Keluarga yang ideal, terdiri dari ibu, ayah dan anak. Namun akibat perceraian atau salah satu dari orangtua meninggal, kemudian muncullah istilah yang disebut "orangtua tunggal". Fenomena orangtua tunggal atau single parent ini mungkin sangat banyak kita jumpai.
Orangtua tunggal dalam pengertian psikologis adalah orangtua yang terdiri dari ayah maupun ibu yang siap menjalani tugasnya dengan penuh tanggung jawab dalam mengasuh anak dan mengurus rumah tangga.Â
Pertaruhan orangtua tunggal di sini lebih mengarah ke tanggung jawabnya. Menjadi orangtua tunggal tentu tidaklah mudah, terlebih di masa awal-awal perpisahan dengan pasangannya. Namun, itulah risiko yang harus diambil jika memang enggan untuk membuat komitmen baru dengan orang baru, dan memilih sendiri dengan anaknya.
Berdasarkan apa yang saya jumpai selama ini, kebanyakan single parent adalah dari jajaran ibu. Namun di sisi lain, Pew Research Center, lembaga survei Amerika Serikat menyatakan bahwa terdapat 2,67 juta rumah tangga dijalani tanpa ibu sebagai sosok pengasuhnya.Â
Survei ini membuktikan bahwa sosok ayah tunggal dalam sebuah keluarga itu memang ada. Jadi tidak hanya ibu yang bisa berjuang sendiri setelah perceraian (baik dari cerai pisah atau cerai mati), namun ayah juga.
Sementara itu survei yang diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia dalam data penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut wilayah dan status perkawinan Indonesia di Provinsi Jawa Tengah per tahun 2015, mengungkapkan bahwa status ayah tunggal lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan ibu tunggal.Â
Survei itu juga mengatakan bahwa terdapat laki-laki yang cerai hidup sebanyak 117.891 orang, dan cerai mati sebanyak 301.649 orang. Dari data ini dapat kita simpulkan, bahwa faktor terjadinya ayah tunggal lebih banyak disebabkan oleh kematian sang istri.
Menjadi single parent dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah, terlebih bagi seorang ayah yang harus mengasuh anaknya seorang diri karena bercerai dari istrinya atau istrinya meninggal dunia.Â
Hal tersebut membutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan anak, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dan yang lebih memberatkan lagi adalah anggapan dari lingkungan yang sering memojokkan para ayah single parent, hal tersebut bisa jadi akan mempengaruhi kehidupan si anak.
Seperti yang sempat disinggung di atas, bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Jika ada salah satu yang tidak ada, maka tentu dalam hal pengasuhan akan berbeda caranya. Karena setiap anggota keluarga mempunyai perannya masing-masing. Sama halnya dengan keluarga yang tidak mempunyai sosok ibu dalam pengasuhan anak.
Dalam pandangan masyarakat, ibu sebagai orangtua tunggal mungkin terlihat biasa dan tidak dianggap peran yang sulit untuk dijalankan. Peran ayah tunggal dalam mengasuh anak, sampai saat ini masih dirasa bukan hal yang mudah untuk dilakukan.Â
Begitu pula di negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, pengasuhan anak dibawah ayahnya masih kurang dominan dan belum bisa diterima oleh masyarakat walaupun banyak juga perempuan yang saat ini memilih untuk bekerja di luar rumah atau wanita karier (Pew Research Center).
Seperti yang kita tahu, bahwa peran seorang ayah dalam sebuah keluarga (utamanya) adalah mencari nafkah untuk kesejahteraan rumah tangga. Penelitian menyatakan bahwa keterlibatan sosok ayah dalam pengasuhan anak dapat menjadi efek yang positif jika didukung dengan sosok ibu. Namun jika ayah tersebut adalah ayah tunggal, yang sudah pasti setiap harinya mencari nafkah, maka akan susah.Â
Arti susah di sini adalah, bahwa sebaik-baiknya ayah maka tidak akan bisa menggantikan peran ibu dalam mengasuh. Karena mayoritas seorang ayah lebih fokus pada pekerjaan. Alhasil, jika ayah sudah dalam posisi lelah bekerja dan harus mengasuh anak juga sepulang dari bekerja, maka akan muncul kemungkinan amarahnya mudah tersulut.
Keletihan secara emosional dan perasaan kewalahan tidak bisa diungkiri, terlebih dengan tidak adanya campur tangan orangtua, jika ayah tunggal memutuskan untuk hidup sendiri.Â
Kepadatan aktivitas pekerjaan ayah, membuat perhatian kepada anak tidak tercurahkan secara maksimal. Dan tidak sedikit pula ayah tunggal yang menjadi stres atau merasakan kesepian. Selain itu, kesadaran laki-laki akan gejala penyakit juga cenderung lebih rendah dibanding perempuan, baik dalam kaitannya terhadap diri sendiri atupun terhadap anak.
Naluri ayah dalam mengasuh anak tentu tidak seperti seorang perempuan. Baiknya, pengasuhan dilakukan dari dua arah (ayah dan ibu) supaya seimbang. Namun, bukan berarti seorang ayah tidak bisa memerankan sosok ibu.Â
Hal ini searah dengan penelitian-penelitian terhadap perkembangan anak yang menyebutkan bahwa anak tanpa asuhan dan perhatian ayah perkembangannya menjadi tidak seimbang.Â
Kelompok anak yang tidak mendapat perhatian ayahnya cenderung memiliki kemampuan akademis menurun, aktivitas sosial terhambat, dan interaksi sosial terbatas. Maka disimpulkan, peran ayah dalam pengasuhan juga ternyata tidak kalah penting.
Tentunya demi sang buah hati, ayah harus bisa menjalankan peran dobel ketika menjadi ayah tunggal. Bukan hanya dituntut untuk pencari nafkah, ayah juga harus mengurus berbagai keperluan rumah tangga dan yang paling penting yakni memastikan tumbuh kembang anak berjalan dengan baik.
Menjadi ayah tunggal sepertinya merupakan tantangan sendiri untuk dilalui, ya. Semangat, untuk ayah-ayah tunggal di luar sana! Kalian hebat
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H