Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kompasianer Korban Permainan Politisi

23 Januari 2010   09:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:18 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa artikel yang saya posting berturut2 adalah dalam rangka saya membuat sebuah kesimpulan bahwa sesungguhnya banyak diantara para kompasianer  telah menjadi korban dari permainan elit politik. Permainan politik tersebut  disinyalir menggunakan para "jurnalis" dalam pengembangan opini untuk menggiring opini masayarakat demi kepentingan para politisi tersebut. Tujuannya adalah untuk menggerakkan masyarakat melakukan aksi yang diharapkan akan menciptakan kerusuhan sebagai sebuah cara menekan pemerintahan yang berkuasa.

Situasi seperti ini tentunya sangat memprihatikan, siapapun yang berkuasa akan menghadapi persoalan sebab dengan terciptanya situasai tersebut, kerjasama luar negeripun akan terhambat. Padahal, saat ini Indonesia telah melaksanakan perdagangan bebas,  hanya berlaku pada tingkat regional saja, dalam kurun waktu kurang satu bulan, beberapa sektor industri sudah menghadapi kerugian yang dapat menghancurkan industri itu dan pada akhirnya akan meningkatkan  pengangguran.

Ambisi politik yang memanfaatkan masa melalui pengembangan opini, jika kita tidak bersikap hati2 dapat menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri. Sebuah pemahaman dalam dunia politik, memanfaatkan kepintaran, uang, kekuatan dan kelicikan adalah lumrah dalam negara yang sekular. Tidak perlu memegang etika, sebab etika hanya berlaku dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Politik uang, membangun kerusuhan yang melibatkan massa, membuat skenario serta menghilangkan lawan politik dengan berbagai cara adalah lumrah seperti tindakan mengkriminilasi

Zaman terus berkembang, ukuran baik buruk menjadi berbeda pula. Awal peradaban manusia, pemimpin adalah orang kuat secara phisik dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban yang meciptakan pemimpin yang dipandang sebagai orang baik sebagaimana pemimpin agama.  Zaman terus berkembang, timbul pemisahan agama dan pemerintahan dan pemimpin yang terciptapun berbeda lagi, kuat, kaya, pintar, licik bahkan bersifat represive seperti kita kenal dengan sebutan ditaktor.

Jika kita berharap mempunyai pimpinan negara yang baik dalam ukuran norma dan etika, kita akan kembali pada awal perhitungan abad dimana pemimpin tercipta karena keteladanan seperti yang kita kenal dengan pemimpin agama. Sebuah proses panjang dari peradaban manusia, kita telah melalui proses tersebut, pemimpin harus mampu mengakomodir berbagai kepentingan. Disitulah adanya persaingan, tentunya yang pertama diakomodir adalah kepentingan mayoritas karena pada kelompok itulah kekuatannya.

Demikian pula yang terjadi di Indonesia, sebuah proses politik yang berlangsung tidak berpedoman pada norma dan etika agama, sah2 saja, begitu jawaban yang kita dengar tentang persaingan politik yang dinilai tidak sejalan dengan etika sosial kemasyarakatan. Semua politisi yang ada berpegang pada hal semacam itu makanya dibentuk pengawas pemilu dan peradilannya.  Bersaing bebas dalam dunia seperti, ada yang kalah dan ada yang menang dalam persaingan. Ketika yang kalah protes karena dianggapnya curang, pengadilan yang memutuskan. Tidak puas dikalahkan, dicari lagi cara untuk menjatuhkan pesaingnya dengan membangun opini sesuai keiinginanya, rakyatpun diharapkan bergolak, kemudian dia berbicara lagi atas nama rakyat.

Ada tehnik pembuktian yang bahwa berita telah dipakai sebagai sarana pembangunan opini seperti sample yang saya pakai disini.

http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/23/cara-membangun-opini/

atau artikel ini dan tautannya disini

http://new-media.kompasiana.com/2010/01/23/sri-mulyanti-diberhentikan/

Pemberitaan yang benar adalah pemberitaan yang berimbang, pada sampel berita tersebut adalah upaya pengembangan SBY sudah bersikap tidak patut karena sudah merasa khawatir dengan kekuasaannya. Cara ini adalah untuk memompa semngat masyarakat yang sudah terpengaruh agar bertindak lebih agresif lagi.  Siapa yang akan menjadi korban, rakyat itu sendiri untuk kepentingan para politisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun