Seperti diberitakan, Sumiati, tenaga kerja asal Bima, Nusa Tenggara Barat dikabarkan dianiaya oleh majikannya di Arab Saudi. Majikan Sumiati diduga menganiaya dengan memukul, menyeterika, bahkan menggunting mulut perempuan malang itu. Agaknya pemerintah yang dipimpin Presiden SBY begitu menaruh perhatian terhadap penderitaan TKW ini dengan membentuk Tim Gabungan Penanganan Kasus Sumiati yang akan berangkat ke Jeddah, Arab Saudi. Mereka akan menemui Sumiati di Rumah Sakit King Fahd, Madinah. Tim Gabungan ini dipimpin Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Ameliasari Agum Gumelar.  Tim Gabungan terdiri dari pejabat Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta BNP2TKI. Dari BNP2TKI menugaskan Direktur Perlindungan dan Advokasi untuk Kawasan Timur Tengah, Afrika, dan Eropa, Syaiful Idhom. Tugas Tim Gabungan ini adalah memantau kondisi korban yang kini dalam perawatan ke arah pemulihan kesehatannya, penanganan advokasi dan perlindungan hukum, memastikan adanya proses hukum yang cepat dan seadil-adilnya bagi korban oleh pemerintah Arab Saudi, di samping menuntut pemenuhan hak-hak korban. Dubes Arab Saudi sebelumnya menghimbau agar pemerintah Indonesia tidak terlalu reaktif menyikapi peristiwa tersebut dengan mengirimkan sejumlah pejabat ke Riyadh. Namun dengan jumlah pejabat Indonesia yang berangkat sesungguhnya pemerintah tidak bersikap reaktif tetapi lebih mengarah pada memanfaatkan moment untuk jalan2 seperti halnya biasa dilakukan wakil rakyat kita. Sebab, sesungguhnya penanganan kasus itu mestinya lebih tepat ditangani oleh konsulat RI di Jedah atau kedutaan Besar RI di Saudi Arabia. Inilah gaya pejabat negeri ini, padahal sebelumnya Deparlu sudah mengeluarkan nota diplomatik dimana Deparlu sesungguhnya dapat memanfaatkan personel Kedubes RI. [caption id="attachment_75887" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Gaya kerja keroyokan seperti ini sesungguhnya makin menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki perangkat jelas untuk perlindungan warga negara RI hingga seorang menteri harus ikut2an turun. Akomodasi tim tersebut tentunya memakan biaya yang besar yang akan lebih bermanfaat jika disumbangkan kepada Sumiati. Memandulkan fungsi diplomatik seperti itu akan menjadi preseden peristiwa serupa akan dijadikan moment oleh pejabat pemerintah untuk mendulang citra politik. Inilah repotnya kalau semua dipolitisir, padahal pemerintah RI melalui Deparlu mestinya dapat menangani kasus serupa. Persolannya adalah rasa tanggung jawab dari para diplomat kita di Luar Negeri, apakah telah melaksanakan tugas dengan baik atau belum. Bangsa kita ini makin hari makin tidak dihargai karena kurang tegasnya pemerintah,  misalnya dengan menarik Duta Besar RI di negara yang sering mengalami kasus serupa seperti di Malaysia. Kejadian yang berulang2 dialami oleh WNI dinegara asing seperti di Arab Saudi dan Malaysia  itu sesungguhnya menunjukkan ketidak berhasilan perwakilan RI untuk melindungi WNI khususnya para TKI atau TKW. Untuk negara2 yang masyarakatnya sering bertindak brutal, sebaiknya dibentuk tim perlindungan WNI yang permanent dimana unsurnya antara lain terdiri dari Polri yang tugasnya salah satunya memonitor keselamatan TKI/TKW bekerja sama dengan organisasi perwakilan TKI/TKW dinegara itu. Agaknya, pemerintah RI belum sampai pada tahapan pemikiran seperti itu yang sesungguhnya sudah dilaksanakan oleh negara penexport tenaga kerja seperti Filipina. Padahal, jika hal itu diterapkan akan mendorong kesadaran para TKI/TKW untuk bekerja secara legal. Namun demikian, mental para petugas negeri ini harus pula diperbaiki, beberapa kasus pungli yang mencuat kepermukaan yang dilakukan oleh petugas KBRI turut andil dalam carut marutnya perlindungan terhadap WNI. Mereka para TKI/TKW menjadi tidak terlindungi karena menjadi perasan bangsa sendiri, mulai dari pengurusan legalitas sampai kepulangannyapun menjadi santapan empuk bangsa sendiri. Jalur khusus di Bnadara yang seharusnya menjadi jalur perlindungan justru kenyataannya menjadi jalur pemerasan. Belum lagi para perampok yang menyaru sebagai pengurus jasa transportasi semakin memposisikan TKI/TKW sebagai sapi perahan. Seperti inilah sesungguhnya nasib para TKW, selamat dinegeri orang celaka dinegeri sendiri. Keberangkatan secara berombongan para pejabat Indonesia ke Arab Saudi yang bergaya demonstran itu, layaknya para demonstran yang dipakai oleh kalangan tertentu untuk sebuah tujuan. Para pejabat yang seperti menaruh perhatian semakin menunjukkan gaya munafik, demonstratif yang tidak dibutuhkan. Yang diperlukan adalah political will melindungi TKI/TKW kita, mulailah dari negeri sendiri, bukan memanfaatkan moment untuk meraih citra. Orang2 kecil yang tidak terlindungi, kasus celana dalam, kasus setengah lusin piring, kasus buah coklat, kasus pisang klutuk harus dibui yang katanya sudah sesuai dengan prosedur dan undang2 tetapi tidak berlaku untuk orang seperti Gayus Tambunan yang membuat Rutan Mako Brimob sebagai ajang pemantaban bakat koruptor. TKI atau TKW sudah banyak yang tewas dan hampir tewas menunggu hukuman mati, orang2 kecil banyak yang terpasung karena peradilan yang tidak adil. Sumiati merubah sikap pemerintah, tiba2 sangat perhatian terhadap nasib malang WNI dirantau dengan memandulkan fungsi KBRI atau konsulat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H