Jika dikumpulkan bersama-sama, penelitian itu membuktikan bahwa perceraian dan konflik perkawinan dapat menempatkan anak-anak pada suatu keadaan yang dapat menjerumuskan pada masalah-masalah berat di kemudian hari.
Kesulitan yang paling awal pada anak, dapat dimulai pada awal masa kanak-kanak dengan terlihatnya keterampilan-ketrampilan pergaulan yang buruk dan tingkah laku agresif, yang kemudian menjurus pada penolakan oleh rekan sebayanya sendiri.
Orangtua yang bercerai kurang memperhatikan anak-anak mereka karena terganggu oleh masalah-masalah mereka sendiri. Perceraian dan konflik-konflik yang menjurus pada perceraian membuat orang tua terlalu lelah, pikirannya terpecah atau terlalu murung untuk menjadi penegak-penegak disiplin yang berhasil bagi anak-anaknya. Sehingga anak-anak itu larut, tanpa terawasi, dan menuju ke pergaulan yang lebih bandel.Â
E. Mavis Hetherington, adalah seorang pensiunan profesor psikologi di University of Virginia. Dia seorang peneliti terkemuka tentang dampak perceraian, keluarga sebagai unit, dan perkembangan. Mavis menyebut periode selama perpisahan dan perceraian orangtua dan juga dua tahun pertama setelah perceraian tersebut sebagai masa gangguan serius terhadap hubungan orangtua dan anaknya.
Selama periode ini, orangtua yang terlalu disibukkan atau emosinya terganggu dengan anak yang sedih, berkemungkinan besar mengalami kesulitan untuk saling mendukung atau saling menghibur, atau bahkan memperparah kesulitan masing-masing.
Ibu-ibu yang bercerai dan memiliki hak asuh, seringkali untuk sementara waktu menjadi tidak terarah, tidak mau berkomunikasi, tidak mau mendukung, dan suka menghukum secara tidak konsiten dalam berhubungan dengan anak-anak mereka.
Dan masalah-masalah itu tidak dengan sendirinya lenyap bersama waktu. Kesulitan mengendalikan dan memantau tingkah laku anak merupakan masalah mengasuh anak yang paling sulit dihilangkan yang dihadapi oleh para pasangan, terutama ibu yang bercerai.
Reaksi emosional terhadap perceraian, umum bagi anak-anak dari segala usia, termasuk kesedihan, ketakutan, depresi, lebih tua, kebingungan, dan kadang-kadang kelegaan.
Pada tahun-tahun prasekolah, anak-anak sering merasa ditinggalkan dan kewalahan oleh berbagai peristiwa. Mereka khawatir bahwa mereka mungkin telah menyebabkan perceraian.
Anak-anak hasil perceraian membutuhkan orang tua untuk berbicara dan menjelaskan apa yang terjadi, tidak hanya sekali tetapi berkali-kali. Mereka banyak mengalami kemunduran, sehingga orang tua seharusnya dapat membantu dengan memberikan dukungan emosional.
Maka terkait dengan hal ini, orang tua sudah selayaknya harus berkomunikasi dengan anak tentang perceraian dan penyesuaian baru, dan menjelaskan dalam bahasa sederhana alasan untuk setiap perubahan yang terjadi.