bagaimana jika persetujuan penjaminan harus melalui DPR ?  Mungkin inilah salah satu penyebab KMP kocar kacir, proyek besar menarik untuk ditangani. Dan seperti yang terangkat kepermukaan, tertangkap tanganya anggota DPR RI karena proyek itu menggiurkan.

Pinjaman seperti ini adalah cerita lama dan cerita menyengsarakan rakyat yang harus menerima akibatnya dan menghilangkan kedaulatan negara yang harus tunduk pada syarat IMF. Sebagai rakyat seharusnya melakukan kontrol, bukan mendukung membabi buta. Sayangnya hanya sedikit orang yang memahami trik-trik permainan mark up harga dalam pinjaman semacam ini sehingga praktek2 korupsi seperti yang terjadi masa orde baru tidak dipahami publik dan tidak terjangkau oleh hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun