Seringkali yang kita temui dalam lingkungan sehari-hari adalah ibu yang 'berprofesi' sebagai ibu rumah tangga. Tidak memungkiri, bahkan ibu saya sendiri pun juga demikian.Â
Paradigma yang sudah terlanjur melekat di masyarakat bahwa perempuanlah yang harus berurusan dengan rumah, menjadikan banyak perempuan memilih untuk menggantungkan sedikit-banyak keperluan financial kepada sang suami, terlebih setelah mempunyai anak.Â
Tidak tanggung-tanggung, bahkan tak jarang juga istri-istri yang rela melepaskan profesi tetapnya demi mengurus anak di rumah.
Dulu, memang jarang ada perempuan yang terjun ke dalam dunia karir dan bekerja tetap seperti halnya sekarang. Keadaan kini dan dulu sudah bisa dibilang kontras, karena sekarang perempuan pun juga sudah bisa beraktifvitas dan bekerja setara dengan laki-laki diikuti dengan gencarnya emansipasi wanita.
Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pekerja perempuan meningkat sebesar 2,33 persen menjadi 55,04 persen dari sebelumnya yaitu, 52,71 persen pada Februari 2016.Â
Sementara itu sekarang sudah menginjak akhir tahun 2019, yang tentunya tidak menutup kemungkinan bahwa presentase pekerja perempuan sudah kian meningkat lagi.
Data dari BPS Â diatas, menunjukkan bahwa perempuan saat ini telah semakin aktif mengambil bagian dalam mendukung perekonomian nasional dan memiliki kesempatan yang sama di bidang pekerjaan.Â
Emansipasi wanita dalam hal profesi itulah, yang menjadi salah satu pemicu adanya istilah baru, yakni househusband atau bapak rumah tangga.
Ketika sudah memiliki anak, kebanyakan pasangan suami-istri akan mulai mempertimbangkan perihal pengasuhan, terutama ketika anak sudah berumur diatas 3 tahun.Â
Ini sangat memungkinkan juga terjadi pada suami atau istri zaman now yang bertittle lulusan pendidikan dengan strata tinggi dan tentunya memiliki profesi tetap nan menjanjikan, baik salah satu atau keduanya.